Share

2. Rakhan Mahawira

Author: Alice Gio
last update Last Updated: 2024-03-25 07:24:08

Mentari tidak bisa menghentikan aliran air matanya. Ia berharap ada seseorang yang melihat perlakuan orang-orang suruhan ayahnya itu dan menyelamatkan Arya yang sudah tidak berdaya dari sungai dangkal. Serbuan rasa bersalah menyelimuti jiwanya. Secara tidak langsung ia sudah membahayakan nyawa Arya. Membiarkan Arya mencintainya, sama saja dengan menodongkan senjata api ke dahi pria itu. Siap meletus kapan saja.

Setelah tiga jam menempuh perjalanan dan bergelut dengan rasa sakit yang menggerogoti seluruh jiwa dan raganya, Mentari tiba di kediaman Lucian Sagara, ayah Mentari.  Mentari sudah tidak sanggup untuk berdiri. Tubuh dan jiwanya terlalu lelah untuk menghadapi dunia dan Mentari jatuh pingsan saat akan keluar dari mobil.

"Arya!" Mentari membuka matanya. Jantungnya berdegup kencang mengingat bayangan wajah sang kekasih. Perlahan, air bening mengucur dari kedua ujung matanya. Mentari bangkit lalu duduk sambil memeluk lututnya di atas ranjang. Ia sudah kembali ke rumah sang penguasa. Sakit dan perih di hatinya kembali meraja.

"Arya, maafkan aku ...," ucapnya lirih.

Perjuangan cintanya dengan Arya harus pupus dan berakhir dengan kehilangan Arya setelah perkelahian pria itu dengan orang-orang suruhan ayahnya. Mentari sangat menyesal telah memberi ide konyol pada Arya untuk kawin lari. Ia tahu ayahnya tidak akan pernah menyetujui hubungan cintanya dengan pemuda itu. Oleh sebab itu, ia dan Arya memutuskan untuk melarikan diri.

Menjadi putri Lucian Sagara adalah kutukan untuk Mentari. Meskipun sudah bertahun-tahun mantan preman nomer satu dan yang paling ditakuti di atas bumi Jakarta itu telah beralih profesi menjadi pengusaha tambang batu bara, tetapi sikapnya masih belum berubah. Ia masih selalu memaksakan kehendaknya pada orang lain, termasuk putrinya sendiri.

"Akhirnya kau bangun." Suara berat Lucian memecah keheningan.

Mentari menatap tajam ke arah pria berambut perak yang berdiri di ambang pintu. Amarah meledak-ledak memenuhi kepala dan menimbulkan semburat merah di wajahnya yang putih mulus. Ia turun dari ranjangnya lalu berjalan ke arah pria aristokrat itu.

"Papa jahat! Kenapa Papa harus membunuh Arya?! Apa salah Arya?!" teriak Mentari tak bisa menyembunyikan kemarahannya pada pria tua itu.

Lucian mendekati Mentari. Pria berusia lima puluhan yang masih tampak gagah itu menyampirkan tangannya ke pundak Mentari. "Salahnya adalah membawa kabur anakku satu-satunya dan calon istri Rakhan."

"Rakhan, Rakhan, dan Rakhan! Selalu dia yang menjadi alasan. Aku tidak mau menikah dengan Rakhan! Tidak mau!" Mentari melangkah mundur dan membiarkan tangan Lucian lepas dari pundaknya. "Apa hebatnya dia sampai Papa tega membunuh Arya dan memintaku menikah dengannya? Utang apa Papa sama si Rakhan itu?!"

"Mentari!" bentak Lucian, "sejak lahir kau sudah terikat dengan Rakhan dan selamanya kau akan tetap menjadi miliknya. Siapa pun yang menghalangi takdir itu, wajib pergi. Termasuk kekasih tidak bergunamu itu. Asal kau tahu, aku tidak membunuhnya."

