Share

Chapter 08

Author: Piyu_Qu
last update Last Updated: 2024-05-13 12:46:33

Enghh

Lenguhan terdengar dari sosok wanita anggun yang terbaring lemah di ranjang besar. Kelopak matanya perlahan bergerak hingga matanya terbuka sempurna.

"Ibunda?"

Netranya menangkap wajah pemuda bernetra biru. Dengan perlahan ia mengangkat tangannya dan mengusap wajah sang anak.

"Kau baik-baik saja, Adrian?" tanya sang permaisuri dengan suara selembut sutra.

Namun sebuah suara protes membuat kesadarannya berkumpul seketika.

"Ibunda, ini aku George bukan Adrian!" sentak George merasa kesal. Ia menepis tangan sang ibunda yang masih bertengger pada pipinya.

Audreya yang menyadari kesalahannya segera tersadar.

"Oh maafkan aku, Sayang."

George memasang raut wajah kesal bercampur iri. Sebenarnya ini bukan kali pertama Audreya membuat kesalahan seperti ini. Entah mengapa sang permaisuri kerap salah sebut nama ketika bersama anak kandungnya sehingga tak heran jika George begitu membenci sosok Adrian.

***

Situasi istana kala itu memanas usai kabar sang selir yang menganiaya sang permaisuri tersebar. Hal itu membuat kegaduhan dalam istana tak mampu terbendung.

"Tutup mulut setiap orang di istana ini, jangan biarkan kabar ini sampai keluar istana."

"Baik, Panglima, dimengerti!" seru beberapa prajurit istana yang berpangkat tinggi.

Sebelum Panglima Terrson berbalik hendak pergi, ia kembali berbisik kepada lima orang prajurit itu.

"Sekalipun harus menghunuskan pedang pada jantungnya, lakukanlah."

Akhirnya rapat mendadak itu berakhir. Satu persatu prajurit bergegas keluar untuk mengkondisikan kegaduhan yang terjadi.

"Mengapa sampai seperti ini? Apakah yang terjadi pada permaisuri dan ibunda sebegitu seriusnya hingga harus membungkam berita itu dengan nyawa?" gumam seseorang yang ternyata sedari tadi menguping pembicaraan panglima dengan beberapa prajurit.

Adrian, ya itulah dia. Usai terjadi kegaduhan di lorong peraduannya, ia memanfaatkan situasi untuk kabur. Dan akhirnya ia berhasil keluar dari istana bawah tanah itu.

"Selagi aku bebas, aku harus memperoleh informasi sebanyak-banyaknya. Aku tak mau kehadiranku di sini sia-sia."

Pemuda itu lantas bergerak pergi dengan mengendap-endap berusaha memasuki istana utama.

Namun malangnya saat ia hendak mencapai istana utama, ia dikejutkan dengan sekelompok prajurit yang berjaga. Nampaknya mustahil untuknya bisa memasuki istana itu tanpa ketahuan.

"Huh, bagaimana ini, sulit untuk mengelabui prajurit sebanyak ini," bisik Adrian bersandar pada dinding di belakang pintu masuk istana utama.

Disaat ia sibuk berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba sebuah tangan menarik ujung pakaiannya. Ia nyaris berteriak hingga menyadari sosok yang ia kenal ada di sampingnya.

"Putri Rhiannon? Apa yang—"

Belum sempat menyapa, tangan sang pangeran ditarik mundur memasuki sebuah cela kecil yang mampu membuat tubuh mereka tersembunyi.

Rhiannon menghela napas lega dan menatap Adrian dengan curiga.

"Apa kau gila, Pangeran? Bagaimana bisa kau seceroboh itu? Hampir saja kau tertangkap basah oleh prajurit ayahku."

"Hah?! Aku tidak tau hal itu. Tapi mengapa kau bisa ada di sini?" tanya Adrian semakin dibuat bingung.

Dengan tatapan datar, Rhiannon menyentil kening Adrian kencang. "Kau masih saja bodoh. Sudahlah hentikan omong kosong ini. Jadi bagaimana bisa kau keluar dari peraduanmu?"

"Aish, aku hanya sedang beruntung bisa keluar," gerutu Adrian kesal sembari mengusap keningnya yang baru saja disentil.

Mata hazel Rhiannon tiba-tiba berbinar. "OH WOW! Kau benar-benar keluar dari jalan rahasia itu?" tebaknya dengan antusias.

Adrian sedikit terkejut dengan apa yang Rhiannon ucapkan. "Ya, bisa dibilang begitu," balas Adrian dengan suara kecil yang lebih tepatnya kurang yakin.

