FAZER LOGINDengan terburu-buru, Laras segera memakai pakaiannya sebelum Sofian kembali masuk kekamar dan melihat tubuhnya, meskipun mereka sudah sah menjadi suami istri tapi Laras merasa sangat malu, karena itu adalah pertama kali tubuhnya dilihat oleh laki-laki.
Tidak lama kemudian, Sofian kembali masuk kekamar tersebut dan menatap Laras dengan sorot mata tajam. Didekatinya Laras yang masih memegang handuk ditangannya. "Apa maksudmu berpenampilan seperti itu tadi, apa kamu sengaja ingin menggodaku?" tanya Sofian dengan nada tidak suka. Laras pun menggelengkan kepalanya. "Tidak Mas! Aku tidak bermaksud seperti itu! Bukannya Mas sendiri yang masuk kekamar ini tiba-tiba saat aku berada dikamar mandi! Jadi aku sama sekali tidak tau kalau Mas sudah berdiri didepan pintu kamar mandi saat aku keluar!" Laras membela diri. Mendengar jawaban Laras, Sofian mengeraskan rahangnya. "Jadi maksud kamu, kamu menuduhku masuk sembarangan dan ingin melihatmu yang belum berpakaian seperti tadi?" Kata Sofian dengan wajah masam. "Kamu fikir, aku tergoda denganmu sehingga berniat melihat tubuh polosmu. Iya kan? Kamu jangan bermimpi!" ujarnya lagi dengan nada ketus. "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah menginginkan tubuhmu meskipun kamu bert*lanj*ng bulat dihadapanku! Yang ada, aku malah jijik melihat penampilanmu seperti tadi!" Sofian melanjutkan kata-katanya, laki-laki itu berniat melukai perasaan wanita cantik yang berada dihadapannya saat ini. Dan perkataannya itu sukses membuat Laras tertunduk malu. "Maaf Mas! Tapi aku benar-benar tidak bermaksud menggodamu!" ujar Laras, wanita cantik itu mencoba menahan air matanya yang hampir saja lolos. Melihat hal itu, Sofian hanya menyunggingkan senyum sinis. "Sekarang lebih baik kamu keluar dari kamar ini! Karena aku ingin mandi dan berganti pakaian! Aku tidak mau saat aku keluar dalam kondisiku yang tidak berpakaian, malah dilihat oleh orang lain! Apalagi orang itu adalah kamu, seorang wanita yang hanya bergelar istri diatas kertas!" Ucap Sofian. Laras tersentak kaget mendengar ucapan dari laki-laki yang sudah menjadi suaminya itu. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, Laras segera keluar dari kamar itu dengan wajah masih tertunduk. "Oh iya! Ada satu lagi yang ingin aku katakan padamu!" kata Sofian, membuat langkah Laras terhenti dan ia segera menoleh lalu menatap pada suaminya itu. "Mulai hari ini! Ini adalah kamarku, dan kamu tidak boleh tidur dikamar ini! Kamu cari saja kamar yang lain untuk tempat tidurmu. Tapi ingat, kamu jangan pernah masuk kekamar ini tanpa seizinku! Dan untuk malam pertama kita, kamu tidak perlu berharap banyak untuk hal itu! Karena semua itu sama sekali tidak akan pernah terjadi." kata Sofian sambil menatap angkuh kearah istrinya. Laras hanya kembali mengangguk tanpa menjawab sepatah katapun. Bibirnya mendadak kelu setelah mendengar permintaan dari laki-laki yang berdiri tidak jauh darinya itu. Ia keluar dengan langkah cepat menuju keruang tengah yang ada dirumah mewah tersebut. Wanita itu mengelus dadanya yang terasa perih akibat perkataan laki-laki yang baru beberapa jam menjadi suaminya itu. Ia tidak menyangka kalau pernikahannya akan seperti itu, ada rasa menyesal dihatinya karena sudah memutuskan menikah dengan Sofian, laki-laki yang mungkin tidak akan menerima dirinya sampai kapanpun. Namun walau bagaimanapun, semua itu sudah