Setelah mengantarkan Laras, Sofian pulang kerumah orang tuanya.
Namun laki-laki itu tidak langsung masuk kedalam rumah. Ia memilih duduk diteras sambil memandangi langit yang dipenuhi bintang dan cahaya bulan. Pemandangan langit yang indah itu, tidak mampu menutupi perasaannya yang gelisah. Laki-laki itu menyesali apa yang dilakukannya terhadap Laras. Saat ini hatinya kalut, dan perasaannya tidak menentu. Sofian merasa takut, kalau perbuatannya itu membuat Laras semakin menjauhi dirinya. Saat dirinya sedang melamun, sebuah tangan menepuk bahunya. Membuat Sofian terkejut. Saat itu juga kepalanya menoleh kebelakang. Dan ia melihat Papanya sudah berdiri disana. "Apa yang sedang kamu lakukan disini, Nak? Kenapa kamu tidak masuk ke dalam? Dan, dari tadi Papa juga memperhatikan kamu seperti sedang gelisah? Apa yang sedang kamu fikirkan?" tanya pria paruh baya yang bernama Burhan itu. Sofian tidak langsung menjawab pertanyaan sang Papa. Ia kembali mendongak kelangit. Beberapa saat kemudian baru ia berkata... "Pa, apakah Papa tau bagaimana cinta yang sebenarnya? Dan apa yang akan Papa lakukan, ketika Papa menyadari telah mencintai seseorang disaat orang itu telah pergi dari kehidupan Papa?" Tanya Sofian sambil menatap Burhan dengan mata berkaca-kaca. Burhan menoleh dan menatap Sofian. Laki-laki itu tau bahwa telah terjadi sesuatu pada putranya tersebut. "Papa tidak bisa menjawab pertanyaanmu, Nak! Karena hingga saat ini, Papa hanya mencintai Mamamu! Dan sampai detik ini juga, Mamamu masih setia mendampingi Papa. Jadi, Papa sama sekali tidak tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang Papa cintai." jawab Burhan. Sofian hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian ia meminta izin pada Burhan untuk masuk kedalam rumah, dan berjalan gontai menuju kamar miliknya. Burhan hanya menghela nafas saat menatap kepergian putranya itu. "Sekarang kamu baru mengetahui kan, Nak! Bagaimana rasanya mencintai wanita yang pernah hadir di hidupmu? Karena dulu kamu begitu bodohnya menceraikan wanita itu? bahkan tidak pernah menganggapnya sebagai istri!" ucap Burhan lirih. Setelah itu ia masuk kedalam rumahnya, dan menutup pintu dengan rapat. Sementara itu dikosannya Laras. Wanita itu masuk kekamarnya, dan melempar tasnya ke sembarang arah. Kemudian ia mendudukkan tubuhnya diatas tempat tidur. Wanita cantik itu menangis terisak-isak saat ia mengingat kembali kejadian tadi. Dimana Sofian membawanya kerumah yang pernah mereka tempati. Dan yang lebih menyakitkan, laki-laki itu memaksa Laras untuk rujuk kembali disaat dia sudah sah menceraikan istrinya tersebut. Sebelumnya, Sofian sudah pernah mendatangi kediaman orang tua angkatnya Laras. Pria tampan itu meminta pada mereka supaya orang tua angkat Laras tersebut mau membujuk Laras, supaya wanita itu kembali padanya. Tapi, orang tua angkat Laras itu menyerahkan semua keputusan tersebut kepada Laras sendiri. Namun nyatanya, Laras tidak mau lagi kembali pada Sofian, karena kehidupan laki-laki itu selalu dibayang-bayangi oleh kekasihnya. Laki-laki itu bahkan mampu membawa kekasihnya tersebut kerumahnya disaat Laras masih menjadi istri sahnya saat itu. Dan yang membuat Laras lebih sakit, Sofian tega menceraikan dirinya dihadapan kedua orang tua laki-laki itu sendiri. Dengan alasan, Sofian tidak mencintai Laras dan ingin menikahi kekasihnya yang sudah lama menjalin hubungan dengan dirinya. Meskipun