Setelah selesai berbelanja, Cantika mengajak menantunya untuk segera kembali kemobil.
Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik diusianya yang berumur empat puluh lima tahun itu mengerutkan keningnya, saat melihat sang putra yang sudah menunggunya diluar mobil. "Mama itu belanja apaan sih, lama banget? Aku dari tadi mau pulang, Ma! Rasanya badanku capek sekali!" kata Sofian dengan wajah masam menatap pada sang Mama. Namun, laki-laki itu sama sekali tidak mau menatap pada wanita muda yang sedang berada disamping Cantika, meskipun hanya sedetik. Laras merasa semakin tidak enak pada pria berwajah tampan yang berdiri dihadapannya, seolah-olah laki-laki itu memang tidak menganggapnya. "Ya, sabar dong sayang! Kamu jangan marah-marah begitu, nanti setelah sampai dirumah, kamu bisa meminta istrimu memijat tubuhmu, agar rasa capekmu hilang! Iya kan, Laras?" Cantika berucap sambil mengusap bahu menantunya. Wajah Sarah bersemu merah saat mendengar perkataan Mama mertuanya itu. Sofian hanya mendengus kesal, lalu ia segera kembali kedalam mobilnya. Cantika dan Laras segera menyusul masuk kedalam mobil pribadi Burhan, lalu mobilpun melaju melanjutkan perjalanan. Tiba saatnya, mobil milik Burhan berhenti disebuah rumah yang sangat mewah meskipun tidak terlalu besar. Kondisi rumah yang berdiri disebuah kompleks perumahan yang elit, membuat rumah itu semakin terlihat nyaman. Sofian merasa heran, karena dirinya dibawa oleh orang tuanya ke kompleks perumahan yang padat penduduk. Namun bukan rumah yang ia tinggali sebelumnya bersama kedua orang tuanya. Setelah mobil masuk ke pekarangan rumah mewah berlantai dua itu, Burhan segera mengajak keluarganya keluar dari mobil dan masuk kedalam rumah tersebut. Sofian tidak bertanya apapun pada kedua orang tuanya, laki-laki itu hanya menatap datar keseluruh penjuru rumah. "Bagaimana Nak, apa kamu menyukai rumah ini?" tanya Cantika tiba-tiba dan disambut senyuman dari Burhan. Alis Sofian bertaut, ia sama sekali belum mengerti apa yang dimaksud oleh Cantika. "Maksud Mama apa?" tanya Sofian sambil menatap Ibu kandungnya itu. "Oh iya! Mama belum memberitahukan sama kamu, kalau Mama dan Papa sengaja membeli rumah ini sebagai hadiah pernikahan kalian berdua.." ujar Cantika, wanita itu menjelaskan pada Sofian, anaknya. Sofian merasa sangat kaget dengan pengakuan Cantika, ia tidak menyangka kalau kedua orang tuanya itu sudah menyiapkan segalanya jauh-jauh hari. "Tapi, untuk apa Papa dan Mama harus membeli rumah segala sih! Kan aku masih bisa tinggal serumah bersama kalian?" protes Sofian, pria itu merasa kurang suka dengan keputusan orang tuanya. Cantika hanya tersenyum lembut, menanggapi perkataan Sofian. "Sofian! Mulai hari ini kamu itu sudah menjadi seorang suami, jadi sudah sepatutnya kamu dan istrimu tinggal terpisah dengan kami. Ya, itu semua Mama lakukan agar kalian berdua bisa belajar mandiri!" jawab Cantika sambil mengusap pipi putranya yang putih. "Tapi kenapa mendadak begini sih Ma! Bahkan Mama dan Papa sama sekali tidak meminta pendapatku dulu! Kenapa sih kalian bertindak seenaknya seperti ini?" ujar Sofian, merasa keberatan. "Sofian, kamu harus menerima apapun keputusan yang sudah Mama dan Papa buat! Lagi pula Mama sangat yakin kalau Laras akan mengurus kamu dengan baik, saat kalian berdua tinggal disini! Ya kan sayang?" kata Cantika sambil melirik kearah sang menantu. Mendapat pertanyaan dari Mama mertuanya, Laras hanya mengangguk kikuk. "Tapi Ma...?" ucapan Sofian terhenti, karena Burhan segera memotong perkataan anaknya itu. "Tidak ada tapi-tapian! Pokoknya kamu harus tinggal disini bersama istrimu! Lagipula kamu dan Laras masih boleh berkunjung kerumah Papa dan Mama sesuka hati kalian, dan kami sama sekali tidak akan melarang! Tapi saat ini, kalian harus tinggal disini untuk saling mengenal! Dan satu lagi, Papa berharap kalian bisa segera memberikan kami cucu, hehehe..." kata Burhan seraya terkekeh. Sofian hanya terdiam, ia tidak lagi berani membantah apa yang sudah diputuskan oleh orang tuanya itu. Meskipun dengan berat hati, ia terpaksa menyutujui untuk tinggal bersama Laras dirumah pemberian orang tuanya tersebut. "Bagaimana Laras? Kamu tidak keberatan kan, tinggal disini berdua dengan Sofian?" Cantika bertanya sambil membelai lengan sang menantu. Laras hanya mengangguk sambil tersenyum kearah Ibu mertuanya itu, membuat Cantika tersenyum lega. "Syukurlah sayang! Tapi Mama minta maaf, ya? Karena Mama belum mendapakan ART untuk mengurus kebutuhan kalian disini! Tapi Mama janji, secepatnya akan mencarikan ART untuk mengurus kalian dan juga rumah ini." ujar Cantika merasa tidak enak. "Tidak apa-apa kok, Ma! Aku bisa mengurus pekerjaan rumah sendiri, jadi Mama tidak perlu khawatir!" jawab Laras, sambil menggenggam tangan Ibu mertuanya. "Alhamdulillah kalau begitu! Ternyata kita tidak salah memilih menantu ya, Pa? Selain memiliki wajah yang cantik, ternyata Laras juga seorang menantu idaman, yang bisa mengurus rumah tangga!" Cantika memuji menantunya. Burhan tersenyum mendengar penuturan sang istri. Tidak lama kemudian, Burhan dan istrinya pamit pulang dan meninggalkan Laras dan Sofian berdua dirumah itu. Sebelum pergi, Burhan mewanti-wanti, agar Sofian bisa menjadi suami yang bertanggung jawab terhadap istrinya. Sofian hanya menanggapinya dengan anggukan tanpa menjawab ataupun membantah perkataan Burhan, karena ia tidak ingin dianggap sebagai anak yang tidak berbakti. Setelah kepergian mertuanya, Laras melangkah kedapur dan menyiapkan secangkir teh untuk suaminya. Setelah selesai membuat teh, Laras membawa teh yang ada didalam cangkir tersebut kehadapan Sofian, yang sedang duduk sambil memainkan ponselnya diruang tengah. "Mas! Ini aku buatkan teh, diminum dulu!" kata Laras sambil meletakkan cangkir teh itu diatas meja. Sofian hanya melirik sekilas kearah cangkir teh itu, lalu ia melanjutkan menatap ponselnya tanpa memandang kearah istrinya. Laras pun merasa tidak enak hati dengan sikap suaminya, akhirnya ia memutuskan untuk masuk kedalam kamar. Wanita itu berniat membersihkan dirinya dikamar mandi. Setelah menanggalkan semua pakaian, Laras masuk kekamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air yang terasa dingin dan menyejukkan. Setengah jam lamanya, Laras berada dikamar mandi, hingga akhirnya ia menyudahi ritual mandinya dan keluar dari kamar mandi tersebut untuk menggunakan pakaian. Namun, saat ia membuka pintu kamar mandi, alangkah terkejutnya wanita cantik itu, karena ia mendapati suaminya sudah berdiri didepan pintu kamar mandi sambil menatap kearahnya. Hampir saja ia berteriak karena merasa malu pada sang suami yang melihatnya hanya menggunakan handuk tanpa berpakaian. "Mas Sofian!" Laras memekik pelan, dan reflek kedua tangannya menutup bagian dada. Sofian yang melihat penampilan Laras saat ini hanya bisa menelan ludah. Walau bagaimanapun, dia adalah seorang laki-laki normal dan mempunyai nafsu terhadap perempuan. Apalagi melihat tubuh mulus sang istri yang saat ini terpampang jelas didepan matanya, naluri kelelakiannya terasa memberontak. Namun ia segera menguasai perasaannya tersebut, dengan memalingkan wajahnya kearah lain. "Segera kenakan pakaianmu!" ucap Sofian, kemudian ia melangkah keluar dari kamarnya, dan meninggalkan Laras yang masih saja menutup dadanya yang putih bersih. Bersambung...Laras menghapus cairan bening yang keluar dari sudut matanya dengan Ibu jari, lalu ia berusaha tersenyum pada Hilda yang menatap kearahnya"Laras! Apa nggak sebaiknya kamu ceritakan masalah kamu ini kepada Paman dan juga Bibi? Kan kamu menikah dengan Mas Sofian karena keinginan mereka berdua? Mungkin saja mereka bisa memberikan solusi untuk masalah kamu sekarang? Kamu tidak boleh diam saja kalau suamimu itu membuat kamu tertekan seperti ini?" Hilda mencoba memberi saran pada sahabatnya itu."Aku rasa tidak perlu, Hilda! Aku yakin, aku bisa menghadapi semua ini! Dan aku tidak mau membebani Pak somad dan juga istrinya yang sudah sangat baik padaku selama ini!" jawab Laras."Kamu serius Laras? Apa kamu nggak takut kecewa nantinya, setelah berjuang mati-matian dalam membina rumah tanggamu, tapi laki-laki yang menjadi suamimu itu sama sekali tidak pernah menganggapmu. Dan apa yang akan kamu harapkan dari laki-laki seperti itu, Laras? Kamu hanya akan sakit hati! Jadi aku mohon sama kamu, ka
Hari ini Laras pergi berbelanja di supermarket, yang tidak jauh dari rumah tempat tinggalnya bersama Sofian.Saat ia sedang memilih barang-barang belanjaannya, ia ditabrak oleh seseorang yang juga sedang berbelanja di supermarket tersebut."Brugg... "Barang belanjaan yang ia pegang terjatuh, dan orang tersebut segera meminta maaf karena tanpa sengaja dirinya sudah menabrak Laras."Maaf Mbak, aku nggak sengaja!" kata orang tersebut yang ternyata adalah seorang wanita."Iya, nggak apa-apa kok Mbak!" jawab Laras.Tanpa menatap kearah orang yang sudah menabraknya itu, Laras segera mengambil barang belanjaannya yang terjatuh.Wanita yang menabrak Laras itupun membantu Laras memunguti barang Laras yang berserakan di lantai.Saat keduanya saling menatap, Laras dan wanita itu sama-sama terkejut."Loh. Laras! Kok kamu bisa ada disini?" tanya wanita itu saat melihat Laras."Hilda! Aku nggak nyangka kalau kita akan bertemu disini!" ucap Laras dengan mata berbinar.Kedua wanita itupun saling ber
"M-Mas Sofian!" ujar Laras lirih seraya menatap laki-laki yang sudah berdiri disampingnya."Sudah aku katakan padamu! Jangan pernah berani masuk kekamarku tanpa izin, apa kamu tidak mengerti? Apalagi sekarang kamu dengan beraninya menyentuh barang-barangku! Ternyata, selain tidak punya harga diri, kamu juga tidak punya etika dan juga tata krama?" ucap Sofian dengan nafas naik turun karena menahan amarah."Ma-maaf Mas! Aku cuma ingin membersihkan kamarmu yang sangat berantakan." jawab Laras takut-takut.Sofian menarik tangan Laras, dan mencengkeramnya dengan sangat kuat."Aaww... Sakit Mas!" pekik laras."Apa aku meminta pertolonganmu? Dan apa aku juga pernah menyuruhmu untuk membereskan kamarku? Tidak, bukan? Lantas, kenapa kamu beraninya masuk kekamarku disaat aku tidak ada? Kamu itu benar-benar wanita yang tidak punya sopan santun! Sekarang cepat keluar dari kamarku, karena aku tidak ingin lagi melihat wajahmu!" Sofian menatap wajah istrinya dengan tatapan angkuh.Lalu laki-laki it
"Loh, kok kamu bertanya seperti itu? Apa kamu merasa tidak senang kalau Mama berkunjung kemari, kerumah anak dan menantu Mama sendiri? Kalau memang kamu tidak mau Mama datang kemari, lebih baik sekarang Mama pulang aja!" kata Cantika pura-pura bangun dari tempat duduknya."Eh, maaf Ma! Bu-bukan begitu maksud aku! Aku senang kok kalau Mama mau datang kemari! Tapi tumben, Mama kok bisa datang pagi-pagi kesini? Biasanya kan, Mama itu selalu sibuk!" jawab Sofian, sambil memegangi tangan Cantika yang hendak berdiri."Oh, begitu? Mama fikir tadi kamu itu nggak suka kalau Mama datang kerumah baru kamu ini!" Cantika pura-pura sewot."Mana mungkin aku tidak menyukai kedatangan Mama kemari? Rumah ini saja pemberian Mama dan Papa untuk kami berdua! Jadi kalian bebas kok mau datang kesini sesuka hati." Sofian berusaha menyenangkan hati sang Mama."Mama cuma mau ngasih kunci mobil punya kamu ini! Biar kamu nggak marah-marah dan mengomel lagi seperti kemarin!"Cantika berkata sambil meletakkan kunc
"Bruuggk... "Sofian terjatuh dalam posisi terduduk, akibat terpeleset dilantai yang masih basah dan juga licin.Laras yang melihatnya pun segera berlari kearah Sofian, namun sayangnya... Laras pun ikut terjatuh saat sudah berada dekat dengan suaminya.Sehingga, tubuhnya menimpa tubuh Sofian yang sudah lebih dulu berada dilantai.Keduanya merasa sangat kaget dengan posisi mereka saat ini, Laras yang merasa malu segera bangun dari membetulkan pakaiannya.Sedangkan Sofian, hanya memasang wajah kesal dan menatap datar pada istrinya itu."Kamu itu punya fikiran tidak? Sudah tau lantainya basah, kenapa tidak dikeringkan?" tanya Sofian, dengan wajah merah."Maaf Mas! Tadi aku sudah mengingatkan kalau lantainya masih basah karena baru saja dipel, tapi Mas tidak mau mendengarkan perkataanku, dan Mas terus saja berjalan! Lagi pula setelah dipel memang harus menunggu beberapa saat, baru lantainya akan kering sendiri!" jawab Laras, ia merasa tidak enak hati karena sudah membuat suaminya itu terj
Laras sedang sibuk berkutat didapur, ia ingin memasak makanan untuk makan malamnya dan juga Sofian.Tidak banyak makanan yang ia masak, ia hanya memasak seadanya karena ia belum berbelanja kebutuhan dapur.Laras hanya memasak sayur sop dan juga ayam goreng, karena hanya itu saja yang ada didalam kulkas yang sudah disediakan oleh kedua orang tua Sofian.Setelah makanan matang, Laras segera menyajikannya dimeja makan.Hatinya ragu untuk mengajak suaminya makan malam, tapi ia merasa tidak enak kalau harus makan sendiri tanpa mengajak sang suami.Akhirnya ia memutuskan untuk memanggil Sofian, dan mengajaknya makan bersama.Laras berjalan kekamar suaminya, dengan hati yang sedikit was-was, tangannya mengetuk pintu kamar yang dihuni oleh suaminya tersebut."Tok... Tok... Tok...""Tok... Tok... Tok... "Laras mengetuk pintu berulang kali, namun tidak ada tanda-tanda pintu kamar itu akan dibuka dari dalam.Laras memanggil sang suami dengan suara pelan, namun bisa terdengar sampai kedalam kama