Jenazah Suamiku
Bab 48 : POV Restu 4
"Bos, Mr.Masuda sudah menunggu di Restoran Jepang. Beliau mau sekalian ngajakin makan siang dan sambil membicarakan kontrak yang kemarin." Yudhi menghampiriku yang masih duduk di depan meja kerja, dengan pikiran yang masih tak menentu.
Ya Tuhan, kenapa semuanya harus seperti ini? Kenapa Anne malah datang dengan membawa fitnah, sedangkan hubungan pernikahanku dengan Wulan baru saja membaik.
Aku takut kalau hasil test DNA yang kedua ini pun mengatakan aku ayah dari anak Anne, walau aku tak pernah merasa menggauli Anne, walau kami pernah tidur satu ranjang. Aku takut dengan ancaman Wulan, aku tak mau kehilangan sampai kehilangan dia.
"Res, kok malah bengong aja?" Yudhi menepuk pundakku.
"Ah iya, ayo berangkat! Lu yang bawa mobil," ujarku sambil melempar kunci mobil kepadanya. "Itu berkasnya jangan lupa!" sambungku sambil beranjak dari kursi lalu memasang jas.
Yudhi membawa map di mejaku lalu melangkah
Jenazah SuamikuBab 49 : Mendadak AnehSaat aku tiba di bawah, ternyata Anne sudah tak ada lagi. Sepertinya Mama baru saja mengantarnya ke teras."Ma, ngapain Anne ke sini?" Langsung kutodong Mama dengan pertanyaan yang membuat hati panas sejak tadi.Mama duduk di sofa ruang tamu dan aku pun mengikutinya."Mama kok baik gitu sama dia? Pakai gendong-gendong anaknya segala? Mama itu nggak bisa menjaga perasaan Wulan, dia sakit kepala di atas sana. Dia stres, Ma, karena kedatangan Anne." Kutumpahkan unek-unek ini kepada Mama, aku sangat kecewa dengannya.Mama masih diam."Res, hasil test DNA membuktikan kalau kamu memang ayah dari anak kembar Anne. Jadi Mama harus gimana dong? Mama nggak tega mau ngusir dia pas datang ke sini pagi-pagi, apalagi anaknya rewel banget dan tak mau digendong sama dia. Terpaksa deh Mama bantuin dia buat nenangi bayinya itu .... " jawab Mama."Test DNA itu palsu, Ma! Bagaimana mungkin, nggak diapa-apakan
Jenazah SuamikuBab 50 : Tanpa JudulRestu mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe tapi ia tak melihat penampakan Anne dan Dokter Zulfan. Kafe ini memang cukup luas, ada bagian luar (halaman kafe) dan ada yang bagian dalam juga."Sial! Ke mana perginya dua orang itu?" Restu mendengus kesal dan mau tak mau memutar tubuh karena dua orang yang tadi dilihatnya masuk ke kafe ini mendadak menghilang."Awas saja kalau ternyata Anne dan Zulfan bersekongkol." Restu membatin sambil melangkah keluar dari dalam bagian kafe, ia sedikit cemas meninggalkan Wulan sendirian di parkiran.Jantung Restu mendadak berpacu cepat saat kakinya telah tiba di parkiran tapi Wulan malah tak ada di sana."Wulan!" serunya dengan mengedarkan pandangan ke sekeliling halama parkiran.Dengan panik, Restu berlari menemui tukang parkir yang berada di sana."Pak, lihat istri saya? Hmm ... tadi ... sekitar dua menit yang lalu, dia ada di sini, di dekat motor kami .
Jenazah SuamikuPart 51 : Rumah AnneAnne semakin kelabakan saja dalam mendiamkan Si Kembar yang diakuinya sebagai anaknya bersama Restu--pria yang kini menatapnya tajam, seolah tahu akan kebohongan yang sedang ia lakukan sekarang."Kok bisa nangis dua-duanya gini sih, An? Mungkin mereka haus, kasih ASI saja!" ujar Restu sambil mengusap kepala bayi di gendongan Anne."Bik Narti, cepat bikinkan susu buat Si Kembar!" perintah Anne kepada pembantunya yang kini hanya melongo, sama bingungnya dengan sang majikan."Baik, Nona." Wanita paruh baya itu bergegas menuju dapur.Restu mengajak Anne dan dua bayi kembarnya itu duduk ke sofa ruang tengah, suara tangisan ini lumayan membuat telinganya bising tapi ia juga harus latihan punya bayi kalau Wulan benaran hamil, pria berjas hitam itu membatin. Ia jadi tak sabar untuk segera ke apotek untuk membeli alat test kehamilan."An, kok dikasih susu formula sih? Kasih ASI kamu dong!" Restu mengambil b