"Tapi, orang-orang Papa membuangnya ke sungai. Aku melihatnya sendiri, Pa," pangkas Mentari dengan suara bergetar lantaran menahan geram dan sedih secara bersamaan. Air mata kembali meleleh membasahi wajahnya. "Papa jahat! Aku tidak mau menikah dengan Rakhan."

Lucian berdecak kesal. Ia tidak mau lagi menjelaskan panjang lebar alasan Mentari harus menikah dengan putra keluarga Mahawira. "Suka atau tidak besok kau akan menikah dengan Rakhan."

"Apa?!!!" Mentari membelalak lalu berlari menuju meja kecil di samping ranjangnya. Gadis itu menarik laci, mengeluarkan pistol berjenis Glock, dan kemudian mengarahkan pistol itu ke pelipisnya. "Aku akan menikah dengan Rakhan saat sudah menjadi mayat."

"Kau jangan bodoh, Mentari! Semua sudah diatur. Jika kau memaksa untuk membunuh dirimu sendiri, silakan. Kita akan mati bersama. Kau dengan peluru bedebah itu dan aku akan mati di tiang gantungan. Kau sungguh anak yang tahu diuntung," sindir Lucian dengan nada geram.

Tangan Mentari bergetar. Titik-titik keringat mulai muncul di dahi dan di atas bibirnya. Ia bisa saja langsung menekan pelatuk pistol yang mengarah ke pelipisnya. Namun, ucapan Lucian menahannya. Keluarga Mahawira bagai magnet yang mempunyai daya tarik luar biasa bagi ayahnya itu. Keluarga terkaya ke tujuh seAsia Tenggara itu sangat memengaruhi kehidupan Lucian dan keluarganya, bahkan sejak Mentari belum lahir. Meskipun begitu, Mentari tidak pernah mengenal mereka. Ia hanya mengetahui siapa mereka dari majalah gosip, koran, dan media sosial.

"Aku sudah tidak punya apa-apa untuk dipertahankan, Papa. Papa sangat egois. Papa hanya mementingkan kepentingan Papa sendiri! Papa sudah membunuh Arya-ku!" jerit Mentari dengan suara serak dan tertahan.

"Hidup tidak melulu tentang cinta, Mentari." Lucian berbalik dan menahan langkahnya sebelum ia berjalan keluar dari kamar Mentari. "Jika kau mau mati, mati lebih baik untuk gadis pengecut yang tidak tahu berterima kasih sepertimu."

Napas Mentari tersengal. Tubuhnya bergetar menahan dera sakit yang menusuk-nusuk hati. Wajah pucatnya basah oleh air mata. Harapannya untuk menjadi wanita yang kuat, pupus. Tekanan demi tekanan yang ia rasakan membuatnya semakin cengeng dan terpuruk. Tubuh Mentari lemas lalu melorot, terduduk di lantai. Keputusan terpahit harus ia ambil.

***

Rakhan mengencangkan dasinya. Iris cokelat terangnya menatap tajam bayangan dirinya di cermin. Bodoh sekali ia mau melakukan pernikahan konyol ini, pikirnya. Ia bahkan tidak mengenal Mentari. Hanya karena permintaan yang merujuk pada perintah ayahnya, ia harus menikah dengan bocah ingusan itu. Di usianya yang menginjak 33 tahun, ia dipaksa untuk menghadirkan penerus keluarga Mahawira. Usia yang sangat produktif untuk menciptakan penerus keturunan Mahawira.

"Bagaimana menurutmu tentang pernikahan bodoh ini, Mawar?" tanya Rakhan pada seorang wanita cantik yang mengenakan one shoulder dress merah di atas lutut—yang sedari tadi memperhatikannya dari ambang pintu.

"Jika saja aku laki-laki, Ayah tidak akan memintamu untuk melakukan pernikahan ini. Ayah hanya menginginkan penerus keluarga ini dan hanya kau yang mampu memberikannya. Meskipun aku sudah punya anak, anakku memiliki nama belakang keluarga suamiku. Ayah hanya ingin punya cucu yang mempunyai nama belakang Mahawira." Mawar melangkah masuk sambil terus memandangi Rakhan.

