Karena tak mempunyai uang untuk membeli tanah pemakaman, Wulan memilihkan memakamkan jenazah suaminya di depan rumah. Setelah meninggalnya Wawan, begitu banyak kejutan yang terjadi dalam kehidupan Wulan. Mulai dari datangnya para penagih hutang, hingga munculnya pria arrogant mirip almarhum suaminya. Siapa pria itu sebenarnya? Simak kisahnya!
View MoreJenazah Suamiku
1Bab : Dimakamkan Depan Rumah
"Gali tanah, terus kubur! Beres deh!"
"Iya, betul itu. Nggak usah banyak gaya mau bikin acara pesta kematian segala!"
"Baguslah dia cepat mati, berarti kamu tak perlu repot-repot lagi mengurusi dia yang penyakitan lagi."
"Pulang sana, kami tak sudi mengurusi mayat suamimu yang semasa hidupnya tak pernah berguna itu!"
Begitulah kata-kata yang kudapat saat datang ke rumah Ayah dan Ibu yang juga dihuni oleh saudara-saudaraku itu, padahal aku ke sana dengan membawa berita duka meninggalnya Bang Wawan--suamiku. Pria yang sudah 10 tahun membina rumah tangga dalam kesederhanaan juga cinta kasih bersamaku. Rumah tangga kami bahagia, walau kami miskin.
Kupercepat langkah menuju gubuk kami, di mana Winka--putriku yang berusia 8 tahun itu kusuruh menunggui jenazah Ayahnya.
Saat tiba di sana, terlihat sudah ada satu orang tetangga yang datang padahal aku belum memberitahu mereka, sebab yang kuutamakan adalah memberi kabar kepada keluargaku. Kalau almarhum Bang Wawan, dia itu seorang perantau dan katanya dulu sudah tak punya sanak family lagi.
"Innalillah w* inna illaihiroji'un, saya turut berduka cita, ya, Wulan." Bu RT memeluk tubuh kurusku saat tiba di depan rumah.
"Terima kasih, Bu RT." Aku menyeka wajah yang sembab karena banjir air mata sedari tadi. "Bu RT tahu dari mana?"
"Tadi saya bawa pisang goreng untuk Winka dan ternyata ... Dia sedang menangisi jenazah ayahnya," jawab Bu RT sambil melepaskan pelukannya dariku.
Aku menarik napas panjang sambil mengelap air mata dengan ujung jilbab.
"Kamu dari mana? Saudara-saudara juga orangtuamu apa sudah diberitahu?" tanya Bu RT sambil menuntunku masuk.
"Mereka tak ada yang perduli, Bu RT. Biarlah saya sendiri yang akan mengurus jenazah Bang Wawan," jawabku dengan tak dapat menghentikan tangis.
"Astaghfirullahal'adzim, tega sekali mereka." Bu RT terlihat kaget.
"Aku membenci mereka semua, Bu. Baiklah, aku bisa sendiri dan aku takkan pernah datang kepada mereka lagi." Kukepalkan tangan ini, dada terasa sesak karena segala kesedihan yang kini sudah bercampur dengan dendam.
"Sudahlah, saya akan beritahu warga sekitar tentang meninggalnya suamimu, kami semua akan membantu proses pemakamannya. Kamu tenang saja!" Bu RT menepuk pundakku.
Aku berusaha menguatkan diri, semua demi Winka--putriku. Kalau tak mengingat dia, mungkin aku sudah mengakhiri hidup dan pergi menyusul Bang Wawan.
Ya Allah, dengan apa jenazah Bang Wawan akan kubungkus? Sedangkan aku tak mempunyai uang sepeser pun untuk membeli kain kafan untuk suamiku. Dadaku semakin sesak saja memikirkan semua ini.
Taklama berselang, beberapa warga mulai berdatangan untuk melayat. Aku sedikit lega karena masih ada yang peduli, walau keluarga sendiri tak dapat diharapkan.
