Share

Sisi lain Evan

Author: Simplyree
last update Last Updated: 2025-05-19 11:32:43

Setelah beberapa saat terduduk diam di atas ranjang, Ivy mulai merasa bosan. Ia berniat bermain ponsel. Tangannya lalu merogoh tas selempangnya, namun ponselnya tak ada di dalam.

Ia baru teringat ponselnya diambil oleh Evan dan belum dikembalikan.

“Kalau begini, aku harus ngapain?” gumamnya pada diri sendiri. Ivy merebahkan diri di kasur dengan posisi telentang sambil menatap langit-langit. Ia melepas kerudung yang sedari tadi ia kenakan.

Pandangannya kembali mengedar ke sekeliling kamar. Matanya kemudian tertarik pada rak kecil yang dipenuhi buku.

Dengan penasaran, ia mendekati rak tersebut dan mengambil salah satu buku secara acak. Judulnya Addicted to Curry. Begitu ia membuka halaman pertama, ternyata itu adalah sebuah komik.

Ivy mulai membacanya. Larut dalam cerita, tanpa terasa satu judul telah ia selesaikan. Ia pun mengambil dan membaca komik yang lain.

Ia tak menyangka bahwa Evan ternyata menyukai komik, sebuah hal yang terasa bertolak belakang dengan penampilannya. Terlebih lagi, hampir semua komik yang ada bertema masakan dan berkisah tentang kehidupan para koki.

“Apakah Evan seorang koki?” gumam Ivy pada dirinya sendiri.

Hingga kini, Ivy memang belum mengetahui apa sebenarnya pekerjaan Evan. Ia sempat menduga bahwa pria itu adalah seorang pengusaha, namun dugaannya belum terbukti.

Saat sedang asyik membaca, pintu kamar tiba-tiba terbuka yang seketika menghilangkan fokus Ivy.

Tampak Evan berdiri di ambang pintu dengan ekspresi datarnya yang khas.

“Udah selesai urusannya?” tanya Ivy sambil melirik jam dinding. Jarum pendek menunjukkan angka sepuluh.

“Udah,” jawab Evan singkat.

Ivy mengangguk tanpa berkata apa-apa lalu kembali melanjutkan membaca komik.

“Lagi ngapain?” tanya Evan.

“Ini, baca komik,” jawab Ivy, masih tanpa melepaskan pandangan dari halaman buku.

“Ayo, katanya mau ke rumah kamu,” ajak Evan.

“Bentar, tanggung,” sahut Ivy cepat.

Hening. Ivy sempat melirik Evan. Lelaki itu kini duduk di sofa, bersandar dengan mata terpejam.

Ia tampak seperti sedang dilanda masalah.

Ivy yang mulai merasa tak enak akhirnya menutup komik dan berkata, “Udah selesai. Ayo pulang.”

“Hm,” gumam Evan singkat.

Ia bangkit berdiri dan melangkah keluar kamar tanpa menunggu Ivy. Ivy pun segera mengenakan kerudungnya dan menyusul Evan keluar dari kamar.

Dengan langkah tergesa, ia menuruni anak tangga, mengikuti Evan yang sudah lebih dulu berada di depan rumah.

“Cepat banget, sih, jalannya,” keluh Ivy pelan.

Di depan rumah, seperti sebelumnya, telah berdiri seorang pelayan wanita dan dua orang laki-laki berpakaian formal. Evan memberi isyarat kepada Ivy untuk mendekat ke arah mobil lalu membukakan pintu untuknya. Setelah Ivy masuk, Evan menyusul dan duduk di sebelahnya.

Mobil pun mulai melaju, meninggalkan rumah megah itu. Di dalam mobil, seperti biasa, tak ada yang berniat memulai pembicaraan. Ivy sempat melirik ke arah Evan yang tampak sedang memikirkan suatu hal.

Sekitar tiga puluh menit kemudian, mobil berhenti di depan rumah Ivy. Ia berniat turun, tetapi Evan lebih dulu menahannya.

“Biar saya aja yang buka. Mana kuncinya?” kata Evan sambil menengadahkan tangan kirinya. Tanpa menjawab, Ivy langsung menyerahkan kunci itu kepadanya.