terlambat, ia tidak bisa mengulang waktu untuk menolak pernikahannya dengan laki-laki yang dijodohkan dengannya, karena semuanya sudah terlambat. Kini, Laras harus menjalani hidup dengan suaminya dalam satu rumah, namun terlihat seperti orang asing yang tidak memiliki ikatan selayaknya pasangan suami istri. Laras menghembuskan nafasnya lewat mulut, untuk meredakan rasa sesak yang tiba-tiba menghimpit dadanya, dan tiba-tiba saja air matanya keluar tanpa dikomando. Laras memikirkan nasibnya yang sangat buruk, ia tidak tau sampai kapan akan terus menjalani hubungan pernikahan yang seperti itu, tapi ia berusaha untuk menguatkan dirinya menghadapi apapun yang terjadi didalam rumah tangganya, rumah tangga yang didasari dengan pernikahan tanpa cinta diantara dirinya dan juga Sofian. Wanita cantik itu menghapus air matanya dengan telapak tangan, kemudian ia melangkah masuk kekamar kosong yang berada disamping kamar yang dihuni oleh suaminya. Setelah berada didalam kamar, Laras merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang empuk, tiba-tiba saja perasaannya diliputi oleh rasa sunyi yang mencekam. Laras mencoba memejamkan matanya. Sejenak ia ingin melupakan masalah pelik yang harus ia hadapi kedepan, sehingga ia pun tertidur dengan sendirinya. Sementara itu dikamarnya, Sofian yang baru saja selesai mandi segera mengenakan pakaian bersih, yang sudah tersedia didalam lemari yang ada dikamar itu. Sejenak ia mematut dirinya didepan cermin seraya memandangi penampilannya, yang terlihat tampan dan juga gagah. Laki-laki itu tersenyum masam saat mengingat dirinya harus menikah dengan wanita yang sama sekali tidak pernah ia sukai. "Kenapa sih, Papa dan Mama memaksa aku menikah dengan wanita itu? Aku benar-benar muak dengan pernikahan ini!" gerutunya. Karena rasa kesal yang tidak bisa ditahan, laki-laki itu melayangkan tinjunya pada cermin besar yang ada dihadapannya. "Braaakk... " Cermin itu pecah dan melukai tangannya, darah segar mengucur deras dari punggung tangannya yang terluka, namun Sofian sama sekali tidak memperdulikan hal itu, ia terus saja menatap cermin retak dihadapannya dengan perasaan marah. Setelah itu, ia keluar dari kamarnya dengan mengacak rambutnya, laki-laki itu merasa frustasi karena merasa hidupnya diatur oleh orang tuanya sendiri. Laras yang terbangun dari tidurnya karena terkejut dengan suara gaduh dari kamar suaminya, segera berlari keluar. Wanita itu terpaku saat mendapati Sofian yang sedang berdiri diruang tengah, dengan kondisi tangan yang mengeluarkan darah. "Mas! Tangan kamu kenapa?" tanya Laras pelan, seraya menatap suaminya dengan perasaan khawatir. Sofian tidak menjawab pertanyaan Laras, ia hanya menatap Laras dengan sorot mata benci. Laras yang menyadari hal itu hanya bisa meneguk ludah. Sofian melangkah mendekat kearah Laras, membuat wanita cantik itu memundurkan dirinya kebelakang. Tatapan lelaki yang berada dihadapannya sangatlah menusuk, seakan dirinya ingin menelan Laras bulat-bulat. "M-mas! Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Laras, terus berjalan mundur kebelakang disebabkan Sofian yang terus berjalan mendekat kearahnya. Sampai akhirnya, tubuh Laras mentok kedinding. Laras semakin takut saat wajah Sofian mendekat pada wajahnya, ia tau bahwa laki-laki itu sedang menahan amarah, karena terlihat dari bola matanya yang memerah. "Apa yang membuatmu mau menikah denganku?" tanya Sofian datar, menatap tajam bola mata milik istrinya. "Aku hanya mengikuti kemauan Pak Somad, karena dia sudah aku anggap seperti ayahku sendiri!" jawab Laras pelan, ia memberanikan diri membalas tatapan laki-laki yang telah menjadi suaminya itu. "Kamu mau mengorbankan masa depanmu hanya karena balas budi? Rasanya itu sangat mustahil!" ujar Sofian, sambil tersenyum sinis. "Mereka sudah banyak menolong keluargaku! Aku hanya tidak ingin membuat mereka kecewa!" ujar Laras, berbicara apa adanya. "Aku tidak percaya kalau kamu mau menikah denganku hanya karena hal itu! Pasti ada hal lain yang kamu inginkan dari keluargaku! Benar kan?" tuding Sofian. Laras mengangkat wajahnya, lalu ia menatap wajah tampan yang menyeringai kearahnya itu, dengan perasaan bingung. Bersambung...Sofian yang saat ini jatuh terduduk ditanah. Hanya meraba bagian keningnya yang terasa sangat sakit.Tiba-tiba ia merasa kalau telapak tangannya basah, dan pandangannya buram.Laki-laki itu menggelengkan kepalanya berulang kali.Preman yang saat ini menatap kearahnya tertawa senang."Mampus lo! Makanya, jangan coba-coba ikut campur urusan kami, hahaha... "Ujar preman itu sambil tertawa."Siapa suruh lo jadi pahlawan kesiangan?" sambungnya lagi."Eh goblok, ini tengah malam bukan siang! Dasar tolol!" maki salah satu temannya yang berada dibelakang, kemudian temannya itu kembali mengaduh kesakitan."Nggak nyambung! Lo lebih goblok. Memangnya lo pernah dengar, ada yang namanya pahlawan kemalaman?" protes temannya satu lagi."Diam kalian semua! Berisik!" teriak kepala preman. Yang juga tergeletak diantara teman-temannya."Wooii... Lo hajar terus itu laki-laki sialan! Berani-beraninya dia membuat kita babak belur seperti ini! Kenapa lo masih diam aja? Takut lo...?" sambungnya lagi.Preman
Dan tiba-tiba saja...Laras melihat ada beberapa pria yang sedang mengendari motor secara ugal-ugalan.Wanita cantik itu bisa menyimpulkan, kalau laki-laki yang berjumlah lima orang tersebut, sedang berada didalam pengaruh minuman keras.Terlihat dari cara mereka mengendarai motornya dengan tidak seimbang.Tampang mereka pun terlihat seperti preman.Laras merasa sangat takut, sampai-sampai ia memeluk tas kecil miliknya dengan erat.Saat melihat Laras, para preman tersebut hanya menatap kearah wanita itu. Lalu kemudian, mereka melewati Laras begitu saja.Tentu saja hal tersebut membuat Laras menghembuskan nafas lega.Setidaknya, walaupun para preman-preman tadi sempat menatap kearahnya. Namun ternyata, mereka sama sekali tidak berniat mengganggu atau pun berbuat jahat pada wanita itu.Laras kembali berjalan, agar dirinya lekas sampai dirumah Hilda.Namun, baru saja ia berjalan beberapa langkah, raungan sepeda motor terdengar jelas dari arah belakangnya dan terasa memekakkan telinga.Sa
Setelah selesai mengerjakan pekerjaannya. Laras keluar dari restaurant tempat ia bekerja dan menuju ke tempat parkir.Ia berniat menunggu Hilda yang berjanji akan menjemputnya saat dirinya pulang kerja.Namun, setelah dua jam menunggu, tapi sahabatnya itu tidak kunjung datang.Wanita berdagu lancip itu berusaha menghubungi nomor sahabatnya tersebut. Namun ternyata, ponsel Hilda juga sedang tidak aktif."Hilda kemana ya, apa dia ketiduran?"Laras bertanya pada dirinya sendiri.Akhirnya, Laras memutuskan pulang menggunakan taksi.Tapi, karena malam yang mulai larut, Laras juga sangat sulit menemukan taksi yang lewat.Sehingga, dengan perasaan yang was-was, akhirnya ia berjalan pelan menyusuri jalan yang terasa semakin sunyi dan mencekam.Udara malam yang dingin terasa menusuk sampai ke tulang-tulangnya.Laras mengusap-usap kedua lengannya menggunakan telapak tangan untuk mengusir rasa dingin.Gadis itu mulai bingung, bagaimana ia akan sampai kerumah kalau hanya berjalan kaki seperti itu