"Keinginan Ayah sedikit berlebihan dan aneh," gerutu Rakhan, "jika ia hanya menginginkan cucu dengan nama belakang Mahawira, aku bisa memberikannya selusin tanpa harus menikah."

Mawar mengangkat sebelah ujung bibirnya tersenyum getir. "Pikiran Ayah tidak semodern kau, Rakhan. Ia pria yang masih berpikiran kolot yang menginginkan anak-anaknya menikah dengan anak-anak orang terhormat dan memberinya banyak cucu."

Pendapat Mawar tentang ayah mereka membuat Rakhan tertawa dengan nada sinis. "Apakah bocah ingusan itu anak orang terhormat? Dia hanya anak seorang kriminal yang berlindung di balik harta kekayaan hasil premanisme."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   86. Memilih Percaya

    Setelah kejadian siang tadi, Rakhan merasa ada beban yang terangkat dari pundaknya. Namun, sebagian dari dirinya tetap merasa gelisah. Setibanya di rumah, ia mendapati Mentari yang sedang duduk di ruang tamu sedang menidurkan Arga di pangkuannya. Kehangatan yang terpancar dari pandangan Mentari selalu menjadi penghiburan bagi Rakhan, meskipun malam itu ia tahu bahwa berita yang akan disampaikannya bukanlah sesuatu yang ringan.Rakhan melepas jasnya dan berjalan mendekati Mentari. Ia mengecup bibir Mentari, lalu dahi Arga. Semampunya Rakhan mencoba tersenyum seakan-akan tidak ada yang terjadi. Namun, Mentari tahu ekspresi Rakhan tidak seperti biasa. Wanita itu bisa merasakan ada sesuatu yang mengganjal dari cara Rakhan menatapnya.“Kau baik-baik saja?” tanya Mentari penuh kuriositas sambil menepuk-nepuk paha Arga yang mulai tertidur pulas. Tatapannya penuh dengan kekhawatiran meski ia berusaha terlihat tenang.Rakhan mengambil napas dalam-dalam, lalu duduk di sebelahnya. “Ada sesuatu

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   85. Serangan Tak Terduga

    Rakhan mengecup pipi Mentari, lalu berkata pelan di telinganya, “Sampai bertemu sore nanti.”“Hubungi aku kalau kau ada meeting dadakan, ya,” ucap Mentari sambil menurunkan Arga dari gendongannya.“Tentu saja.” Sekali lagi Rakhan mengecup pipi Mentari. “Aku pergi. I love you.”“Aku juga. Hati-hati di jalan.”Usai makan siang bersama Mentari, Rakhan kembali ke kantornya. Siang itu, Jakarta tampak begitu terik, tetapi Rakhan hampir tidak merasakannya. Pikirannya kembali dijejali berbagai urusan pekerjaan, terutama proyek yang melibatkan Annika. Namun, tak dapat dipungkiri, sosok Evander pun kerap muncul di benaknya sejak pertemuan mereka. Ia masih meragukan pria itu meskipun kredibilitasnya sebagai pengacara profesional tidak diragukan lagi. Tanpa ia sadari, mobil yang dikemudikan sopirnya sudah hampir setengah perjalanan. Mereka baru saja berhenti di perempatan ketika tiba-tiba dua orang pria berhelm yag mengendarai sepeda motor sport mendekat ke jendela mobilnya. Rakhan yang tengah a