Beberapa saat kemudian, gerbang berhasil dibuka dan mobil pun masuk ke halaman rumah.

Evan lalu keluar dari mobil, sementara Ivy tetap duduk di dalam.

“Nggak keluar?” tanya Evan sambil mengambil tas dari kursi belakang.

“Hah?” sahut Ivy bingung.

Sedetik kemudian, ia mengetuk keningnya sendiri, merasa bodoh. Ternyata, ia diam di dalam mobil karena berharap Evan akan membukakan pintu untuknya. Namun, ia terlalu berharap, Evan bahkan tidak memedulikannya.

Dengan wajah masam, Ivy keluar dari mobil. Ia sadar, Evan hanya bersikap manis ketika ada orang lain.

“Kenapa?” tanya Evan tiba-tiba.

“Apanya yang kenapa?” balas Ivy cepat.

“Mukanya.”

Ivy menyentuh wajahnya lalu berkata, “Kenapa emang?”

“Cemberut gitu,” jawab Evan santai.

“Gapapa,” ucap Ivy singkat lalu berjalan masuk ke dalam rumah.

Evan mengerutkan kening lalu mengedikkan bahu tanda tak mau ambil pusing.

“Maaf ya kalau rumahnya kecil,” ucap Ivy sambil membuka jendela ruang tamunya.

“Emang kecil,” jawab Evan santai lalu duduk di sofa.

Ivy menyipitkan mata kesal ke arah Evan, ia kemudian memalingkan pandangan. Rumahnya memang tak sebesar rumah Evan, bahkan kamar Evan lebih luas daripada ruang tamu ini. Ia memang sengaja membangun rumah yang tidak terlalu besar. Selain agar tak memakan biaya terlalu mahal, ia juga tinggal sendiri. Jadi, rumah ini dirasa cukup untuk dirinya.

Ivy kemudian berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Evan sendiri di ruang tamu.

Sejujurnya, ia bingung harus melakukan apa. Ini adalah pertama kalinya ada laki-laki yang akan tinggal di rumahnya dan orang itu adalah suaminya sendiri.

Ivy berjalan mondar-mandir, mencoba memikirkan cara agar tidak terlihat gugup.

Tiba-tiba pintu diketuk pelan dari luar. Ivy menduga bahwa Evan yang mengetuknya. Ia pun berusaha menormalkan ekspresi wajahnya lalu membuka pintu kamar.

“Ada apa?” tanya Ivy begitu pintu terbuka.

Evan terdiam sejenak dengan ekspresi datar lalu berkata, “Begini sikap kamu ke suami kamu? Ninggalin di ruang tamu sendiri?”

Ivy hanya terdiam, bingung harus menjawab apa. Tanpa menunggu izin, Evan langsung masuk ke dalam kamar. Ia sempat mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, namun mulutnya tetap terkatup. Pandangannya lalu terhenti pada sebuah tempat tidur kecil yang hanya cukup untuk satu orang. Pria itu kemudian melangkahkan kaki ke arah kasur.

Ivy yang menyadari hal itu buru-buru membuka suara, “Eh, itu—”

“Diem. Saya capek, mau tidur,” potong Evan lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur kecil itu.

Tubuhnya yang tinggi besar jelas tak muat di kasur tersebut. Ivy semakin bingung, ia ingin membangunkan Evan, tapi pria itu tampak nyaman. Akhirnya Ivy memilih untuk duduk di kursi belajarnya.

Tiba-tiba Ivy teringat kalau ponselnya masih bersama Evan. Ia pun melangkah ke arah tempat tidur, namun saat sudah berada di sana, Ivy hanya berdiri diam karena bingung bagaimana cara untuk meminta ponselnya kepada Evan.

Evan yang menyadari kehadiran Ivy di sampingnya pun membuka mata lalu bertanya, “Kenapa? Mau tidur bareng?”

“Hah? Nggak,” jawab Ivy cepat, pipinya langsung terasa panas.

“Terus?” tanya Evan lagi.

“Eee HP. HP aku masih ada di kamu, kan?” tanya Ivy.

Evan tidak menjawab. Ia hanya merogoh saku celananya dan menyerahkan sebuah ponsel dengan casing berwarna pink kepada Ivy.