Rhiannon terkagum-kagum, ia hendak menanyai lebih lanjut namun diinstrupsi oleh sang pangeran.

"Stop! Waktuku terlalu berharga untuk mendengar omong kosongmu, Putri. Aku harus bergegas memasuki istana utama."

Mata putri membulat.

"Oh iya ya ampun kau pasti khawatir dan diam-diam ingin mengunjungi Yang Mulia Permaisuri Audreya ya? Astaga, seharusnya aku paham kenapa kau sampai nekat keluar dari peraduanmu. Sebagai wujud permintaan maafku karena menghabiskan waktu berhargamu, aku akan membantumu pangeran," ujar Rhiannon panjang lebar masih dengan antusias.

Adrian yang tadinya sudah jengah menghadapi remaja di depannya itu seketika merasa tertarik.

"Bagaimana caranya?"

Rhiannon menerbitkan senyum misterius. Ia lantas melambaikan tangan meminta Adrian untuk mendekat.

***

"Kurasa cukup sampai di sini saja, Putri, aku akan melanjutkannya seorang diri," celetuk Adrian menghentikan langkahnya tiba-tiba. Bahkan Rhiannon hampir saja menabrak punggung pemuda di depannya karena berhenti tiba-tiba.

"Eh tapi—"

Rhiannon hendak memprotes namun segera dicegah sang pangeran.

"Aku tak ingin melibatkanmu lebih jauh, Putri. Aku sudah sangat berterima kasih sudah dibantu sejauh ini," lanjut Adrian mengakhiri dengan senyum ketulusan.

Rhiannon sejenak nampak terkesiap. Ia kemudian membalas dengan senyuman malu-malu. "Sama-sama, Pangeran, senang bisa membantumu. Kuharap kau bisa kembali tanpa masalah."

Adrian lantas mengangguk kemudian memberikan salam perpisahan dan berjalan mendahului sang putri untuk kembali menjelajah istana utama.

"Setelah sekian lama tidak melihat senyumanmu, begitu melihatnya lagi entah mengapa membuat jantungku berdegup kencang, Louis."

***

"Luar biasa, ini semua dinding berlapiskan emas! Menjadi penambang dinding istana sepertinya bukan ide yang buruk," gumam Adrian terkagum-kagum melihat eksterior istana yang sangatlah mewah.

List pada dinding begitu mengkilap sangat jelas jika itu terbuat dari emas murni.

"HEY KAU YANG DI SANA!"

Langkah kaki pemuda itu seketika terhenti.

"Mampus." Matanya terpejam dengan menggumam sumpah serapah.

"Apa yang kau lakukan di sana? Ayo berkumpul di aula, Panglima Terrson hendak memberikan arahan penting!" seru seorang prajurit yang tiba-tiba berada di belakang Adrian.

Iya, ide yang dimaksud oleh Rhiannon adalah dengan membuat pangeran itu menyamar menjadi prajurit. Memang bukan ide yang buruk, namun nyatanya ide itu riskan untuk mempersulit ruang gerak Adrian.

"Ya, aku akan menyusul, kau duluan saja," jawab Adrian dengan suara berat yang dibuat-buat.

Tanpa menaruh rasa curiga, prajurit yang mengajak mengiyakan dan pergi mendahului Adrian.

"Huh lega. Sepertinya aku harus lebih berhati-hati," gumamnya mengelus dada lega.

Ia kembali berjalan mengendap-endap sembari sesekali celingukan memantau situasi. Beberapa kali ia harus bersembunyi ketika terdapat pelayan atau prajurit yang berseliweran.

"Sekarang aku harus kemana?"

Kala Adrian kehabisan akal, ia tanpa sengaja mendengar sayup-sayup langkah kaki. Kembali ia sempat panik karena menyadari tak ada tempat yang bisa ia jadikan tempat persembunyian.

"Hey kau, Pengawal, kemari!"

Benar saja sosok yang baru saja muncul dari ujung lorong itu menyadari sosok Adrian. Adrian sudah tertangkap basah.

"APA KAU TULI? CEPAT KEMARI!!!" teriak wanita itu dengan amarah menggebu.

"Sial menapa harus dia yang memergokiku," gerutu Adrian gelisah.

Ia tak punya pilihan akhirnya ia bergegas mendekat dengan wajah tertunduk.

"Salam, Nyonya Selir Agung, ada yang bisa hamba bantu?"

Pangeran itu terlihat kikuk berakting sebagai prajurit. Meski begitu Jirea tak sama sekali menaruh curiga dengan gelagatnya.

"Bagaimana keadaan permaisuri? Apa dia sudah sadar?" tanyanya yang rupanya sedang mencari tahu keadaan sosok yang ia celakai beberapa waktu lalu.