Usai dimandikan, aku semakin kebingungan jika warga menanyakan kain kafan untuk suamiku. Ya Allah, hari ini aku benar-benar merasa tak berarti sebagai seorang istri, karena tak bisa mengusahakan pakaian terakhir suamiku sebelum ia dimasukkan ke tempat peristirahatan terakhirnya.
"Bu RT, saya ... Tak punya uang buat beli kain kafan .... " ujarku pelan sambil menyeka air mata.
"Tak perlu kamu risaukan itu, Wulan, kami sudah menyiapkan segalanya. Hmm ... Masalah pemakaman bagaimana, mau dimakamkan di mana almarhum?" kata Bu RT.
Aku tertegun, hati sedikit lega karena urusan kain kafan telah selesai, tinggal masalah makamnya lagi. Aku tahu, pemakaman di sini tidak gratis dan biaya administrasinya, walau hanya 100ribu tapi benar-benar tak punya uang sama sekali.
"Dimakamkan di halaman rumah saja, Bu RT," kataku.
"Serius kamu, Wulan? Kamu tak perlu memikirkan semua biayanya, semuanya gratis karena akan diambil dari uang kas desa." Bu RT mengerutkan dahinya.
"Serius, Bu RT. Biarlah jenazah Bang Wawan dimakamkan di depan rumah saja, saya ucapkan terima kasih atas bantuan Bu RT, Pak RT dan semua warga. Saya takkan melupakan kebaikan kalian semua," ujarku dengan menyeka air mata yang terus saja mengalir dengan derasnya.
Singkat cerita, kini jenazah suamiku telah disemayamkan di depan rumah kami. Semua warga sudah pulang ke rumah masing-masing, dan aku berhutang budi dengan mereka.
Bang Wawan telah tenang sekarang, dia sudah tak sakit lagi. Sesungguhnya aku ikhlas, Tuhan, sebab yang bernyawa tetap akan menemui kematian. Yang kusesalkan hingga saat ini adalah sikap keluargaku, mereka manusia paling tega.
***
"Akhirnya kamu mengikuti saranku juga, orang mati mah tinggal digalikan lubang dan ditanam." Bang Wahyu--abang tertuaku datang ke rumahku beberapa hari kemudian setelah meninggalnya suamiku.
Aku hanya diam sambil mengupas ubi yang akan kurebus buat sarapan bersama Winka--putriku.
"Segeralah berdandan yang cantik, Abang akan memperkenalkanmu dengan saudagar kaya raya biar kamu tak perlu makan ubi terus tiap hari!" ujarnya lagi.
"Tidak usah repot-repot, Bang, aku tak berniat menikah lagi. Tanah kuburan suamiku belum juga kering, tapi Abang---" Aku menatap sesak.
"Wulan, kalau dari dulu kamu mendengarkan perkataan Abangmu ini, kamu takkan melarat begini dan jadi janda miskin! Menurut saja, biar hidupmu enak! Abang akan menjodohkanmu dengan Saudagar Gani dan dia sudah setuju menjadikanmu istri kelimanya," ujarnya lagi.
Dadaku semakin sesak saja mendengar perkataan Bang Wahyu, seenaknya saja dia ingin menikahkanku dengan saudara banyak istri itu. Aku tidak mau!
"Segera pergi dari rumahku! Anggap aku sudah mati, jadi kamu tak perlu merisaukan masalah hidupku, wahai Tuan Wahyu yang terhormat!!!" Kuarahkan pisau pengupas ubi itu ke arah pria berkumis tebal itu.
"Hey, sudah gila kamu, Wulan!" bentaknya garang.
"Jangan mengurusi hidupku lagi, pergi dari sini!" Aku tak takut kepadanya.
"Kamu akan masuk penjara, Wulan, buang pisau itu!" bentaknya garang namun turun juga dari rumahku.
"Aku tak perduli, enyahlah Abang dari rumahku dan jangan coba-coba mengatur hidupku lagi!!!" teriakku histeris dengan emosi yang sudah tak terkontrol lagi.