“Ini. Ada banyak pesan dari Jagoan Neon,” katanya lalu kembali memejamkan mata.

“Hah?” Ivy tampak bingung.

Jagoan Neon? Maksudnya Naufal? Tanya Ivy dalam hati.

Seketika ekspresi wajahnya berubah, sebuah senyum kecil perlahan muncul dan matanya tampak berbinar saat menatap layar ponsel.

Evan yang masih berbaring diam-diam memperhatikan perubahan ekspresi Ivy. Ia menarik napas pelan lalu kembali memejamkan matanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Perdebatan

    "Saya ngga paham sama pertanyaan kamu!" ucap Evan mendengarkan pertanyaan beruntun dari Ivy. "Kenapa ngga paham? Dari tadi kamu yang nanyain aku tentang siapa orang yang aku sembunyiin di hp aku, kenapa sekarang malah ngga paham sama pertanyaan sederhana ini?" tanya Ivy. "Pertanyaan saya sama kamu beda!" balas Evan. "Apa bedanya? Kamu tinggal jawab aja pertanyaan aku. Kamu beneran cinta sama aku atau ngga?" tanya Ivy. Evan tampak terdiam beberapa saat. Entah apa yang ia pikirkan hingga tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan cepat. "Kenapa diem aja? Dari tadi kamu yang nyudutin aku terus kan?!" seru Ivy. Evan menghela napas pendek. "Saya emang benar-benar cinta sama kamu, bukan hanya karena kita udah terlanjur menikah," ucapnya. "Bohong!" ucap Ivy. "Saya serius," tegas Evan. Ivy menatap Evan dengan mata sudah memerah. "Kalau kamu emang beneran cinta sama aku, kamu ngga bakalan marah cuma gara-gara aku ngga mau nunjukin hp aku. Kamu harusnya bisa menghargai pendapat aku," j

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Sebuah kecurigaan

    Ting! Bunyi nada dering ponsel Ivy kembali berbunyi, membuat sang pemilik langsung mengecek ponselnya. Ivy juga segera melepaskan pelukannya dengan Evan. Tentunya hal itu langsung membuat Evan mengernyitkan keningnya. "Dari siapa?" tanya Evan penasaran. Ia berusaha melihat layar ponsel Ivy, namun sudah terlambat, karena Ivy berdiri dan berjalan menjauh dari Evan. "Bukan siapa-siapa," jawab Ivy sedikit gugup. Ia memilih untuk duduk di sisi ranjang. Evan semakin bertambah heran melihat gerak-gerik Ivy yang mencurigakan. Ia lalu berjalan mendekat, dan duduk di samping istrinya yang tampak serius menatap layar ponselnya. "Coba sini saya lihat hp kamu," ucap Evan sambil berusaha mengambil ponsel Ivy. Namun dengan cekatan Ivy langsung menjauhkannya. "Ngga boleh!" tegas Ivy. "Kenapa?" tanya Evan sambil memasang wajah datar. "Privasi!" jawab Ivy. "Maksudnya privasi? Kita kan udah menikah, wajar kan kalau saling cek hp masing-masing?" Evan membalasnya sambil tetap memasang wajah ser

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Siapakah dia?

    Ivy berjalan ke arah meja tempat sate kambing berada. Ia tersenyum kecil karena Evan begitu memperhatikannya, terutama mengenai makanan. Ia pun membawa sate tersebut ke meja makan, dan kemudian duduk di sana.Ivy membuka bungkusan sate tersebut. Aromanya yang menyengat membuat cacing di perutnya meronta-ronta minta segera diisi. "Saatnya makan!" seru Ivy sambil menyantap suapan pertama.Sembari menyantap makanannya, Ivy mendengar suara tawa dari arah ruang tamu. "Itu pasti tamunya Evan," gumam Ivy.Beberapa menit kemudian, sate kambing pun ludes tak tersisa. Ivy merasa kenyang, ia mengelus-elus perutnya yang sedikit buncit."Enak banget!" puji Ivy merasa puas.Ivy kemudian membuang bungkus sate, dan membereskan meja makan. Setelah semuanya bersih, ia kembali masuk ke dalam kamar.Di dalam kamar, Ivy merasa sedikit bosan. Ia tidak memiliki kegiatan yang harus dilakukan. Ia ingin tidur, namun belum mengantuk karena tadi baru saja bangun. Akhirnya Ivy hanya bersantai di sofa, sambil be