terpaksa, Laras harus menerima keputusan suaminya waktu itu. Meski hatinya sudah mulai mencintai laki-laki berparas tampan tersebut. Laras harus mengubur dalam-dalam perasaannya, karena suaminya itu sama sekali tidak menginginkan kehadiran Laras didalam kehidupannya. *Flashback* Satu tahun yang lalu. Laras Safitri. Adalah seorang gadis yatim piatu yang hidup bersama dengan neneknya yang miskin, dan serba kekurangan didesanya yang bernama desa Kalingeres. Kehidupannya sehari-hari adalah memetik teh dikebun milik juragan kaya yang bernama juragan Somad. Meskipun kaya raya, Jurangan Somad merupakan orang yang baik dan juga dikenal sebagai seorang yang dermawan didesa tersebut. Istri jurangan Somad sendiri, sudah menganggap Laras dan juga neneknya seperti keluarganya. Bahkan juragan Somad lah yang telah membiayai sekolah dan juga kebutuhan Laras, semenjak gadis itu ditinggal oleh ayah kandungnya. Ibu kandung Laras meninggal saat melahirkan Laras. Wanita itu mengalami pendarahan yang parah pada waktu itu, membuat ia kehilangan nyawanya. Sedangkan ayahnya Laras, meninggal saat Laras baru berusia lima tahun. Ayah Laras yang bernama Pak Anis, meninggal karena terseret arus sungai, saat ia ingin menyelamatkan Pak Somad yang terpeleset dan jatuh kesungai. Saat itu, Pak Anis yang tidak sengaja melihat Pak Somad yang terjatuh kedalam sungai, segera terjun dan menyelamatkan tetangganya tersebut. Namun naasnya, setelah Pak Anis berhasil menyelamatkan Pak Somad, tiba-tiba saja kaki Pak Anis keram dan tidak bisa lagi berenang kedarat, membuat ia terseret arus sungai yang sangat deras diwaktu itu. Oleh karena itu, Pak Somad merasa berhutang budi dengan Almarhum Pak Anis dan keluarganya, sehingga Pak Somad dan istrinya sangat menyayangi Laras dan neneknya, yang bernama Nek Hayati. Suatu hari, sahabat Pak Somad yang bernama Pak Burhan, berkunjung kedesa untuk bersilaturrahmi dengan Pak Somad. Ketika melihat Laras yang saat itu membawakan minuman kehadapan Pak Burhan dan istrinya, Bu Cantika. Kedua tamu Pak Somad itu merasa tertarik dengan kecantikan alami yang dimiliki oleh Laras. Maka dari pertemuan itulah, keduanya pun berniat menjodohkan Laras dengan putra mereka yang bernama Sofian. Bu Cantika merasa, kalau Laras sangatlah cocok bersanding dengan putranya tersebut. Dan Pak Somad pun menyambut baik keinginan sahabatnya itu untuk meminang Laras menjadi menantu mereka. Pak Somad sangat yakin, Laras akan bahagia jika menikah dengan Sofian. Karena menurutnya, keluarga Pak Burhan adalah keluarga yang baik, dan Laras pantas mendapatkan kebahagian dari keluarga yang serba berkecukupan itu. Sehingga, waktu dan tempat telah ditentukan oleh kedua belah pihak untuk melangsungkan acara lamaran. Laras yang awalnya ragu menerima pinangan dari keluarga Pak Burhan pun, akhirnya menyetujui perjodohan tersebut setelah istri Pak Somad meyakinkan, kalau keluarga Pak Burhan adalah keluarga baik-baik, dan akan menerima Laras apa adanya. Selang satu minggu setelah lamaran, pernikahan pun dirayakan dengan sangat mewah dikediaman Pak Somad, ia menikahkan Laras seperti menikahkan putrinya sendiri. Pesta pernikahan Laras menjadi pesta yang sangat membahagiakan bagi Pak Somad dan juga istrinya, yang belum dikaruniai buah hati tersebut. Setelah acara selesai, keluarga Pak Burhan segera memboyong Laras ke kota. Meskipun berat meninggalkan neneknya didesa, namun Laras harus ikut bersama suami