Masih dalam posisi menghormat, prajurit yang merupakan sosok Adrian itu menjawab, "menurut perbincangan para pelayan hingga kini belum ada tanda-tanda Yang Mulia Permaisuri sadarkan diri, Nyonya."

Apa yang Adrian ucapkan hanyalah bagian dari akting. Ia tak tahu menahu sama sekali mengenai kondisi ibunda keduanya itu. Sebenarnya ia berusaha untuk mencari tahu kondisi sang permaisuri, namun karena ia dalam mode menyamar, ia tak bisa banyak bertingkah apalagi berbicara dengan orang di istana.

"Hemm, kalau begitu bisakah kau melakukan sesuatu untukku?" pinta Jirea membuat Adrian merasa was-was.

"Apapun printah nyonya akan hamba laksanakan," jawab Adrian berusaha memainkan prajurit yang selalu patuh.

Tangan wanita itu terulur memberikan sebuah botol kecil yang berisi cairan bening. Entah apa isinya yang pasti hal itu membuat Adrian semakin curiga.

"Teteskan cairan ini pada minuman permaisuri. Ini ramuan obat yang sengaja aku buat untuk kesembuhan permaisuri. Jangan banyak bertanya dan lakukan dengan senyap," lanjut Jirea dengan berbisik.

'Sepertinya ada yang tidak beres. Apa ibunda berniat meracuni Yang Mulia Permaisuri? Apakah dia benar-benar sudah gila???'

Saat Adrian hendak menerima botol kecil itu, tiba-tiba seseorang mengintrupsi. Seorang pria berpakaian khas bangsawan tiba-tiba berseru memanggil Jirea.

"Nyonya, gawatt!!!" seru pria yang berusia 40 tahunan. Mendengar hal itu Jirea kembali menarik tangannya dan menyembunyikan botol kecil tadi di belakang tubuhnya.

"Ada apa, Roger? Mengapa kau menggangguku lagi?" balas Jirea dengan kesal.

Pria itu nampak terengah-engah dengan wajah panik ia menjawab, "maaf, Nyonya, tapi ini situasi genting. Pangeran Adrian tidak berada di peraduannya."

Jirea terbelalak begitu juga dengan Adrian yang tengah menyamar menjadi prajurit.

"APA KAU BILANG?! CEPAT CARI ANAK ITU SAMPAI DAPAT!"

'Tamatlah riwayatku! Apa yang bisa kulakukan sekarang?'

TBC

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jelata Jadi Penguasa   Chapter 56

    Di dalam ruangan yang begitu gelap, Adrian berdiam diri. Ia masih terhenyak dengan kejadian hari ini. Dimulai dengan sosok Kimberly yang tiba-tiba muncul di sini sampai kematian permaisuri yang begitu mendadak. Pangeran itu mengacak rambutnya frustasi. Ia telah buntu memikirkan apa yang selanjutnya akan terjadi. Kematian permaisuri menjadi alarm bahaya untuknya. "Aku harus menemui Jirea karena seharusnya dialah dalang dibalik kematian permaisuri," ucap Adrian dengan suara parau. Dengan sisa-sisa harapan, ia keluar dari peraduannya untuk menemui sosok tersangka yang ia yakini. Ketika ia sampai di istana utama, banyak prajurit yang korban dari penyerangan yang telah tiba di istana. Adrian menarik lengan seorang prajurit yang sedang berjalan cepat. "Katakan, apa permaisuri telah tiba?" tanya Adrian menodong keras. Prajurit itu nampak takut melihat sosok Adrian yang berbeda. Penampilan Adrian memang terbilang kacau, namun tatapan tajam itu membuat siapapun tak mampu berkutik.

  • Jelata Jadi Penguasa   Chapter 55

    "Nyonya, apakah nyonya sudah dengar mengenai kabar permaisuri?" Jirea yang tengah sibuk menyulam tiba-tiba menghentikan kegiatannya begitu mendengar satu nama yang menarik perhatiannya akhir-akhir ini. Alisnya terangkat satu memandang penuh tanya. Ia lantas meletakkan sulamanya kemudian mengode Roger untuk mendekat Roger dengan segera menghampiri Jirea lebih dekat lantas membisikan sesuatu. "Rombongan permaisuri telah diserang." Sebaris kalimat itu membuat wajah Jirea seketika sumringah. Senyuman miring segera terbit dari bibir ranumnya. "Muez menangkap umpannya?" responnya dengan sebuah pertanyaam ambigu. Menangkap apa yang Jirea maksud Roger lantas mengangguk. "Kudengar seluruh prajurit terbantai dan itu artinya permaisuri telah tewas," balas pria tersebut berbinar senang. Wajah puas dan angkuh seketika terbit. Jirea bangkit dari duduknya lantas berjalan menuju nakas di samping tempat tidurnya. "Kau memang bisa diandalkan," ucapnya lantas melemparkan sebuah kantung berwarn