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Salah Peluk

    Ivy menatap kertas yang berada di tangannya dengan tatapan heran."Siapa yang udah ngirim surat ini?" gumam Ivy.Pandangannya lalu beralih ke arah flashdisk yang berada di tangan kirinya. Rasa penasaran mendorongnya untuk segera membuka flashdisk tersebut. Ivy kemudian berdiri dan berjalan ke arah meja kerjanya. Ia duduk di kursi dan mulai menghidupkan komputernya. Sebelum memasangkan flashdisk tersebut, Ivy berdoa di dalam hati agar isi di dalamnya bukan suatu hal yang harus ia khawatirkan.Ivy pun segera memasang flashdisk ke komputernya. Di dalam flashdisk tersebut hanya berisi satu folder tanpa nama, ia membuka folder tersebut, dan menampilkan satu file dokumen dan satu video.Ivy memilih untuk membuka dokumen terlebih dahulu, setelah menunggu beberapa detik, dokumen tersebut terbuka, namun tak berisi tulisan apapun. "Kosong lagi?" gumam Ivy pelan. Ivy kemudian berganti membuka video. Video tersebut berdurasi sepuluh menit.Dengan hati yang berdebar-debar, ia mulai menonton vid

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Paket misterius

    "Beneran ngga mau cek ke dokter?" tanya Evan sambil merapikan selimut untuk menutupi tubuh Ivy."Iya, udah ngga sakit kok," balas Ivy sambil tersenyum lebar. Melihat Ivy yang tampak baik-baik saja, Evan pun akhirnya mengangguk. "Baiklah, kalau gitu kamu tidur aja ya," ucap Evan lembut.Ivy mengangguk pelan. "Kamu ngga tidur?" tanya Ivy."Ngga, saya masih ada kerjaan," balas Evan. Ivy kembali mengangguk dan mulai menutup matanya. Namun ia tidak benar-benar tertidur, ia kembali membuka matanya, dan melihat Evan yang masih menatapnya."Kenapa lihatin terus?" tanya Ivy merasa risih.Evan tersenyum tipis. "Ngga papa," balasnya."Katanya masih ada kerjaan, sana pergi!" perintah Ivy sambil mengibaskan tangan kanannya. "Nanti, saya lagi pengin liatin kamu dulu," jawab Evan sambil tersenyum tipis.Ivy kembali memejamkan mata, namun tiba-tiba ia teringat sesuatu yang harus ia tanyakan kepada Evan. Ia pun kembali membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk."Ada apa?" tanya Evan yang

  • Jejak Cinta Bersama CEO Di balik Pintu kamar   Langit-langit yang kotor

    Setelah beberapa jam berada dalam pesawat, Ivy dan Evan akhirnya sudah sampai di kota mereka. Namun kini hanya tinggal Ivy yang berada di dalam mobil, karena Evan sudah lebih dulu pergi menuju kantor.Ivy memandangi jalanan dengan tatapan kosong. Ia merasa kalau bulan madunya kali ini benar-benar gagal. Mulai dari kehadiran teman lama Evan yang mengganggu makan malam mereka, hingga mereka yang harus kembali lebih awal dari jadwal seharusnya karena urusan pekerjaan.Ivy menghela napas, walaupun ia berkali-kali mencoba menerima, namun entah kenapa semuanya terasa sulit.Mobil mulai menunjukkan gedung-gedung yang tak asing, menandakan bahwa sebentar lagi mobil akan sampai di rumah kediaman mereka. Namun tiba-tiba Ivy teringat sesuatu. Ia segera menatap ke arah Andre di depan, sang sopir yang sedang fokus menyetir.“Andre, saya mau pulang ke rumah saya sendiri, bisa antarkan saya ke sana?” pinta Ivy.Andre tampak bingung menanggapi permintaan Ivy. “Maaf nyonya, apakah saya perlu bilang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status