dan juga keluarganya, karena saat ini merekalah yang paling berhak atas dirinya. "Kamu tidak perlu khawatir, Laras! Nenekmu akan baik-baik saja disini, kami akan merawat Bu Hayati seperti kami merawat orang tua kami sendiri!" ujar Istri Pak Somad, saat Laras meminta izin kepada mereka. Dengan tersenyum haru, Laras mengucapkan terima kasih kepada pasangan yang sudah sangat berjasa terhadap keluarganya tersebut. Setelah itu, Pak Burhan dan keluarganya membawa pergi Laras kekediamannya untuk menempuh hidup baru bersama putranya, Sofian. Diperjalanan, hanya Bu Cantika yang berbicara dengan Laras. Sedangkan Sofian, terlihat dingin terhadap wanita yang baru saja dinikahinya beberapa waktu yang lalu. Laki-laki itu bersikap cuek, ia selalu saja menatap layar ponselnya tanpa sekalipun melihat kearah Laras, yang duduk disampingnya. "Sofian! Kok dari tadi kamu sama sekali belum menegur istrimu?" tanya Cantika sambil menoleh kearah putranya yang terlihat acuh tak acuh. Mendengar pertanyaan sang Ibu, Sofian hanya menatap sekilas pada wanita yang sudah melahirkannya itu, kemudian matanya kembali fokus melihat layar ponsel. "Ya wajar dong Ma! Namanya juga pengantin baru! Didepan kita malu-malu, tapi kalau sudah dikamar nanti jangan ditanya, bisa nggak ingat waktu! Hahaha..." ucap Pak Burhan menggoda putranya. "Iish, Papa mah tau aja! Itu karena Papa dulunya kayak begitu, pas udah dikamar nggak sabaran!" sahut Cantika senyum-senyum kearah sang suami. "Mama sama Papa itu lagi ngebahas apa sih? Kayak nggak ada obrolan yang lain aja, malu-maluin tau nggak?" Sofian menggerutu mendengar candaan dari kedua orang tuanya tersebut. "Alaah, lagak mu itu Sofian! Pura-pura malu padahal dalam hatimu itu kamu udah nggak sabaran, dan pengen secepatnya melakukan malam pertama dengan istrimu, iya kan?" tuding Burhan, ia semakin bersemangat menggoda putranya, apalagi melihat wajah Sofian yang sudah seperti kepiting rebus. Sementara Laras, gadis itu hanya tersipu mendengar candaan Papa mertuanya, yang menggoda laki-laki yang sudah menjadi suaminya tersebut. Begitu pula supir yang membawa mobil mereka, laki-laki berumur lima puluh tahun itu hanya senyum-senyum saja mendengar ocehan sang majikan, tapi ia tetap fokus menatap kejalan dan melajukan mobil dengan sangat hati-hati. "Aku itu bukan Papa! Jadi jangan menganggap aku sama dengan Papa yang menikahi Mama atas dasar sama-sama cinta!" jawab Sofian, laki-laki itu terlihat ketus. Ucapan Sofian membuat perasaan Laras jadi tidak enak, karena ia menyadari kalau pernikahan mereka terjadi bukan karena mereka saling mencintai, bahkan mengenal saja mereka baru sehari, jadi wajar kalau laki-laki yang duduk disampingnya itu berkata demikian. Begitupun dengan Burhan dan juga Cantika, kedua pasangan paruh baya itu sangat terkejut dengan penuturan dari anak laki-lakinya tersebut. "Cinta bisa datang belakangan, Nak! Yang penting saat ini kalian harus saling mengenal dulu, nanti juga kalian berdua pasti akan saling mencintai! Percaya deh sama Mama!" kata Cantika sambil tersenyum lembut kearah anak dan menantunya itu. Sofian hanya memutar bola mata malas, kemudian ia menyandarkan kepalanya dikursi mobil sambil melipat tangannya didepan dada. Kemudian laki-laki itu tersenyum sinis kearah sang Mama. "Itu kalau diantara kami bisa mencintai, kalau tidak bagaimana? Apa rumah tangga kami bisa bahagia tanpa rasa cinta? Kayaknya itu semua tidak akan