Home / Romansa / Jebakan Pernikahan Sang Miliuner / Bab 4: Kebohongan Tatiana Demi Gengsi

Share

Bab 4: Kebohongan Tatiana Demi Gengsi

Author: Vivits
last update Last Updated: 2025-01-16 22:09:58

Tatiana berdiri di depan mesin ATM, jarinya gemetar saat menekan nomor PIN. Namun, layar yang muncul hanya bertuliskan "Rekening Anda Diblokir". Wajahnya berubah memerah, napasnya terasa sesak. "Bagaimana bisa?!" ia mengumpat keras, menarik rambutnya dengan frustrasi. "Papa bodoh itu… Kenapa aku harus hidup seperti ini?!"

Sejak ayahnya memblokir rekeningnya karena dianggap terlalu boros, hidup Tatiana berubah drastis. Tidak ada lagi belanja di butik-butik mewah atau makan di restoran mahal. Semua yang ia anggap biasa, kini hilang begitu saja. Tak hanya itu, kartu kreditnya juga dibekukan.

Namun Tatiana tak pernah menyerah begitu saja. Dia tidak akan membiarkan hidupnya jatuh ke tangan takdir. Dengan wajah dingin, ia menatap koleksi perhiasannya yang tergeletak di meja rias. Sebuah kalung berlian yang ia pakai setiap hari. Sebuah cincin dengan batu rubi merah yang selalu membuatnya merasa berkelas. Satu per satu, ia mulai menjualnya. Tak cukup hanya itu, saat semua orang di rumah terlelap, Tatiana memutuskan untuk menyusup ke kamar ibu mertuanya. Dengan gerakan hati-hati, ia mengambil cincin berlian milik ibu mertuanya. Ini satu-satunya cara agar ia bisa kembali ke kehidupan lamanya.

Setelah mendapatkan uang yang cukup, Tatiana langsung menuju pusat perbelanjaan. Pakaian mewah, sepatu berkilau, dan tas desainer—semua yang ia perlukan untuk kembali merasa seperti dirinya yang dulu. Setelah itu, malamnya ditutup dengan kegembiraan di klub malam elit tempat teman-temannya biasa berkumpul. Wajah Tatiana yang semula suram kini penuh senyuman, meski di dalam hatinya ia masih merasa cemas.

"Senang akhirnya bisa kembali ke sini," Tatiana berkata dengan penuh kepercayaan diri, meski sebenarnya ia tengah menyembunyikan kegelisahan yang menggerogoti dirinya. Teman-temannya yang terkesan dengan penampilannya tak henti-hentinya memujinya.

"Wow, Tania, kamu makin cantik aja! Lihat nih, tas barunya, sepatu barunya, bener-bener luar biasa!" salah satu teman perempuan memuji dengan semangat.

Tatiana tersenyum bangga, berusaha mengesampingkan kekhawatiran di hatinya. "Terima kasih, semua ini baru saja aku beli. Harus tetap tampil sempurna, kan?"

Namun, teman-temannya masih penasaran, ada satu pertanyaan yang menggantung di udara. "Jadi, suami kamu kerja apa, Tania? Dengar-dengar dia itu pengusaha kaya, ya?" Tanya salah satu temannya, mencoba mencari tahu lebih jauh.

Tatiana hampir terlontar kebohongan dengan cepat. "Oh, ya. Suamiku itu pengusaha tambang terkenal. Banyak sekali proyeknya, dan dia benar-benar sukses," jawabnya, berusaha untuk terdengar percaya diri, meski hatinya berdebar kencang.

Namun, sebelum teman-temannya sempat memberi reaksi, sebuah suara datang dari belakang mereka. "Oh, pengusaha tambang? Lucu banget, Tania," suara itu mengganggu ketenangannya. Tatiana menoleh dengan gelisah. Gadis itu adalah Kaila Geraldin, musuh bebuyutannya.

Kaila tersenyum sinis, pura-pura tidak mendengar apa yang Tatiana katakan sebelumnya. "Hah, jadi suamimu itu pengusaha tambang? Lucu ya, karena yang saya dengar dia itu bekerja di housekeeping hotel yang gajinya setara sama makanku sehari. Itu informasi yang saya dapat dari pelayan rumah kamu sendiri," sindir Kaila, suaranya tajam dan penuh ironi.

Tatiana merasa wajahnya memanas, tubuhnya kaku. Semua senyum dan kebohongannya tiba-tiba terasa seperti racun yang merasuki dirinya. "Kail... Kalian pasti salah dengar," Tatiana mencoba menjelaskan, tapi suaranya terputus, hampir tak terdengar.

Teman-temannya yang tadinya terpesona kini terlihat ragu, menatap Tatiana dengan penuh tanda tanya. "Apa yang sebenarnya terjadi, Tania? Kok bisa kamu menikahi seorang staf hotel miskin gitu?" tanya salah satu dari mereka, suaranya dipenuhi rasa penasaran yang sudah berubah jadi keraguan.

Tatiana terdiam, wajahnya semakin memerah. Ia merasa hancur. Semua yang ia banggakan kini berbalik menyerangnya. "Aku… aku rasa kalian salah informasi. Suamiku memang pengusaha, kalian salah dengar!" jawabnya, tapi suaranya tidak cukup meyakinkan.

Melihat Tatiana yang semakin terpojok, teman-temannya mulai tertawa mengejek. Mereka semua tahu bahwa kebohongan itu akhirnya terungkap. Tatiana hanya bisa diam, merasa tak berdaya, terjebak dalam kebohongan-kebohongan yang telah ia buat sendiri.

"Sialan!" Tatiana berbisik pelan, tapi tidak ada yang mendengarnya. Wajahnya sudah penuh dengan rasa malu yang tak tertahankan. Teman-temannya mulai saling berbisik, mengolok-olok dirinya tanpa rasa empati.

Tatiana merasa dunia sekitarnya berputar, tidak ada lagi yang bisa ia lakukan. "Aku pergi," kata Tatiana, suaranya pecah. Tanpa memberi kesempatan kepada siapapun untuk merespon, ia berdiri dan melangkah keluar dari klub dengan langkah terburu-buru, hatinya dihantui rasa malu yang mendalam.

Ia melangkah cepat, tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang melihatnya. "Kenapa aku harus hidup seperti ini?" Tatiana bergumam, matanya mulai berkaca-kaca. Dunia yang ia bangun sendiri kini runtuh, dan tidak ada yang bisa ia lakukan untuk memperbaikinya.

---

Tatiana berjalan tergesa-gesa, napasnya tersengal, seperti dunia telah runtuh di atasnya. Setibanya di rumah, ia langsung menuju kamar dan membanting pintu dengan keras, tak peduli apakah ada yang mendengar. Begitu pintu tertutup, ia terjatuh ke lantai, tangisnya pecah tanpa bisa ditahan.

Air matanya mengalir deras, seperti sebuah bendungan yang akhirnya jebol. Tatiana menangis sejadi-jadinya, perasaan malu dan marah bercampur jadi satu. Ponselnya yang sebelumnya ia pegang, kini tergeletak di sampingnya, layar yang memantulkan pesan-pesan yang semakin memperburuk suasana hatinya.

“Tatiana, masa sih kamu nikah sama staf hotel?”

“Wah, bener ya kata Kaila, itu cowok cuma kerja di housekeeping, nggak layak buat kamu, Tatiana!”

Pesan-pesan itu terus menghantui benaknya. Teman-temannya mulai mencibir dan menertawakan dirinya di grup chat, bahkan tanpa rasa belas kasihan. Tatiana merasa seperti semua yang ia banggakan selama ini runtuh dalam sekejap. "Bodoh! Kenapa aku bodoh banget sampai bisa menikah dengan orang seperti Paulios!" Tatiana berteriak, marah pada dirinya sendiri.

Ia melihat ponselnya dan langsung melemparnya dengan penuh kebencian. Ponsel itu terlempar jauh ke dinding, pecah berkeping-keping. Suara pecahan itu terdengar jelas, tetapi hatinya malah terasa semakin kosong.