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   84. Sedikit Insecure

    Rakhan duduk di belakang meja kerjanya. Pandangannya menembus jendela kaca yang memperlihatkan pemandangan kota dari ketinggian. Sementara itu, pikirannya dipenuhi dengan informasi yang baru saja diterima. Drew datang ke kantornya pagi itu dengan sebuah rahasia yang selama ini tersembunyi dalam bayang-bayang keluarga Annika.“Evander adalah saudara sepupu Annika,” kata Drew sambil meletakkan map di meja Rakhan. “Anak dari adik tiri ayahnya yang tidak pernah dipublikasikan. Keluarga mereka merahasiakan hubungan itu, karena ibu Evander dan kakak ayahnya Annika tidak pernah menikah.”Rakhan menggenggam tepi meja, mencerna kata-kata Drew dengan hati-hati. “Pantas aku tidak menemukan informasi apa pun tentang hubungan mereka di media sosial dan situs pencarian. ”“Benar,” sahut Drew. “Mereka punya ikatan keluarga yang cukup rumit. Itu sebabnya hubungan mereka disembunyikan. Oh, iya. Kau juga harus tahu bahwa Evander itu seorang duda. Mantan istrinya orang Jerman. Mereka bercerai tiga tahun

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   83. Sedikit Kecewa

    Rakhan pulang lebih larut dari biasanya. Pekerjaan di kantor membuatnya kelelahan, tetapi begitu membuka pintu, kehangatan yang familiar segera menyambutnya. Cahaya lampu yang terang dan cerah, aroma harum masakan yang masih tersisa di udara, dan yang paling menyenangkan, Mentari sudah berdiri di ambang pintu dengan senyuman manis yang selalu membuatnya merasa tenang.Mentari berjalan mendekat dan seperti kebiasaannya, ia memberikan ciuman lembut di pipi Rakhan. “Selamat datang, sayang,” bisik Mentari dengan lembut.Rakhan tersenyum, merasakan sejenak kehangatan itu. “Selalu menyenangkan pulang ke rumah,” jawabnya pelan sambil membelai lembut rambut Mentari. Seketika, rasa lelahnya menjadi berkurang.“Aku sudah memasak makanan favoritmu, sup asparagus kepiting.” Mentari mengumumkan menu makan malam yang telah disajikannya di atas meja makan.“Wah, makan besar nih!” Rakhan menanggapi dengan antusias. “Kalau begitu, aku mandi dulu. Nanti kita makan bareng.”“Jangan lama-lama, ya. Aku su

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   82. Masih Merasa Ada Ganjalan

    Sore itu, rumah Mentari dan Rakhan dipenuhi dengan kehangatan. Arga sedang bermain di tengah ruang keluarga, sementara Mentari dan Rakhan duduk di sofa sambil menikmati teh hangat. Angin sepoi-sepoi dari jendela yang terbuka membawa suasana tenang. Untuk beberapa saat, mereka bisa melupakan kesibukan dan drama di luar sana.Namun, ketenangan itu segera terganggu ketika suara bel pintu berbunyi. Mentari menatap Rakhan dengan sedikit heran. Mereka tidak sedang menantikan tamu sore ini.“Siapa ya kira-kira?” tanya Mentari sambil berdiri dan menuju pintu.Rakhan mengangkat bahu dan melirik Arga yang masih sibuk bermain, lalu dia berdiri mengikuti istrinya. Ketika Mentari membuka pintu, mereka mendapati Annika berdiri di sana bersama seorang pria bertubuh tinggi yang tidak lain adalah Evander."Annika? Evander?" Mentari terkejut, tapi senyumnya tetap ramah. "Apa yang membawa kalian ke sini?"Annika tersenyum dan mengangkat sebuah bingkisan di tangannya. "Kami datang untuk mengucapkan terim

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   81. Bukan Peduli

    Rakhan menatap Aldy dengan tajam. "Ketika kau menyakiti seseorang, itu menjadi urusan semua orang. Apalagi kalau dia orang yang aku kenal."Annika terduduk di atas paving block. Kedua tangannya bertumpuk menutupi pipinya yang bengkak sambil menangis. Mentari dengan cepat berjongkok di samping Annika, memeriksa keadaan wanita itu. “Kau baik-baik saja?” tanyanya penuh kekhawatiran.Annika menoleh pelan ke arah Mentari. Sambil terisak-isak, wanita itu berkata dengan suara bergetar dan jelas sekali ia sedang menyembunyikan rasa sakitnya. “A-aku nggak apa-apa.” Aldy melangkah mendekat, masih marah, tapi Rakhan berdiri tegak di depannya, seperti dinding pelindung yang tidak mungkin ditembus. "Pergilah sebelum situasi ini menjadi lebih buruk buatmu," kata Rakhan dingin dan dengan nada mengancam yang jelas.Aldy tampak ragu sejenak. Ekspresi wajahnya terlihat mengeras. “Dia tunanganku. Aku punya hak atas dia!”Rakhan tidak bergeming, hanya menatap Aldy dengan mata yang penuh amarah. "Kau ti