  • Jelata Jadi Penguasa   Chapter 54

    Kegaduhan di dalam istana tidak terkendali. Banyak para pelayan dan prajurit yang berlarian. Sama halnya dengan sosok jenderal gagah yang melangkahkan kakinya lebar-lebar. Dari raut wajahnya yang tegas tulang rahangnya nampak begitu menonjol seolah tengah memendam amarah. "Panglima Agung!" teriaknya dengan keras begitu memasuki sebuah ruangan.Sang empu yang tadinya tengah memejamkan mata tersentak kaget."APA APAAN KAU INI!" teriak Roger berbalik marah.Terrson menggeram marah. "Disaat kegaduhan yang terjadi bagaimana bisa kau justru tidur?" tanyanya dengan sarkas.Raut lugu ditunjukkan oleh Roger. "Apa maksudmu?" "Rombongan permaisuri di serang—""APA?!" Belum usai Terrson menjelaskan, Roger sudah terlebih dahulu menyela. Nyatanya jabatan tak menjamin pengetahuan seseorang. Panglima tertinggi itu ternyata tak tahu menahu mengenai kejadian yang menimpa permaisuri. "Aku perintahkan kau menghadap kaisar. Aku akan mengurus sisanya," ucap Roger cepat. Ia bergegas menggunakan pakaian

  • Jelata Jadi Penguasa   Chapter 53

    Bughh Begitu melihat lawannya lengah, sosok bertudung hitam itu segera menendang perut mangsa di depannya. Adrian yang mendapat serangan kejutan itu terdorong mundur. Ia lantas terbatuk dan merasakan nyeri yang sangat pada perutnya. "Ahh sial aku lupa masih memiliki cidera," gumam Adrian lantas meludahkan air liur bercampur darah.Mata elang sang pangeran menyorot tajam."Hey, Kimberly! Berhentilah bercanda. Aku tak mengerti sejak kapan kau menguasai bela diri," ucap Adrian masih tidak bisa melihat situasi yang terjadi.Wanita dibalik tudung itu sempat menatap pangeran heran. Namun tak berlangsung lama begitu melihat Adrian mendekat, itu segera mengayunkan bilah pisaunya diarahkan ke tubuh lawan. Namun Adrian tidak lagi membiarkan lawannya menghajarnya, dengan sigap ia membaca gerakan tangan wanita itu kemudian menangkapnya. "Hey! Kim, ini kakak! Apa kau tidak mengenaliku?" seru Adrian bersuara keras tepat di depan telinga begitu berhasil mengunci pergerakan sosok perempuan yang i

  • Jelata Jadi Penguasa   Chapter 52

    "Hah?! Apa yang baru saja terjadi?"Pangeran segera bangkit dari tempat tidurnya. Ia berdiri di depan cermin lantas terpaku menyaksikan bayangannya sendiri. Ia terbelalak menyaksikan pantulan cermin yang memperlihatkan postur tubuhnya yang berusia 25 tahun. Masih dengan kemeja putih yang lusuh dan tatanan rambut berantakan. Sayangnya begitu ia mengerjapkan mata, pantulan cermin berganti menjadi sosok pemuda berpakaian kerajaan dan berusia 18 tahun."Apa aku tadi sedang bermimpi?"Tangannya seketika menyentuh dadanya yang beberapa saat lalu terasa sakit.Matanya menyorot lurus bola matanya yang terpantul dalam cermin."Tidak, itu bukan mimpi. Itu adalah ... prekognisi," bisik Adrian lantas secepat kilat berlari menuju pintu peraduannya. Prekognisi merupakan bagian dari ilmu parapsikologi yang membahas mengenai kemampuan seseorang untuk melihat atau memprediksi gambaran masa depan. Biasanya hal itu datang melalui media mimpi prekognitif.Knop pintu berusaha Adrian putar, namun pintu t