Tatiana terus menangis, menyalahkan Paulios atas semua rasa malu yang ia alami. "Jika dia bukan staf hotel, mungkin aku tidak akan dipermalukan seperti ini!" Tatiana terisak, menyalahkan suaminya yang selama ini ia anggap tak lebih dari seorang laki-laki biasa. "Kenapa hidupku jadi begini? Kalau saja dia pengusaha seperti yang aku inginkan, aku pasti tak akan dihina seperti ini!"

Saat itu, Paulios baru saja pulang kerja, tubuhnya tampak lelah. Begitu memasuki rumah, ibunya langsung memberitahunya dengan khawatir, "Tatiana tadi pulang dalam keadaan menangis, Nak. Tapi, aku nggak tahu kenapa."

Paulios hanya mengangguk, meskipun raut wajahnya tetap tenang. "Aku akan coba bicara padanya."

Ia berjalan ke kamar Tatiana dan mengetuk pintu perlahan. "Tatiana, bisa aku masuk?" suaranya tetap tenang, tapi ada keraguan dalam hatinya. Tatiana yang sudah terbaring di tempat tidur dengan wajah tertutup bantal, tak menjawab. Paulios membuka pintu perlahan dan masuk.

Tatiana mengangkat wajahnya, matanya merah karena menangis. "Apa yang kamu mau, Paulios?" suaranya terdengar serak, penuh kebencian.

Paulios duduk di tepi tempat tidur, mencoba untuk tidak terlalu mendekat. "Kenapa kamu menangis, Tatiana? Apa yang terjadi?" tanyanya pelan.

Tatiana mengangkat wajahnya, melotot dengan kemarahan yang sudah memuncak. "Kamu tanya apa yang terjadi? Kau benar-benar tidak tahu apa yang terjadi padaku, ya? Teman-teman elitku itu, mereka mengolok-olokku! Kaila Geraldin, anak pemilik hotel Estate Dationa, dia bilang kalau aku menikah sama staf hotel miskin! Kamu tahu itu?!!"

Tatiana meluapkan segala kemarahannya, tubuhnya bergetar karena emosi. "Kamu itu staf hotel, Paulios! Kalau saja kamu pengusaha kaya, aku nggak akan dipermalukan seperti ini. Aku jadi bahan tertawaan di depan teman-temanku!" air matanya mulai mengalir lagi, meskipun ia mencoba menahannya.

Paulios hanya terdiam sesaat, menatap Tatiana dengan wajah serius namun sabar. "Hidup itu penuh dinamika, Tatiana. Ada kalanya kita di atas, dan ada kalanya kita di bawah. Teman-temanmu mungkin sedang di atas sekarang, tapi itu tidak akan selamanya. Hidup itu berputar, dan kamu harus siap untuk segala kemungkinan."

Tatiana mendengus, tapi tidak berkata apa-apa. Paulios melanjutkan dengan lebih tegas. "Jangan terlalu malu. Kamu yang ada di bawah sekarang, tapi kalau kamu bisa mendukung aku, mungkin nanti kita akan ada di atas bersama-sama."

Namun, Tatiana justru semakin marah dan menolak mendengarkan. "Aku tidak mau dengar! Aku tidak ingin hidup seperti ini! Kamu hanya suami staf hotel yang nggak punya apa-apa! Pergi dari sini, Paulios!" Tatiana berteriak, memintanya untuk keluar.

Paulios hanya bisa menahan napas dan mengangguk pelan, meski hatinya merasa sakit mendengar kata-kata Tatiana. Ia tahu bahwa istrinya sedang terluka, tetapi ia tidak bisa memaksa jika Tatiana menolak untuk mendengarkan.

Tatiana mengunci dirinya di dalam kamar selama tiga hari penuh. Ia bahkan tidak mau keluar untuk makan, terlalu malu dan terlalu kecewa. Kata-kata ejekan teman-temannya terus bergema di pikirannya, membuatnya semakin terpuruk. Paulios yang melihat istrinya seperti itu berusaha membujuknya untuk makan, tetapi Tatiana hanya diam, tak mengindahkan usahanya.

