Share

Bab 5

Penulis: Angin
Hari ini adalah hari yang menggembirakan bagi keluarga Sinaga. Almaris Group yang berada di bawah naungan mereka menandatangani perjanjian dengan Arthur Group dan resmi menjadi partner bisnis dekat. Ini menandakan kedudukan keluarga Sinaga yang semakin meningkat. Ditambah lagi, hari itu juga bertepatan dengan ulang tahun ke-80 kepala keluarga Sinaga, Ahmad.

Di depan kediaman keluarga Sinaga sudah berkumpul banyak mobil mewah, dan satu per satu tokoh penting di Rivera pada berdatangan untuk mengucapkan selamat kepada keluarga Sinaga.

“Keluarga Wangsa memberikan batu giok yang harganya 16 miliar. Keluarga Tedjo menghadiahkan seekor katak emas yang dipercaya bisa membawakan kekayaan, harga satu ekor katak itu mencapai 24 miliar. Dan keluarga Cahyadi membawakan karya asli milik seorang pelukis terkenal yang harganya mencapai 17 miliar,” ujar seorang pembawa acara yang tak hentinya mengumumkan setiap hadiah yang dibawakan oleh para tamu.

Ahmad masih terlihat begitu muda dan penuh dengan semangat meski sudah berusia 80 tahun. Matanya pun sampai menyipit ketika sedang tertawa puas mendengar begitu banyak hadiah yang diberikan kepadanya.

Ada banyak sekali keluarga di Rivera yang datang ke acara ini, bahkan keluarga kelas menengah seperti keluarga Kurniawan dan yang lainnya juga turut hadir demi menjilat keluarga Sinaga untuk keuntungan mereka sendiri. Toni juga bersusah payah membelikan sebuah patung giok yang harganya tentu tidak murah demi mendapatkan perhatian dari mereka.

Sementara itu di luar sudah ada pria bertopeng dengan trench coat cokelat yang sedang berjalan masuk sambil membawa sebuah peti mati. Peti mati itu beratnya sekitar 100 kg, tapi pria itu bisa membawanya hanya dengan satu tangan dengan mudah.

Pria itu tidak lain adalah Chandra, Jenderal Naga penakluk Gurun Selatan. Sekarang dia adalah suaminya Nova dan sudah menjadi bagian dari keluarga Kurniawan, makanya dia memakai topeng agar tidak tidak dikenali, serta tidak menimbulkan kerepotan bagi keluarga Kurniawan.

Duak!

Setibanya Chandra di depan pintu, dia langsung melemparkan peti mati yang dia bawa ke mendobrak pintu dan mendarat persis di tengah aula. Keributan yang terjadi secara mendadak ini tentunya membuat semua orang yang hadir di pesta itu terkejut, dan suasana yang semula ramai seketika menjadi hening.

Hari ini adalah hari ulang tahun Ahmad yang ke-80, orang bodoh macam mana yang berani membawakan peti mati ke tempat ini?

Ahmad yang sedang sibuk menjamu para tamunya langsung memuram ketika melihat ada peti mati diantar ke rumahnya, lantas dia pun berkata, “Ada apaan ini? Satpam pada ke mana? Siapa pula yang bawa barang kayak begini? Cepat bawa keluar!”

“Ahmad, peti mati ini hadiah dariku. Hari ini memang ulang tahun kamu, tapi tahun depan hari ini bakal jadi hari peringatan kematianmu.”

“Si-siapa kamu?” tanya Ahmad.

“Aku orang yang mau ngambil nyawamu.”

Suara yang dingin dan sinis itu menggema sampai ke seisi ruangan, dan pria bertopeng itu selangkah demi selangkah berjalan mendekati Ahmad.

“Jangan coba-coba cari masalah di sini!”seru seorang pria berusia 20-an sambil menunjuk Chandra, “Aku nggak peduli siapa kamu, tapi kalau berani datang ke sini, berarti kamu harus tunduk.”

Pria itu adalah Denis. Dia menunjuk-nunjuk wajah Chandra dan hendak melepaskan topeng yang Chandra kenakan sambil berkata, “Biar aku lihat siapa kamu sebenarnya.”

Chandra langsung menarik tangan Denis dan dengan sekuat tenaga memelintir tubuhnya.

“Krak!”

Tangan Denis ditarik sampai copot dan mengeluarkan darah yang luar biasa banyak hingga lantai pun dipenuhi dengan percikan darah.

“Aaaaargh!”

Denis berteriak sekencang mungkin karena kesakitan, dan orang-orang yang menghadiri pesta itu juga ketakutan. Tidak pernah sebelumnya mereka menyaksikan adegan sesadis ini di era yang damai seperti sekarang. Chandra pun melemparkan tangannya yang sudah copot ke lantai.