  • Jelata Jadi Penguasa   Chapter 51

    Semburat jingga terlihat di ufuk barat pertanda hari sebentar lagi berganti malam. Angin bertiup lembut menenangkan jiwa. Namun berbeda dengan sosok pria yang sedari tadi berjalan ke sana ke mari di depan sebuah pintu yang dijaga ketat oleh prajurit."Ayolah pangeran keinginanmu sudah ditolak, pasti keputusan permaisuri tak akan berubah.""Kita tidak akan tau sebelum mencobanya hingga detik terakhir," ucap sang pangeran dengan sok bijak padahal dalam hatinya terbesit rasa takut dan putus asa.Ceklek ...Pintu itu terbuka lebar lantas muncul sesosok wanita bergaun tertutup dengan dua dayang di belakangnya."Heira, kau pastikan jangan ada barang yang tertinggal," ucap sang permaisuri lantas kembali berjalan tanpa mengindahkan dua pemuda yang menantinya di depan pintu."Permaisuri ... " panggil Adrian terus mengikuti jalan sang wanita. Beberapa kali ia memanggil namun wanita itu tak menggubris. Adrian tak kehabisan akal, ia mencegat jalan sang permaisuri. Namun tetap sang permaisuri me

  • Jelata Jadi Penguasa   Chapter 50

    Setelah seharian penuh, akhirnya rombongan Putri Laveena tiba di kerajaan. Ketika kereta kuda terhenti, sang putri bergegas bersiap keluar. Betapa terkejutnya ia ketika menyaksikan banyak massa yang ada di depan gerbang istana. "Ada apa ini?" tanya Laveena kepada prajurit yang membukakan pintu. "Izin menjawab, Tuan Putri, semenjak dekrit kaisar diumumkan, entah mengapa justru banyak pihak yang tidak puas. Beberap saat lalu para cendikiawan Deoreva mengirimkan banyak petisi," jawab prajurit itu sembari membantu Laveen menuruni kereta kuda. "KAKAK?!" Laveena kenal betul dengan suara itu, ya siapa lagi kalau bukan adik satu-satunya itu. "Akhirnya kakak pulang! Aku menunggumu sedari pagi tau, Kak. Kau membuatku khawatir kupikir kau pulang kemarin," ujar Rhiannon begitu sampai di depan kakaknya langsung memeluknya erat. Melihat raut lelah kakaknya, Rhiannon segera menggandeng kakaknya untuk masuk. "Aku tidak sabar mendengar apa yang kau lakukan di sana, Kak," kata Rhiannon kemudian t

  • Jelata Jadi Penguasa   Chapter 49

    Zilano berjalan menyusuri lorong dengan wajah dingin. Ia terlihat tergesa menuju kesuatu tempat. Meskipun matanya nampak terfokus pada jalanan lorong, nyatanya pikirannya melalang buana kepada ucapan ayahnya benerapa saat lalu. ^^^ "Apa yang terjadi? Katakan cepat!" Zilano yang masih dilanda kepanikan berusaha menghindar. Namun sayangnya tak bisa, ayahnya telah menutup ruang geraknya. Tadi ketika ia menggendong George menuju pavilium tabib, tanpa sengaja bertemu Parveen yang sedang berjalan dari arah berlawanan pada lorong jalan yang menuju pavilium tabib. Sehingga usai keluar dari pavilium tabib dengan buru-buru, Parveen menyeret anaknya untuk diinterogasi. "Mengapa kau hanya diam saja, Zilan!" bentak Parveen kehilangan kesabaran. Pada akhirnya Zilano menyerah. Ia membenturkan tubuhnya pada tembok. "Aku tak tahu ayah! Putra mahkota dan pangeran hampir saja saling membunuh dan aku harus segera mencari keberadaan pangeran. Jadi kumohon menyingkirlah!" Parveen terbelalak

  • Jelata Jadi Penguasa   Chaoter 48

    Wewangian tumbuhan herbal seketika menyeruak di indera penciuman Adrian. Matanya yang terasa berat perlahan mulai dapat terbuka. Begitu kesadarannya kembali, tubuhnya terasa kaku dengan rasa nyeri yang berdenyut di mana-mana. "Aishhh," ringisnya mendadak perutnya terasa sakit bukan main. Tangannya sontak meraba dan ia menemukan sebuah kain yang membungkus keseluruhan perutnya. Karena kesulitan mengangkat tubuhnya, ia melirik perutnya yang ternyata terdapat kasa putih membalut lukanya. "Pavilium tabib? Bagaimana aku bisa sampai di sini?" tanyanya dengan suara parau. Tak berapa lama terdengar langkah kaki memasuki ruangannya. Netra birunya terpaku melihat seorang wanita yang tiba-tiba berhenti di ambang pintu. Teringat kejadian beberapa saat lalu, Adrian mengalihkan pandangannya ke arah lain seolah tak ingin berkontak mata lagi dengannya. "Pangeran .... " Adrian tak menggubris, ia berlagak memejamkan mata kembali. Namun ketika sebuah sentuhan hangat terasa pada punggung tangannya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status