"Kenapa kamu tidak mau makan, Tatiana? Kamu harus makan supaya tubuhmu kuat," kata Paulios, mencoba berbicara lembut, meskipun jelas ada perasaan terluka di hati.

Tatiana hanya menatapnya dengan tatapan kosong. "Aku tidak bisa keluar. Aku terlalu malu," jawabnya pelan, hampir tak terdengar.

___

Melihat istrinya yang semakin terpuruk, Paulios merasa cemas. Ia mungkin bukan orang yang bisa mengubah perasaan Tatiana dalam semalam, tetapi ia tetap merasa sedikit kasih sayang. Paulios pun akhirnya memutuskan untuk menelepon Azmir diam-diam

"Azmir, aku butuh bantuanmu. Jemput aku tengah malam, kirimkan orang untuk menjemputku. Ada yang perlu aku lakukan," kata Paulios, suaranya lebih serius daripada biasanya.

Azmir di ujung telepon terdengar penasaran. "Ada apa, Tuanku Paulios? Kenapa tiba-tiba ingin pergi?"

"Jangan tanya dulu. Aku akan jelaskan nanti. Jemput aku sekarang," Paulios meminta tegas, merasa tak sabar untuk melakukan sesuatu yang mungkin bisa membantu situasi ini.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 18 – KESENGITAN YANG MAKIN MENJADI

    Beberapa hari telah berlalu sejak Tatiana melemparkan berkas cerai ke wajah Paulios, tapi sampai sekarang, pria itu belum menandatanganinya. Kertas-kertas itu masih tersimpan rapi di meja kecil di sudut kamar, tidak tersentuh, seolah-olah Paulios tidak ingin mengakui keberadaannya. Setiap kali ia memandangnya, ada perasaan aneh yang menyeruak dalam dadanya. Ia tidak ingin melepaskan Tatiana. Tidak seperti ini.Namun, malam ini, batas kesabaran Tatiana akhirnya runtuh.BRAK!Pintu kamar terbanting keras saat Tatiana menerobos masuk tanpa permisi. Matanya menyala penuh amarah, sementara gaun merah yang ia kenakan melambai saat ia melangkah cepat mendekati Paulios, yang saat itu sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk.“Kau pikir kau sedang bermain drama konyol di sini, Paulios?!” suara Tatiana melengking tajam. “Kenapa kau belum menandatangani surat itu? Apa yang kau tunggu?!”Paulios mengangkat kepalanya, matanya lelah ta

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 17 – DIBAWAH BAYANGAN PENGHINAAN PERMINTAAN TATIANA

    Paulios membuka pintu rumah dengan langkah lambat, tubuhnya terasa letih setelah seharian bekerja keras. Wajahnya letih, penuh dengan pemikiran yang bergelut, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang berusaha tetap teguh. Ia menatap sekeliling, mengingat betapa sepi dan kosongnya rumah ini. Namun, tatapan matanya langsung tertumbuk pada sosok yang sedang duduk di ruang tamu. Tatiana, dengan gaun santai dan kuku yang sedang dilapisi cat merah muda cerah, duduk di kursi, tampak santai dan sedikit sombong.Tatiana tidak menoleh, tidak ada sapaan hangat atau perhatian apapun yang diberikan. Seolah-olah dunia mereka sudah benar-benar terpisah. Paulios mendekat, langkahnya berhenti sejenak di depan pintu, matanya masih memandangi wanita yang menjadi istrinya."Tatiana," suara Paulios terdengar berat, seperti ada beban yang terpendam di dalamnya.Tatiana baru menoleh, wajahnya tanpa ekspresi, hanya seulas senyum tipis yang tidak menyiratkan kehangatan. Tanpa b

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 16 – PENGHINAAN YANG MEMBAKAR AMARAH