Tiba-tiba, terlihat sebuah mobil yang berhenti di depan rumahku. Lalu turunlah beberapa orang dari kendaraan mewah ini.
Jantungku yang sedari tadi berdebar kencang karena marah dengan Bang Wahyu, kini semakin bertabu-tabu karena melihat pria mirip suamiku yang berdiri diantara orang-orang yang keluar dari dalam mobil itu.
Siapa mereka? Pisau di tangan ini jatuh perlahan. Tak hanya aku yang terbengong melihat rombongan orang-orang yang memasuki perkarangan rumah gubukku, tapi Bang Wahyu juga.
Bersambung ....
Jenazah SuamikuExtra Part 2"Ini martabak setannya udah jadi, buruan dicicipin. Aku mau mandi dulu, setelah itu kita ke rumah sakit." Restu menghampiri Wulan sambil membawa sepiring martabak hasil buatannya."Kok bentuknya aneh gini sih, Mas?" Wulan yang sedang meringis sambil mengusap perutnya langsung mencebik."Dicicipi, jangan cuma dilihatin aja! Pasti enak itu rasanya," jawab Restu sambil menoleh sekilas lalu masuk ke dalam kamar mandi.Dengan wajah yang cemberut, Wulan mengambil sepotong martabak yang bentuknya amat jelek itu lalu menggigitnya sedikit."Hmm ... Enak juga, pedesnya mantap." Wulan menyunggingkan senyum sambil mengambil satu martabak lagi dan melahabnya dengan nikmat.Rasa nyeri di perut juga pinggangnya hilang sudah, yang ada hanya rasa kenyang juga puas akan tujuh potong martabak yang sudah berpindah ke dalam perutnya. Karena saking nikmatnya, Wulan sampai mencicipi jarinya satu persatu."Sayang, masih ad
Jenazah SuamikuExtra Part 1Yudhi kembali ke rumahnya dengan perasaan yang tak menentu. Di satu sisi ia sangat senang bisa menghabiskan waktu seminggu untuk berbulan madu bersama Stefanny--wanita yang sudah kumpul kebo beberapa bulan dengannya itu sebelum akhirnya ia putuskan untuk menikahinya secara siri setelah testpack garis dua yang menandakan hubungan mereka selama ini telah menghasilkan seorang janin. Sedangkan di satu sisi, ancaman dari Shela sungguh membuatnya risih, ia tak mau kehilangan istri yang sudah memberinya dua anak yang tampan juga cantik.Saat tiba di depan pagar rumah, Yudhi langsung menghentikan mobilnya. Di sana terlihat sebuah koper yang membuatnya penasaran akan milik siapa.Yudhi langsung turun dan membunyikan bel, lalu mengintip ke dalam lewat celah pagar.Satpam rumahnya terlihat acuh dan sibuk dengan ponsel saja."Pak Dadang, bukain pagarnya!" ujar Yudhi dengan setengah berteriak sam
Jenazah SuamikuBab 63 (Tamat)Restu menjemput Winka ke Kota zzz, ia ingin meyakinkan kalau anak kecil mirip Winka yang ada di rumahnya bersama mereka selama ini adalah palsu.Ketika tiba di rumah sakit tempat Winka dirawat, Restu hanya mendapati Yudhi saja di sana. Stefanny sudah ia antar ke hotel dulu agar situasi tetap aman."Ayah." Winka tersenyum senang kala membuka matanya pagi ini, sebab ayah yang ia rindu ada di depan mata."Kita akan pulang, Nak. Ayah senang kamu kembali." Restu mengusap pucuk kepala putri sambungnya itu."Winka lebih senang lagi. Gimana kabar Ibu? Dede bayi kembar udah lahir belum?" tanya Winka polos."Belum, Nak, Dede bayinya nunggu kakaknya pulang dulu baru deh lahir." Restu tersenyum, ia semakin yakin kalau yang depannya sekarang adalah Winka yang asli."Winka kangen Ibu, Oma Hera, Oma Rani juga Eyang. Winka kangen rumah .... " Winka menahan air matanya."Semua juga kangen kamu, Nak. Kita ak