"Keluar kalian berdua dari rumah ini sekarang juga!" ucap Sofian sambil menatap kearah lain.Mendengar hal itu, Yuda dan Celina sangat terkejut."Apa kalian tidak mendengar apa yang aku katakan? Cepat keluar dari rumah ini, dan jangan pernah lagi kalian berani memperlihatkan wajah kalian itu dihadapanku!" ujar Sofian dengan suara lantang."Tapi Sofian...?""Keluaaarrr...!!!"Suara Yuda tertahan kala Sofian membentaknya.Celina berusaha mendekati kekasihnya. Bahkan ia memegangi kedua kaki Sofian sambil meraung."Mas, maafkan aku! Tolong kamu jangan bersikap begini, aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin pergi darimu!" ujar Celina.Perkataan Celina justru membuat Sofian berdecih."Cinta?? Cuiih... Bulshit! Kau masih berani mengaungkan cinta dihadapanku, Celina? Sedangkan diluar sana kau menjajakan tubuhmu pada laki-laki lain! Apa yang kau harapkan? Apakah kau menginginkan uang? Baiklah kalau begitu!" ujar Sofian.Kemudian laki-laki itu berjalan masuk kekamarnya.Dan tidak lama kemud
"Celina!!"Yuda menatap perempuan itu dengan perasaan khawatir."Sedang apa kamu disini?" sambungnya lagi sambil menoleh kiri kanan dan juga menatap kearah pintu masuk.Yuda merasa takut karena bisa saja Sofian masih berada disana, dan melihat saat Celina memeluknya tadi."Kenapa kamu bertanya seperti itu, Mas? Mas Sofian itu kekasihku! Dan tidak lama lagi aku akan menjadi istrinya, jadi bebas dong kalau aku mau datang kerumah ini kapan pun!" jawab Celina datar."Celina, sebaiknya kamu batalkan keinginanmu untuk menikah dengan Sofian!" ujar Yuda Kemudian. Membuat Celina terbelalak."Apa maksudmu, Mas?" jawab Celina lagi. Sambil menatap Yuda dengan perasaan marah.Bisa-bisanya laki-laki itu memintanya membatalkan pernikahannya dengan Sofian. Laki-laki yang selama ini ia idam-idamkan untuk menjadi suaminya."Karena aku tidak ingin Sofian menikah denganmu!" ucap Yuda.Namun hal itu membuat Celina tersenyum miris."Kenapa Mas, apa kamu cemburu? Karena dulu aku menolakmu saat kamu mengajak
Sudah beberapa hari Sofian tidak masuk kantor. Bahkan ia sama sekali tidak mengangkat ponsel saat Burhan menelfonnya.Pria itu benar-benar ingin menyendiri.Diatas meja ruang tengah rumahnya. Terdapat sebuah asbak yang sudah terisi penuh dengan puntung rokok.Entah sudah berapa banyak batang rokok yang telah ia habiskan, untuk meringankan beban fikirannya.Wajahnya yang terlihat lesu, dan rambutnya yang acak-acakan, menambah kesan bahwa laki-laki itu sudah tidak lagi mengurus dirinya.Saat ia sedang sibuk melamun, tiba-tiba saja bel rumahnya berbunyi.Sofian berusaha mengabaikannya. Tapi lama kelamaan bel itu semakin mengganggu ditelinganya. Karena seseorang yang berada diluar rumah menekannya terus menerus.Dengan perasaan malas, Sofian bangun dari tempat duduknya dan berjalan untuk membuka pintu."Ceklek."Sesaat setelah pintu terbuka, Sofian menatap laki-laki yang berdiri didepan pintu rumahnya itu. Seraya tersenyum kearahnya."Hallo, Sofian! Apa kabar lo?" sapa laki-laki yang tern