    Suara pel basah yang menggesek lantai mengisi kesunyian di dalam ruangan kantor mewah itu. Paulios berdiri membungkuk, menggerakkan pel dengan gerakan lambat dan teratur. Tangannya terampil membersihkan lantai yang mengilap, wajahnya tenang tanpa ekspresi.Namun, ketenangan itu hancur saat sebuah berkas dilemparkan tepat ke arah wajahnya. Kertas-kertas berhamburan di lantai, berserakan di sekitar ember pel yang dibawanya. Paulios mengangkat kepala, menatap pria angkuh yang berdiri di depannya dengan senyum mengejek.Victor berdiri dengan tangan disilangkan di depan dada, ekspresinya penuh kesombongan. Matanya menyipit, bibirnya tersungging tipis. “Bereskan itu. Lantai ini harus bersih tanpa noda sedikit pun.”Paulios menghela napas pelan, menahan emosinya. Ia menundukkan kepala, bukan karena takut, melainkan karena menghormati atasannya. Dengan tenang, ia memunguti kertas-kertas yang berserakan di lantai. Tangannya bergerak perlahan, namun dalam benaknya,

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 15 – PENGHINAAN YANG MEMBAKAR HARGA DIRI

    Restoran mewah itu masih dipenuhi cahaya lilin temaram dan alunan musik klasik yang romantis. Namun, suasana di meja mereka begitu tegang dan mencekam. Mata Paulios tajam menatap Victor yang kini berdiri dengan senyum penuh kesombongan. Tatiana berdiri di samping Victor, wajahnya datar tanpa sedikit pun rasa bersalah.Victor memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dengan sikap angkuh. Ia memandang Paulios dari atas ke bawah, menilai pria itu seperti melihat sampah yang kebetulan melintas di depannya. Senyum sinis tersungging di bibirnya.“Jadi?” Victor mendekat, suaranya rendah namun penuh ejekan. “Kau mau bawa pulang Tatiana?” Ia melirik Paulios dengan pandangan meremehkan. “Mau bawa pakai apa? Bajai? Gocar? Taksi? Atau… jalan kaki?” Ia pura-pura berpikir, ekspresinya dibuat-buat seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu. “Berapa sih gaji seorang cleaning service sepertimu per bulan?”Tatiana terdiam, tidak ada niat untuk membela Paulios. Justr

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 14 – KEHORMATAN YANG TERNODA

    Restoran mewah itu dipenuhi cahaya temaram lilin yang berkilauan, memberikan suasana romantis dan hangat bagi setiap pasangan yang duduk di sana. Alunan musik klasik yang lembut berpadu sempurna dengan gemerincing gelas anggur yang saling bersulang. Di salah satu sudut ruangan, Tatiana duduk anggun dengan gaun elegan berwarna merah marun yang menonjolkan keanggunannya. Senyumnya merekah, matanya berbinar saat menatap pria di depannya—Victor. "Aku senang kita bisa makan malam bersama lagi," suara Victor terdengar dalam dan lembut. Ia menyunggingkan senyum tipis, memamerkan pesonanya yang tak pernah gagal membuat Tatiana terpesona. "Rasanya seperti mengulang masa-masa indah kita dulu." Tatiana tertawa kecil, memainkan ujung gelas anggur di tangannya. "Iya... aku juga merindukan saat-saat itu. Mungkin... kita bisa mengulanginya lagi?" Victor menaikkan alis, matanya berbinar nakal. "Kau menggodaku sekarang?" "Mungkin saja," Tatiana menjawab genit, menggigit bibir bawahnya. Victor tert

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 13 – CINTA YANG KEMBALI BERSEMI?

    Sebuah restoran mewah dengan lampu-lampu redup dan alunan musik klasik yang lembut menjadi saksi bisu pertemuan Tatiana dan Victor malam ini. Cahaya lilin yang berpendar di atas meja memberikan kesan hangat dan romantis, seolah semesta mendukung pertemuan mereka setelah sekian lama berpisah. Tatiana duduk dengan anggun, mengenakan dress berwarna merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya yang tergerai rapi membuatnya tampak semakin menawan. Di hadapannya, Victor duduk dengan tenang, mengenakan setelan jas yang terlihat mahal dan berkelas. Pria itu tersenyum tipis, menatap Tatiana dengan sorot mata yang sulit diartikan. Ada nostalgia di sana, tetapi juga sesuatu yang lebih dalam. "Aku tidak menyangka kita akan seperti ini lagi," ucap Victor sambil menuangkan anggur ke dalam gelas Tatiana. "Tatiana yang dulu tetap sama seperti yang kulihat sekarang. Cantik, manis, dan… menggoda." Tatiana tersenyum keci