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   80. Dekat Karena Terpaksa

    Mentari mengambil napas dalam-dalam, menenangkan degup jantungnya yang terasa berantakan. Setelah beberapa detik yang terasa begitu panjang, ia memutuskan bahwa menunggu tanpa kepastian hanya akan membuat pikirannya semakin semrawut. Tanpa berpikir panjang, ia berbalik dan melangkah menuju gerai kopi tempat Rakhan dan Annika duduk. Suara langkah kakinya terasa begitu berat, seakan-akan setiap langkah membawa sejuta pertanyaan yang menunggu jawaban.Ketika Mentari tiba di depan meja mereka, Rakhan yang awalnya fokus pada pembicaraannya dengan Annika, mendongak dan terkejut melihat kehadirannya. Dalam sekejap ekspresi serius di wajahnya berubah menjadi bingung. Namun, itu hanya sesaat sebelum akhirnya menyambut Mentari dengan senyum."Tari? Kamu di sini?" Rakhan bertanya, suaranya terdengar tenang tapi menyimpan keheranan.Annika yang duduk di hadapan Rakhan tersenyum manis menyambut istri sang mantan. "Hai, Mentari. Lama tak bertemu."Mentari memaksakan diri tersenyum, berusaha menjaga

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   79. Pertemuan dengan Sang Mantan

    "Arga sudah tidur?" Rakhan bertanya pelan, mengintip dari balik pintu kamar.Mentari mengangguk sambil menepuk-nepuk punggung putra mereka yang baru saja terlelap. "Iya, baru saja."Rakhan mendekat, duduk di tepi ranjang sambil mengamati wajah kecil Arga. "Dia sudah semakin besar. Cepat sekali waktu berlalu."Mentari tersenyum tipis. "Iya, rasanya baru kemarin aku menggendongnya untuk pertama kali."Keluarga kecil Mentari dan Rakhan telah menemukan ritme kebahagiaan mereka. Kehadiran Arga, putra mereka yang kini genap berusia satu tahun, melengkapi segala yang pernah diimpikan Mentari. Meski terkadang malam-malam panjang diisi tangisan bayi dan kelelahan, bagi Mentari, setiap detik bersama Arga dan Rakhan merupakan kebahagiaan tersendiri. Rakhan, meski jarang bisa menunjukkan sisi romantisnya, ia selalu membuat hari-hari Mentari penuh dengan kejutan kecil yang manis. Sebuah pelukan tiba-tiba, hadiah yang sederhana tapi bermakna, atau sekadar ikut begadang di sampingnya saat Arga sedan

  • Jebakan Pernikahan CEO Dingin   78. Kelahiran Sang Buah Hati

    Gemuruh emosi mendadak memenuhi dada dan membuatnya sesak napas. Berusaha tetap tenang, Mentari melontarkan tanya tanpa emosi berlebihan, “Kau masih berhubungan dengannya?”“Ada pekerjaan yang mengharuskan aku tetap terhubung dengannya.” Rakhan menjelaskan dengan hati-hati.Sementara itu, ponsel Rakhan terus berdering membuat telinga Mentari tidak nyaman. Mentari mengembus napas. Wanita itu tidak bisa menyembunyikan kekesalannya hingga ia hanya diam.“Tari ....”Mentari mengembus napas. Mencoba untuk bersikap dewasa memang tidak mudah tapi perlu dicoba. “Angkat saja.”“Kau yakin?”“Iya.”

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status