Jenazah SuamikuBab 62 : Bertemu"Yudhi, Winka kenapa? Kamu ketemu dia di mana?" tanya Restu yang segera tersadar dan meredam kemarahannya kepada sang asisten."Aku ketemu Winka di jalan, Res. Maaf, tadi ... mobilku tak sengaja menyerempet dia saat menyeberang tiba-tiba," jelas Yudhi."Terus ... Winka nggak apa-apa 'kan?" Restu beranjak dari kursi kerjanya, ia semakin cemas dengan keadaan Winka."Nggak apa-apa, cuma geger otak ringan kata Dokter. Nginap di RS malam ini aja, besok pagi udah boleh pulang. Jadi, rencananya besok aku akan bawa Winka pulang ke Kota kita," ujar Yudhi."Hmm ... aku akan ke sana, menjemput Winka. Aku ke bandara sekarang," ujar Restu tanpa berpikir lagi."Res, biar aku yang bawa pulang Winka. Kamu dan Wulan tunggu di rumah saja. Winka akan baik-baik saja bersamaku," ujar Yudhi dengan menelan ludah, ia menyangka kalau Restu akan mau menyusul ke sini."Hey, Winka itu putriku dan aku takkan bisa cuma tingg
Jenazah SuamikuBab 61 : Runyam"Maaf, Pak, ada yang ingin bertemu." Pak Andre--asisten sementara pengganti Yudhi, mendorong pintu ruangan Restu setelah mengetuknya berkali-kali tapi tapi tak mendapat respon."Siapa? Saya sedang sibuk dan tak sempat bertemu dengan siapa pun. Ambil laporan itu dan segera perbaiki, dan harus selesai hari ini juga!" Restu berkata dengan nada tinggi, emosinya sedang tak terkontrol sejak keabsenan Yudhi dari kantor."Ma--maaf, Pak, i--itu ... ada istrinya ... Pak Yudhi ... yang ingin bertemu Pak Restu," ujar pria paruh baya itu, lalu berjongkok untuk memungut beberapa berkas yang berserakan di lantai.Restu mengerutkan dahi, ia mulai menduga-duga ada hal yang tidak beres yang terjadi kepada asisten yang merangkap temannya itu."Hmm ... suruh masuk deh, sama siapa dia?" Restu membuang napas kasar."Sama dua anaknya, Pak. Baik, saya akan suruh dia masuk. Permisi." Pak Andre menjawab sambil mengangguk sopan l
Jenazah SuamikuBab 60 : KacauHari terus berlalu, Winka yang terpaksa harus menjadi sosok Dewi--anak perempuan Yulia yang ia perlakukan seperti boneka itu, semakin tak tahan saja. Ia tak mau terusan seperti ini, sedangkan wanita bernama Anne yang ia harapkan bisa menolongnya itu malah cuek saja dan mengaku tak mengenalnya."Dewi, kamu duduk di sini dan jangan ke mana-mana! Ayo, nonton televisi! Ini film anak-anak terbaru dan kamu harus nonton." Yulia menunjuk layar televisi.Winka mengangguk dan kembali pasang tampang manis, walau dalam hati terus menangis ingin pulang."Mami mau ke Salon dulu, kamu tidak boleh bergerak dari sini sebelum Mami pulang. Kamu mengerti?!" Yulia mengusap kepala Winka."Iya, Mami, Dewi paham." Winka mulai memanggil dirinya dengan sebutan Dewi juga, agar Yulia senang dan ia tak mendapatkan kemarahan lagi seperti tempo hari. Ia mulai memahami sifat wanita yang ia panggil Mami itu dan berusaha terlihat sebagai anak p
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments