Share

4. Siap Menjadi Perempuan Murahan

“Pengkhiatan kamu aku balas dengan kenikmatan.”  

Agnes menangis di pinggir pantai. Deburan ombak tidak akan membuat tangisnya sampai terdengar orang lain.

Ia sendiri.

Memeluk kedua lutut dan membiarkan angin malam menusuk kulit tubuhnya yang hanya memakai dress selutut.

Kedua bahu Agnes berguncang. Perempuan itu menenggelamkan wajah di antara lutut, merasa kalimat perih itu menggema di telinganya.

Pria yang berstatus Atasannya begitu kuat ini menghancurkan diri Agnes. Gerald seolah ingin membuka masa lalu di antara keduanya dan di saat itu ... menjadi titik rendah kehidupan percintaan Agnes.

Luka delapan tahun lalu, ternyata tidak mengering sempurna.

“Aku nggak pernah ingin menyakiti perasaan kamu, Ge,” lirih Agnes terisak.

Sorot nanar itu menatap kejauhan pantai malam hari.

Keadaan di sekitarnya jauh dari hiruk pikuk keramaian. Mereka semua berada di sisi kiri Agnes, lebih dari seratus meter dengan lampu dan suasana meriah. Beberapa fasilitas yang memang kerap diisi turis semakin ramai menjelang malam.

Agnes tidak pernah menduga, jika resort mewah dengan segala fasilitas terbaik ini masih bagian dari milik keluarga Gerald. Ia berpikir, hanya hotel di dekat pusat strategis pertama adalah milik seorang Liam Ogawa. Ternyata resort yang sudah terbangun lebih dari sepuluh tahun ini juga milik mereka.

Perempuan bernasib malang itu memukul pelan dadanya. Ia berharap rasa sesak itu hilang. Nyatanya, Agnes semakin sulit sekadar bernapas normal. “Terlalu sakit saat kamu mengatakan keinginan kamu di depanku, Ge. Apa kamu nggak pernah berpikir, kalau kalimat itu juga sebuah pelecehan? Kamu udah merendahkan harga diri anak buahmu sendiri.”

“Termasuk sampai sekarang, aku terus dilabeli sebagai perempuan murahan di mata kamu.”

Agnes menghapus kasar air matanya yang sudah luruh banyak, membasahi kedua pipi. Tapi tetap saja, rasa perih dan sakit itu tidak hentinya mengeringkan air mata Agnes.

Tangis Agnes semakin pecah.

Dipermalukan selama satu minggu dengan kesalahan yang terus saja menimpanya. Ia pikir, kesalahan pertama dan kedua termasuk ringan dan bisa Agnes selesaikan. Bahkan, tidak ada campur tangan Gerald saat itu.

Sayangnya, Gerald memang sedang mencari celah bagi Agnes untuk keluar dari tempat ini. Ia mengembalikan ingatan sejak Gerald mengambil alih resort. Sudah beberapa kali Agnes tersandung masalah ringan yang disebabkan hal teknis ataupun karyawan yang kerap ia andalkan.

Entah sebuah kesialan atau memang ia tidak becus bekerja, semua terjadi tidak sesuai perkiraan Agnes. Padahal, sebelum Gerald datang, Agnes merasa pekerjaannya sangat menyenangkan dan semua sistem berjalan sempurna bagi dirinya.

Agnes meremat kedua sisi rambut kepalanya. Ia mencengkeram kuat, terlalu sakit denyutan kepalanya, memikirkan tekanan Gerald dan dipermalukan di depan banyak orang pagi hari itu.

Sahutan kebencian silih berganti, masuk dalam memori Agnes. Bentakan Gerald kali pertama dalam hubungan mereka, membuat tubuh Agnes remuk.

Bahkan, beberapa tahun mencoba kuat, menata hati dan kembali hidup damai. Semua seolah dirasakan Agnes semakin hancur.

Agnes dicaci maki orangtua kandung, lalu pergi dan membesarkan putranya sendirian.

Perempuan itu diusir dari rumah, meninggalkan segala fasilitas dan merasa menjadi sosok sebatang kara tanpa siapa pun.

Di lain sisi, ruang kamar Gerald diisi lenguhan seorang perempuan di bawah tubuh Gerald.

Pria itu bergerak cepat, menuntaskan hasratnya dalam balutan amarah. Ucapan tegas sarat tantangan balik itu terus terngiang di telinga Gerald dan membuat napas Gerald tidak pernah stabil sejak siang tadi.

“Aku akan tunjukkan seberapa murahannya tubuhku untuk kamu nikmati, Gerald. Asalkan posisiku tetap aman di aset keluargamu ini.”

“Lagipula, aku lebih dari cukup berpengalaman untuk memuaskan seorang pria seperti kamu.”

“Berengsek!”

Gerald menarik tubuh bersama miliknya yang sebentar lagi akan mendapati gelombang kenikmatan bagi ia dan perempuan seksi di bawahnya.

Namun, telinganya berdengung dan membuat perasaannya menjadi tidak keruan. Agnes menghancurkan pikiran dan suasana hati Gerald.

“GERALD?!”

“Apa yang kamu lakukan, Sayang?!”

Gerald tidak menggubris ucapan tersebut.

Ia menarik kasar helaian bawahnya yang teronggok di bawah ranjang, membawa cepat barang tersebut ke kamar mandi.

Umpatan kasar dari perempuan cantik yang juga sudah menanggalkan pakaiannya mengisi keheningan ruangan.

Tidak sampai lima menit Gerald sudah keluar dengan tatapan dingin, membalas datar sorot kesal perempuan yang hanya memakai underware hitam itu. “Kita ingin bercinta, kan?”

“Aku datang jauh-jauh dari Amerika, khusus menemui tunanganku dan malam ini ... kamu seolah membuangku seperti jalang?”

“Pekerjaanku membuat suasana hatiku memburuk.”

“Tolong pahami keadaanku, Jiera.”

Tatapan kesal Jiera—perempuan seksi—berstatus tunangan Gerald berubah bingung. Ia menatap pria-nya yang memang memperlihatkan rasa lelah, mengambil duduk di sofa tidak jauh dari sisi ranjang.

Dada bidang itu menjadi bagian panas yang selalu ingin dipuja Jiera ketika bercinta bersama Gerald. Tapi ia harus mengesampingkan ego, memilih turun dari ranjang dan berada di pangkuan tunangannya. “Apa yang terjadi sama kamu hari ini, Sayang?”

Kedua telapak tangan lembut itu menangkup paras tampan Gerald. Ia tersenyum manis saat Gerald masih meliriknya sekilas, sebelum membuang pandangan.

“Masalah pekerjaan,” balasnya memberitahu lagi.

“Ck! Sampai kamu mengabaikan percintaan kita? Seharusnya hal ini menjadi pelepas penat kamu, Sayang. Aku bisa membuat kamu melupakan stres dan besok masalah kamu akan segera selesai.”

“Papi bilang, pekerjaan kamu sangat bagus dan beliau sangat yakin aset ini layak kamu pegang.”

Senyum manis Jiera perlihatkan. Perempuan berdarah Indonesia yang bekerja di Amerika itu baru mengetahui tunangannya mengambil salah satu aset keluarga Ogawa. Karena Gerald sudah memiliki kekayaannya sendiri atas usaha pria itu sejak muda dan di bangku kuliah.

Tapi tetap saja, Gerald sebagai anak dan memiliki status dan posisi sebagai anak tunggal akan tetap mewarisi seluruh kekayaan orangtuanya.

“Aku nggak bisa menikmati percintaan kita seperti biasanya.”

Embusan napas lelah itu dikeluarkan Jiera.

Ia tahu ini tidaklah tepat. Bahkan, ia sudah mengenal Gerald lebih dari delapan tahun lalu. Sekali pria itu mengatakan tidak, maka ucapan itu tidak akan pria itu ubah sama sekali.

“Baiklah,” balas Jiera mengecup sudut bibir Gerald.

Gerald melihat punggung Jiera menjauh, membungkuk dan mengambil dress yang berserakan.

Pria itu mengganti pakaian, memilih keluar unit meninggalkan Jiera yang masih berada di kamar mandi.

Langkahnya menuntun Gerald keluar area resort, menginginkan sepi untuk dirinya sendiri, meskipun di sisi kirinya dentuman kuat terus saja dinikmati banyak orang.

Resort ini sangat strategis dengan keindahan alam, termasuk kapal yang selalu berlayar dan memiliki spot menarik untuk wisatawan pagi sampai sore hari.

Bahkan, di pulau seberang, masih menjadi aset keluarga Gerald; penginapan dan tempat menarik lainnya di sana dalam bentuk villa yang akan mendekatkan atmosfer dengan alam.

Gerald memicingkan mata sambil memelankan langkah kaki saat ia berpapasan dengan Agnes. Ia melihat ada sorot rapuh, sebelum akhirnya perempuan itu berdiri di hadapan Gerald, menyorot tajam.

Mata perempuan itu sedikit sembab. Gerald mengabaikannya dengan tatapan datar. “Aku selalu membenci pertemuan kita.”

Ia terlalu malas menikmati angin pantai saat mendapati Agnes juga berada di luar. Bukankah perempuan itu yang mengacaukan suasan hati Gerald? Ia ingin merasakan hangatnya milik Jiera, tapi semua hancur dengan kalimat yang terngiang begitu memuakkan Gerald.

Agnes tersenyum miring, menyembunyikan perih yang menyayat terus menerus. “Kamu nggak perlu khawatir, Ge.”

“Setelah aku berpikir runut dan lebih jauh. Aku sadar, kalau sampai kapan pun, pekerjaanku akan dicari celah kesalahan sama kamu.”

Tawa kecil itu membuat kedua tangan Gerald terkepal. Agnes tersenyum kecil dengan anggukan pelan. “Posisiku nggak bakal diambil alih siapa pun, kan? Asalkan tubuhku bisa kamu cicipi semalam?”

“Secepatnya aku bakal menuntaskan keinginan kamu.”

Manik keduanya bersitatap lekat.

Agnes telanjur dibenci, dihina untuk selalu dipandang rendah Gerald. Jadi, ia memutuskan jika dirinya akan menuruti permintaan mantan kekasihnya.

“Kamu hanya perlu bersabar sedikit. Akhir pekan nanti, keinginan kamu akan aku penuhi,” lanjut Agnes tajam dan meninggalkan Gerald sendirian bersama debur ombak.

"Karena saat hari itu tiba, dia hanya akan terlihat sebagai seorang jalang. Bukan karyawan dengan posisi satu tingkat di bawah seorang Bapak Gerald Ogawa. Dia akan mendapatkan pengalaman terbaik dari mantan kekasihnya saat di SMA."

Perempuan itu membiarkan Gerald terpaku dengan ucapan Agnes yang langsung berlalu.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status