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 12 – Kemarahan Yang Terbakar

    Matahari sudah mulai condong ke barat ketika Paulios melangkah masuk ke dalam rumah dengan ekspresi dingin. Hari itu ia pulang lebih awal, bukan karena ingin beristirahat, melainkan karena ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak pagi—Tatiana.Wanita itu masih saja bersikap seolah dunia berputar di sekelilingnya. Paulios ingin tahu apakah ia sudah mulai bertanggung jawab atau masih saja berkubang dalam kemanjaannya.Langkahnya mantap menuju dapur, di mana ia menemukan ibunya yang tengah membereskan meja makan. Dahi wanita itu dipenuhi keringat, rambutnya agak berantakan, dan pakaian lusuhnya jelas-jelas menunjukkan bahwa ia baru saja menyelesaikan pekerjaan berat.Paulios menyipitkan mata."Ibu." Suaranya dalam dan tajam. "Tatiana sudah melakukan tugasnya?"Sang ibu terdiam sesaat, sebelum akhirnya mengangguk dengan senyum tipis. "Ya, Nak. Tatiana sudah membantu."Paulios tidak segera menjawab. Matanya mengamati ibunya dari u

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 11 – RASA MARAH YANG TERPENDAM

    Keheningan terasa begitu menyesakkan di ruang tamu. Tatiana masih berdiri kaku, matanya sedikit bengkak akibat air mata yang ia tahan. Paulios sudah pergi, meninggalkannya dengan ancaman yang begitu menusuk harga dirinya. Di dapur, ibu mertuanya menatapnya dengan sorot iba. Wanita itu tahu Paulios memang keras, tapi ia juga tahu putranya hanya ingin mendidik istrinya agar tidak menjadi perempuan manja. Sang ibu menghela napas pelan sebelum melangkah mendekat. "Tatiana, Nak… sudahlah. Jangan keras kepala." Suaranya lembut, penuh ketulusan. "Paulios hanya ingin kau berubah, dia hanya ingin kau bisa menyesuaikan diri." Tatiana tidak menoleh, tidak menjawab. Matanya kosong menatap lantai, seolah pikirannya melayang entah ke mana. Tangannya masih mengepal di sisi tubuhnya, kuku-kuku jarinya menekan telapak tangan hingga memutih. Sang ibu mencoba tersenyum, berharap bisa mencairkan suasana. "Tidak ada salahnya membantu Ibu sebentar. Kau tidak perlu melakukan banyak hal, Ibu akan mene

  • Jebakan Pernikahan Sang Miliuner    BAB 10 – Peringatan Tegas

    Hari-hari berlalu, tetapi Tatiana tetap tidak berubah. Sikapnya semakin lancang, seolah ingin menunjukkan bahwa ia tidak akan tunduk pada siapa pun, termasuk suaminya sendiri. Setiap hari, ia hanya duduk di sofa empuk, menikmati hidupnya tanpa peduli pada keadaan rumah. Televisi selalu menyala, sementara tubuhnya bersandar santai dengan ekspresi bosan. Di dapur, ibu mertua sibuk menyiapkan makan siang, mengurus rumah seorang diri. Namun, Tatiana tidak berniat membantunya, apalagi bersikap hormat sebagai seorang menantu. Paulios berdiri di ambang pintu, mengamati istrinya yang terus berlagak seperti seorang putri. Rahangnya mengatup rapat, menahan gejolak amarah yang semakin naik. Cukup. Ia melangkah mendekat, suaranya rendah tetapi tegas. "Tatiana." Tatiana tidak menoleh, jari-jarinya tetap menggenggam remote televisi. "Tatiana," ulang Paulios, kali ini lebih

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status