Jenazah SuamikuBab 52 : Testpack"Buruan habisin jagungnya, Mas!" Wulan melototi sang suami yang ia paksa memakan jagung bakar miliknya."Wulan, aku itu nggak suka makanan ndeso kayak gini!" Restu menelan dengan terpaksa butiran jagung yang ia gigit dengan terpaksa."Diihhh ... dasar sok kota!" Wulan mengacak rambut suaminya dengan gemes."Hey, tanganmu kotor itu, Sayang." Restu segera menjauh."Biarin saja, biar bau jagung rambutnya!" Wulan tertawa jahat."Jangan gitu dong, Sayang! Jam 14.00 mau ada rapat ini. Buruan dihabisin tela-telanya, habis itu buruan ke kamar mandi dan uji coba testpack lalu kamu aku antar pulang," ujar Restu."Kamu juga, Mas, buruan habisin jagungnya!" Wulan mendekatkan mulutya ke arah sodotan air kelapa muda di atas meja lalu menyeruputnya."Kamu itu aneh, Sayang. Udah dia yang lagi pengen makan jagung bakar di siang bolong begini, eh ... malah suaminya yang disuruh makan!" omel Restu dengan b
Jenazah SuamikuBab 53 : Dua Detak Jantung"Mas, kok malah rombongan begini sih? Aku itu nggak enak kalau hasilnya malah tak sesuai keinginan." Wulan cemberut saja sepanjang perjalanan menuju Klinik Kehamilan, sambil sesekali menoleh ke belakang, melihat mobil rombongan keluarganya yang dibawa Pak Jaja. Ada mertu, Winka, Rani juga sang oma."Maaf, Sayang, aku nggak nyangka bakalan rombongan begini. Kamu tenang aja, apa pun hasilnya ... tak masalah kok dan kita harus lebih giat lagi usahanya. Bisa jadi, frekuensi diskusi ditambah, hmm ... jadi 3 kali sehari." Restu meliriknya dengan senyum simpul."Heran deh, ujung-ujungnya pasti mesum aja .... " Wulan mendaratkan cubitan di pinggang suaminya."Hahaaa ... padahal seneng tuh dijadikan obyek." Restu mengedipkan sebelah matanya."Udah deh, Mas, bahasannya nganu melulu! Nanti readers pada jengah loh a
Jenazah SuamikuBab 54 : Mencari WinkaSetelah berputar di sekolah Winka selama kurang lebih setengah jam, Pak Jaja memutuskan untuk pulang dan putri dari majikannya itu masih belum bisa ditemukan.Sepanjang perjalanan pulang, wajah pria paruh baya itu sudah memucat. Ia tahu, jika terjadi hal buruk pada Winka, maka dialah yang salah. Ia memacu mobil dengan kecepatan tinggi, dan berharap Winka sudah pulang ke rumah.Setengah jam kemudian, mobil abu-abu yang dikemudikan Pak Jaja telah tiba di depan. Ia langsung turun dan berlari masuk melalui pintu samping."Yani, Nona Winka sudah pulang?" tanya Pak Jaja kepada istrinya yang kebetulan sedang berada di dekat pintu masuk."Belum, bukannya kamu yang jemput dia? Non Winka ke mana?! Dia belum ada di rumah ini." Yani mengerutkan dahinya."Sttt ... jangan nyaring-nyaring!" Pak Jaja meletakkan jari telunjuknya di depan bibirnya."Emangnya ada apa?" Yani menatap curiga sang suami.
Jenazah SuamikuBab 55 : Harus KuatHingga pagi, Restu beserta anggota Kepolisian tak juga berhasil menemukan keberadaan Winka.Tiba-tiba, Restu teringat Anne--mantan pacarnya yang saat ini sedang tersandung kasus hukum karena telah memalsukan DNA untuk menjebaknya itu."Jangan-jangan Anne yang berada di balik ini semua?" Restu membatin dan langsung membelokkan mobilnya ke arah rumah Anne.Dengan tak sabar, Restu memacu kencang mobilnya menuju komplek perumahan milik orangtua Anne. Andai Anne pelakunya, tentu ia akan memberikan balasan yang setimpal.Setengah jam kemudian, mobil hitam milik Restu telah tiba di depan pagar tinggi rumah Anne. Suasana masih sangat pagi, jam di pergelangan tangannya baru menunjuk ke arah 06.00.Restu menekan bel dan menunggu pagar dibuka. Taklama kemudian, tampaklah satpam rumah Anne yang mengintip keluar."Permisi, Pak Satpam, saya mau bertemu Anne. Ada dia ada?" tanya Restu.Sang sat
Jenazah SuamikuBab 56 : Rahasia Besar"Lakukan tugasmu dengan baik! Segera bawa Winka ke tempat yang jauh, lalu keluarkan Winda! Bagaimana? Orangtua asuh Winda mau 'kan menyerahkan anak itu kembali?""Beres, Bang. Orangtua asuhnya Winda sudah meninggal sebulan yang lalu karena kecelakaan. Jadi, sangat pas sekali momentnya saat aku ke sana dan mengaku sebagai bibinya yang akan mengambilnya kembali.""Mantap, aku suka cara kerjamu, Sayang.""Baik, Bang. Semua akan terjadi sesuai keinginanmu.""Hahaa ... lakukan tugasmu dengan baik!""Siap, Bang!""Aku takkan membiarkan Wulan hidup bahagia, setelah dia membuatku mendekam di sini. Hubungi Tuan Barak, minta kiriman uang darinya! Lalu berikan uang itu kepada pengacara, aku tak mau terlalu lama di sini.""Iya, Bang. Aku dapat kabar, Amelia hamil. Tuan Barak sedang berbahagia, sepertinya dia akan memberikanku uang.""Baguslah kalau begitu.""Abang baik-baik di san