Ahmad bersiap mengeluarkan senjata yang dia simpan di pinggangnya untuk membunuh Chandra, sedangkan yang lain hanya bisa melihat Denis menjerit kesakitan tanpa bisa berbuat apa-apa. Akhirnya Denis pun pingsan karena sudah tidak kuat lagi menahan sakitnya. Suasana di aula tersebut spontan sunyi senyap, dan hanya suara langkah kaki Chandra yang terdengar.

“Berlutut.”

Bertahun-tahun membunuh banyak lawan di medan perang membuat Chandra memiliki hawa membunuh yang sangat mengerikan. Auranya yang sangat mencekam ditambah dengan tindakannya yang bengis membuat anggota keluarga Sinaga ketakutan, terutama Ahmad. Ahmad tidak berani melawan lagi dan langsung berlutut di lantai tanpa dia sadari.

Semua orang yang ada di tempat itu terkejut melihat adegan ini. Ahmad, seorang kepala keluarga nomor satu di antara Empat Keluarga Besar berlutut begitu saja seperti anjing. Chandra lalu mengeluarkan sebuah kawat besi yang jika dilihat lebih saksama, kawat itu terbuat dari ribuan jarum perak yang digabung menjadi satu.

“Ahmad Sinaga, kamu tahu apa dosamu?”

Seketika itu barulah Ahmad tersadar kembali, dengan punggung yang basah kuyup oleh keringat dingin. Di saat itu juga dia berusaha untuk bangkit, tapi kedua kakinya terasa sangat lemas dan tak bertenaga.

“Hei, bocah, kamu lagi ngomong sama siapa?” gertak Ahmad.

“Di suatu malam sepuluh tahun yang lalu, terjadi kebakaran yang menewaskan 38 orang. Aku butuh darahmu untuk memperingati kematian mereka.”

Lantas, dalam sekejap Chandra sudah berada di belakang Ahmad dan mencekik lehernya dengan kawat besi yang ada di tangannya hingga kepala Ahmad pun lepas dan memuncratkan banyak darah.

“Kyaaaa!”

Semua orang menjerit dan meringkuk ketakutan di lantai, begitu pula dengan anggota keluarga Sianga yang ketakutan setengah mati setelah menyaksikan kematian kepala keluarga mereka. Chandra kemudian memasukkan kepala Ahmad ke dalam plastik hitam dan meninggalkan tempat itu.

Setelah Chandra pergi pun, suasana di kediaman keluarga Sianga masih sunyi senyap. Semua orang tiarap di lantai dengan kedua tangan menutupi kepala, sedangkan jasad Ahmad yang sudah terpenggal kepalanya sudah tersungkur tak bernyawa di tengah-tengah aula.

….

Di pemakaman keluarga Atmaja, tepatnya di depan makam Robi, Chandra menaruh plastik hitam di samping dan menyandarkan tubuhnya ke batu nisan tersebut. Dia mengeluarkan sebotol arak dan meminumnya, lalu menuangkan sisanya di depan makam.

“Kakek istirahatlah yang tenang, aku pasti bakal balesin dendam keluarga kita biar yang lain juga bisa mati dengan tenang, dan aku pasti bakal rebut balik lukisannya.”

Setelah itu Chandra pulang ke Imperial Residences dan membersihkan dirinya.

Sementara itu di kediaman keluarga Sinaga … semua orang yang datang untuk menghadiri pesta sudah bubar. Peti mati yang Chandra bawa masih ada di sana, dan jasad Ahmad juga masih tergeletak di lantai. Denis sudah dibawa ke rumah sakit, sedangkan sisa anggota keluarga lainnya sedang berlutut di depan jasad Ahmad.

Di tengah-tengah mereka terdapat seorang wanita yang seksi dan cantik. Dia adalah anak kandung Ahmad, Hindi, orang yang telah menghancurkan keluarga Atmaja tanpa ampun.

“Sudah telepon Kak Radika?” tanya Hindi dengan suaranya yang berat dan penuh dengan amarah.

“Su-sudah.”

“Semua yang ada di sini nggak boleh pergi sampai Kakak datang.”

….

Tengah malam hari itu, beberapa unit helikopter mendarat di Pangkalan Militer Rivera, dan di helikopter itu tertulis jelas kata-kata “Perbatasan Barat”. Seorang pria patuh baya berwajah sinis turun dari salah satu helikopter itu dan langsung disambut dengan penuh hormat oleh sederetan prajurit yang menunggunya di luar.

Tak lama, sebuah mobil jip datang menjemput dan langsung membawanya ke kediaman keluarga Sinaga. Pria paruh baya yang melihat kondisi Ahmad sudah terbaring tanpa kepala langsung melepaskan topinya dan berlutut di lantai.

“Pa, maaf aku telat. Aku bersumpah, siapa pun orangnya, nggak akan aku ampuni.”

“Kak,” sahut Hindi.

Orang yang Hindi panggil dengan sebutan kakak ini adalah anak keempat Ahmad, Radika Sinaga.

“Aku mau lihat rekaman CCTV,” kata Radika.

“Oke, aku ambilin sekarang,” jawab Hindi.

Radika memeriksa luka yang tersisa di tubuh ayahnya dan melihat video rekaman CCTV, dan di situlah dia melihat seluruh kejadian pembunuhan ayahnya.

“Orang ini ada bilang apa sebelum dia bunuh Papa.”

“Di suatu malam sepuluh tahun yang lalu, terjadi kebakaran yang menewaskan 38 orang. Aku butuh darahmu untuk memperingati kematian mereka.”

Mendengar hal itu, Radika langsung mengepalkan tangannya dengan erat dan berkata, “Sisa-sisa keluarga Atmaja?”

“Seharusnya begitu,” jawab Hindi.

“Kubur Papa dengan layak, pemakamannya cukup dibikin sederhana saja. Malam ini juga aku bakal pergi ke Diwangsa untuk tanya-tanya sama orang itu, aku mau mastiin apa masih ada sisa keluarga Atmaja yang masih hidup.”
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yusuf Tafseer
Author tolol ngapain tokoh antagonis pakai nama Ahmad kenapa gak pakai nama Paulus atau Yesus sekalian. cerita gak bermutu, sangat tidak patut dibaca.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jenderal Naga   Bab 2309

    Chandra belum mengetahui kebenaran akan masalah ini. Dia terus mengikuti sekelompok orang itu dan terus bergerak maju. Tanaman di sekitar tempat itu mati seakan sudah terpengaruh oleh energi iblis. Bahkan gunung-gunung di sekitarnya saat ini tampak gundul. Keheningan melanda segala penjuru. Hanya suara langkah kaki yang terdengar di telinganya. Tidak lama kemudian, mereka tiba di sebuah ngarai yang terdapat sebuah formasi yang sangat ajaib. Chandra melihat jejak energi iblis akan muncul dari tubuh orang-orang itu setiap kali mereka melewati formasi. Namun, formasi itu tiba-tiba bersinar yang diikuti dengan bunyi alarm ketika para murid Sekte Dayan melewatinya. “Ternyata siapa pun bisa melewati formasi dengan aman selama memiliki energi di dalam tubuh,” gumam Chandra setelah melihat peristiwa itu. Chandra sama sekali tidak takut akan formasi itu karena dirinya memiliki energi iblis di dalam tubuhnya. Akhirnya, dia tiba di depan formasi dan melewatinya tanpa ragu sedikit pun. Energi

  • Jenderal Naga   Bab 2308

    Chandra menatap mayat-mayat yang bergelimpangan di atas tanah lalu bergumam, “Kenapa ada energi iblis di sini? Apa mungkin ini adalah ulah Tazi?”Sejauh yang Chandra tahu, Tazi adalah antek kaum iblis. Para iblis meninggalkan beberapa antek mereka di bumi saat itu dan Tazi adalah antek mereka yang ditinggalkan di Dunia Primordial. Beberapa tahun yang lalu, Tazi menyerang Suku Guno dengan tujuan untuk menyatukan seluruh Dunia Primordial ke dalam genggamannya. “Apa mungkin dia?”Chandra tidak begitu yakin dengan pemikirannya. Kalau memang semua ini adalah ulah Tazi lalu mengapa dia menangkap para prajurit jenius dan mengambil darah mereka? “Hufh!”Chandra menarik napas dalam lalu bergegas pergi. Dia mencari ke seluruh Gunung Waku untuk menangkap orang-orang berpakaian serba hitam dengan tujuan untuk menginterogasi mereka. Namun sayangnya, dia tidak berhasil menemukan satu pun orang berpakaian hitam di sepanjang jalan. Sebaliknya, dia justru menemukan ratusan mayat para prajurit yang te

  • Jenderal Naga   Bab 2307

    Ketiga orang itu membuat kesimpulan sederhana yang berasal dari sedikit informasi yang mereka dapatkan. Berdasarkan pendapat mereka, orang-orang berpakaian hitam itu merupakan utusan dari Sekte Dayan guna meningkatkan kesulitan dalam kompetisi. “Bukan!” seru seorang prajurit yang sedang duduk di atas tanah.Kemudian prajurit itu berkata, “Orang-orang itu sangatlah kejam. Aku melihat, mereka membunuh orang-orang lalu memeras darah korban mereka dan membuatnya menjadi mumi.”“Benar, mereka sangat kejam. Mereka akan langsung membunuh target mereka kalau tidak berhasil menangkapnya hidup-hidup.”Chandra dan teman-temannya tampak tercengang setelah mendengar pernyataan prajurit yang terluka. “Langsung dibunuh dan darahnya dikuras?”Raut wajah Chandra tampak bingung lalu dia bertanya, “Kenapa mereka sangat kejam begitu?”“Benar!” seru seorang prajurit sambil mengangguk. Chandra dan teman-temannya saling bertatapan satu sama lain dan tidak tahu apa yang harus mereka katakan selama beberapa

  • Jenderal Naga   Bab 2306

    “Chandra ….”Verda tiba-tiba membuka mulutnya ketika Chandra hendak pergi. Chandra langsung berbalik lalu bertanya, “Ada apa?”Namun, Verda tiba-tiba menutup mulutnya dan tidak mengatakan apa pun. Dia tidak tahu, apa yang harus dikatakannya. “Tidak apa-apa.”Chandra tidak terlalu memedulikan Verda dan kembali berbalik lalu bergegas pergi. Dia dengan cepat muncul di dekat Maggie dan Paul. Paul langsung mengancungkan jempolnya seraya berkata, “Bos, kamu hebat sekali! Aku tidak menyangka seorang prajurit pengolah fisik akan sekuat ini. Aku pasti akan memilih jalan menjadi seorang pengolah fisik kalau saja aku tahu sejak awal, seorang pengolah fisik bisa kebal terhadap berbagai senjata dan benar-benar tak terkalahkan sepertimu.”Chandra menanggapinya dengan senyuman seraya berkata, “Sudahlah, jalan menjadi seorang pengolah fisik tidaklah mudah. Kamu pasti tidak akan mampu melewatinya.”Paul kembali berkata dengan nada kurang puas, “Bos bercanda saja, sih. Memangnya rintangan apa yang bi

  • Jenderal Naga   Bab 2305

    Pedang Caro tidak mampu menembus kulit Chandra dan hanya mampu mengoyak pakaiannya. Namun, Chandra tetap mengakui kalau kekuatan Caro sangatlah dahsyat. Sebenarnya, darah di tubuhnya mendidih ketika serangan pedang Caro mengenai tubuhnya. Namun, Chandra berusaha dengan keras untuk menahannya, sampai tidak ada sedikit pun darah yang keluar dari mulutnya. “Sungguh menakutkan!”“Tubuh yang mengerikan!”“Aku pikir ilmu pedang Caro adalah salah satu yang tak terkalahkan, tapi ternyata kekuatan fisik pemuda itu jauh lebih kuat.”“Aku tidak menyangka, kalau dia adalah seorang ahli pengolah fisik.”Tidak lama kemudian, berbagai ucapan terdengar di sekitar mereka. “Kamu?”Caro tidak kalah tercengangnya. Dia tidak percaya, kalau kekuatannya tidak bisa melukai tubuh Chandra. Padahal dia sudah mengerahkan seluruh kekuatannya. Sebenarnya, seberapa besar kekuatan fisik pemuda ini?Di kejauhan, Verda tertegun dengan apa yang disaksikannya. Dia masih ingat kejadian di Sekte Dayan ketika Chandra ber

  • Jenderal Naga   Bab 2304

    Yuga pun menatap dengan wajah penuh ketidakpercayaan. Di sisi lain, Chandra tampak tersenyum tipis sambil memegang pedang di depan leher Caro. Tidak lama kemudian, dia menyingkirkan pedangnya lalu berkata, “Caro, kamu sudah kalah. Kamu pasti sudah mati kalau aku tidak menahan seranganku tadi.”Orang-orang yang berada di sekitar mereka langsung menyadari fakta tersebut setelah suara Chandra menggema di telinga mereka. Pemuda ini benar-benar kuat, bahkan Caro berhasil dikalahkan hanya dengan satu serangan. Hufh!Tiba-tiba saja terdengar sebuah helaan napas dingin. Kemudian Caro berkata setelah tertegun selama beberapa saat, “Tidak! Itu tidak masuk hitungan! Chandra, sekarang majulah lagi!”Chandra menatap Caro lalu berkata dengan tenang, “Kamu tidak mau menepati janjimu, ya? Jangankan satu kali, bahkan sepuluh kali pun kamu tidak akan mampu menghindari serangan pedangku.”Ilmu pedang Chandra adalah ilmu pedang yang diciptakan oleh orang-orang di zaman kuno. Dia menguasai ilmu pedang i

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status