terjadi, Ma!" jawab Sofian sambil melirik Laras dengan ekor matanya. Laras hanya menundukkan kepalanya, mendengar perkataan Sofian. Ia menyadari kalau Sofian sedang menyindirnya, karena ia sudah mau menerima pinangan dari keluarga laki-laki itu, bahkan disaat keduanya belum saling mengenal satu sama lain. Menyadari kalau kondisi sudah tidak lagi nyaman, Cantika segera mengalihkan pembicaraan. "Pak, nanti berhenti sebentar di supermarket yang ada didepan itu ya, saya ingin membelikan sesuatu!" kata Cantika pada supirnya. "Baik Bu!" jawab supir itu dengan sopan. Sesampainya disebuah supermarket yang dimaksud oleh majikannya tersebut, Supir itupun menghentikan laju kendaraannya dihalaman supermarket. Cantika segera turun dari mobilnya, ia mengajak sang menantu untuk ikut bersamanya, dan membeli beberapa barang yang mereka butuhkan. BersambungLaras menghapus cairan bening yang keluar dari sudut matanya dengan Ibu jari, lalu ia berusaha tersenyum pada Hilda yang menatap kearahnya"Laras! Apa nggak sebaiknya kamu ceritakan masalah kamu ini kepada Paman dan juga Bibi? Kan kamu menikah dengan Mas Sofian karena keinginan mereka berdua? Mungkin saja mereka bisa memberikan solusi untuk masalah kamu sekarang? Kamu tidak boleh diam saja kalau suamimu itu membuat kamu tertekan seperti ini?" Hilda mencoba memberi saran pada sahabatnya itu."Aku rasa tidak perlu, Hilda! Aku yakin, aku bisa menghadapi semua ini! Dan aku tidak mau membebani Pak somad dan juga istrinya yang sudah sangat baik padaku selama ini!" jawab Laras."Kamu serius Laras? Apa kamu nggak takut kecewa nantinya, setelah berjuang mati-matian dalam membina rumah tanggamu, tapi laki-laki yang menjadi suamimu itu sama sekali tidak pernah menganggapmu. Dan apa yang akan kamu harapkan dari laki-laki seperti itu, Laras? Kamu hanya akan sakit hati! Jadi aku mohon sama kamu, ka
Hari ini Laras pergi berbelanja di supermarket, yang tidak jauh dari rumah tempat tinggalnya bersama Sofian.Saat ia sedang memilih barang-barang belanjaannya, ia ditabrak oleh seseorang yang juga sedang berbelanja di supermarket tersebut."Brugg... "Barang belanjaan yang ia pegang terjatuh, dan orang tersebut segera meminta maaf karena tanpa sengaja dirinya sudah menabrak Laras."Maaf Mbak, aku nggak sengaja!" kata orang tersebut yang ternyata adalah seorang wanita."Iya, nggak apa-apa kok Mbak!" jawab Laras.Tanpa menatap kearah orang yang sudah menabraknya itu, Laras segera mengambil barang belanjaannya yang terjatuh.Wanita yang menabrak Laras itupun membantu Laras memunguti barang Laras yang berserakan di lantai.Saat keduanya saling menatap, Laras dan wanita itu sama-sama terkejut."Loh. Laras! Kok kamu bisa ada disini?" tanya wanita itu saat melihat Laras."Hilda! Aku nggak nyangka kalau kita akan bertemu disini!" ucap Laras dengan mata berbinar.Kedua wanita itupun saling ber
"M-Mas Sofian!" ujar Laras lirih seraya menatap laki-laki yang sudah berdiri disampingnya."Sudah aku katakan padamu! Jangan pernah berani masuk kekamarku tanpa izin, apa kamu tidak mengerti? Apalagi sekarang kamu dengan beraninya menyentuh barang-barangku! Ternyata, selain tidak punya harga diri, kamu juga tidak punya etika dan juga tata krama?" ucap Sofian dengan nafas naik turun karena menahan amarah."Ma-maaf Mas! Aku cuma ingin membersihkan kamarmu yang sangat berantakan." jawab Laras takut-takut.Sofian menarik tangan Laras, dan mencengkeramnya dengan sangat kuat."Aaww... Sakit Mas!" pekik laras."Apa aku meminta pertolonganmu? Dan apa aku juga pernah menyuruhmu untuk membereskan kamarku? Tidak, bukan? Lantas, kenapa kamu beraninya masuk kekamarku disaat aku tidak ada? Kamu itu benar-benar wanita yang tidak punya sopan santun! Sekarang cepat keluar dari kamarku, karena aku tidak ingin lagi melihat wajahmu!" Sofian menatap wajah istrinya dengan tatapan angkuh.Lalu laki-laki it
"Loh, kok kamu bertanya seperti itu? Apa kamu merasa tidak senang kalau Mama berkunjung kemari, kerumah anak dan menantu Mama sendiri? Kalau memang kamu tidak mau Mama datang kemari, lebih baik sekarang Mama pulang aja!" kata Cantika pura-pura bangun dari tempat duduknya."Eh, maaf Ma! Bu-bukan begitu maksud aku! Aku senang kok kalau Mama mau datang kemari! Tapi tumben, Mama kok bisa datang pagi-pagi kesini? Biasanya kan, Mama itu selalu sibuk!" jawab Sofian, sambil memegangi tangan Cantika yang hendak berdiri."Oh, begitu? Mama fikir tadi kamu itu nggak suka kalau Mama datang kerumah baru kamu ini!" Cantika pura-pura sewot."Mana mungkin aku tidak menyukai kedatangan Mama kemari? Rumah ini saja pemberian Mama dan Papa untuk kami berdua! Jadi kalian bebas kok mau datang kesini sesuka hati." Sofian berusaha menyenangkan hati sang Mama."Mama cuma mau ngasih kunci mobil punya kamu ini! Biar kamu nggak marah-marah dan mengomel lagi seperti kemarin!"Cantika berkata sambil meletakkan kunc
"Bruuggk... "Sofian terjatuh dalam posisi terduduk, akibat terpeleset dilantai yang masih basah dan juga licin.Laras yang melihatnya pun segera berlari kearah Sofian, namun sayangnya... Laras pun ikut terjatuh saat sudah berada dekat dengan suaminya.Sehingga, tubuhnya menimpa tubuh Sofian yang sudah lebih dulu berada dilantai.Keduanya merasa sangat kaget dengan posisi mereka saat ini, Laras yang merasa malu segera bangun dari membetulkan pakaiannya.Sedangkan Sofian, hanya memasang wajah kesal dan menatap datar pada istrinya itu."Kamu itu punya fikiran tidak? Sudah tau lantainya basah, kenapa tidak dikeringkan?" tanya Sofian, dengan wajah merah."Maaf Mas! Tadi aku sudah mengingatkan kalau lantainya masih basah karena baru saja dipel, tapi Mas tidak mau mendengarkan perkataanku, dan Mas terus saja berjalan! Lagi pula setelah dipel memang harus menunggu beberapa saat, baru lantainya akan kering sendiri!" jawab Laras, ia merasa tidak enak hati karena sudah membuat suaminya itu terj
Laras sedang sibuk berkutat didapur, ia ingin memasak makanan untuk makan malamnya dan juga Sofian.Tidak banyak makanan yang ia masak, ia hanya memasak seadanya karena ia belum berbelanja kebutuhan dapur.Laras hanya memasak sayur sop dan juga ayam goreng, karena hanya itu saja yang ada didalam kulkas yang sudah disediakan oleh kedua orang tua Sofian.Setelah makanan matang, Laras segera menyajikannya dimeja makan.Hatinya ragu untuk mengajak suaminya makan malam, tapi ia merasa tidak enak kalau harus makan sendiri tanpa mengajak sang suami.Akhirnya ia memutuskan untuk memanggil Sofian, dan mengajaknya makan bersama.Laras berjalan kekamar suaminya, dengan hati yang sedikit was-was, tangannya mengetuk pintu kamar yang dihuni oleh suaminya tersebut."Tok... Tok... Tok...""Tok... Tok... Tok... "Laras mengetuk pintu berulang kali, namun tidak ada tanda-tanda pintu kamar itu akan dibuka dari dalam.Laras memanggil sang suami dengan suara pelan, namun bisa terdengar sampai kedalam kama