Share

Bab 6

Keesokan paginya, Chandra mendapatkan panggilan dari Nova.

“Sayang, tadi aku sudah tanya temanku, dia bilang bisa bantu. Dia juga sudah bikin janji supaya aku bisa ketemu sama Pak Ihsan. Kamu di mana? Ayo kita berangkat ke sana sekarang.”

“Kamu tunggu saja di rumah, nanti kau jemput.”

Setelah itu Chandra langsung menutup telepon, bangun dari kasurnya dan mandi, lalu berangkat.

“Kak, hari ini mau ke mana?” tanya Paul yang sudah siap menunggu di depan mobil.

“Ke rumahnya Nova.”

“Oke, ayo naik.”

Mereka pun langsung menuju rumahnya Nova dan menunggu di luar, dan tak lama kemudian Nova pun keluar dari rumahnya. Hari ini Nova merias dirinya dengan sangat cantik karena hari ini akan bertemu dengan presiden direktur Arthur Group. Dia juga mengenakan gaun yang pas dengan tubuhnya dan membiarkan rambutnya tergerai alami sampai ke bahu.

Dari jauh Nova sudah melihat suaminya yang sudah menunggu di depan mobil, dan dia pun berlari kecil menghampirinya sambil berkata dengan riang gembira, “Temanku sudah bantu aku bikin janji, kita tinggal langsung ke sana saja.”

Chandra hanya tersenyum melihat tingkah laku istrinya. Teman apanya? Kalau bukan Chandra yang meminta secara langsung, mana mungkin Ihsan mau menemui Nova. Akan tetapi melihat Nova yang begitu senang, Chandra tidak mengatakan yang sebenarnya dan malah memujinya, “Istriku memang hebat. Aku serahin sama kamu, ya. Kalau kita nggak dapat orderan kali ini, bisa-bisa aku diusir dari keluargamu.”

“Tenang saja, aku nggak bakal biarin kamu diusir dari keluargaku,” kata Nova sambil menyunggingkan senyuman di wajahnya.

Nova memang tidak tahu seperti apa latar belakang yang Chandra miliki, tapi dia sudah pernah berkunjung ke rumahnya di Imperial Residences, sebuah hunian yang paling mewah di Rivera. Orang yang bisa tinggal di sana jelas bukanlah orang biasa. Nova berpikir mungkin ini adalah karma baiknya di kehidupan lampau sehingga dia bisa mendapatkan suami sebaik ini.

Nova harus tampil sebaik mungkin di depan Chandra, agar dia tahu kalau Nova tidak sama lagi seperti yang dulu. Meski dipandang sebelah mata oleh orang lain, Nova tetap menyelesaikan studinya sebaik mungkin.

“Ayo masuk ke mobil. Paul, antar ke gedung kantornya Arthur Group,” tutur Chandra.

“Sayang, kamu tahu, nggak? Kemarin malam ada kejadian heboh. lho. Ahmad dari keluarga Sinaga dibunuh,” kata Nova ketika dia mengingat apa yang terjadi kemarin malam.

Insiden pembunuhan itu sudah diselidiki oleh pihak terkait untuk saat ini, tapi sayangnya mereka masih belum mendapatkan petunjuk apa pun.

Ketika dihadapkan dengan pertanyaan seperti ini, Chandra hanya bertingkah seolah tidak tahu apa-apa, “Kemarin aku langsung tidur pas sampai rumah, jadi aku nggak tahu apa-apa. Keluarga Sinaga itu maksudnya yang salah satu dari Empat Keluarga Besar?”

“Iya. Mereka itu ketuanya Empat Keluarga Besar dan punya bisnis di mana-mana. Almaris Group punya mereka sudah jauh lebih besar dari semua bisnis punya keluargaku. Selain itu, mereka juga punya banyak properti di kota ini. Semua cewek di kota ini berbondong-bondong mau jadi bagian dari keluarga Sinaga.”

“Bukannya kemarin kamu ada kesempatan buat cerai sama aku? Kamu bisa menikah lagi sama keluarga kaya,” ledek Chandra.

“Cuih. Apa bagusnya punya keluarga yang kaya. Selama sepuluh tahun ini aku sudah terlalu dapat hinaan dari mereka. Di mata mereka, aku ini cuma bahan olokan. Makanya aku ingat siapa saja yang masih baik sama aku. Lagian aku juga sudah punya suami yang kaya,” jawab Nova sambil memperlihatkan senyum bahagia di wajahnya.

Paul tidak menanggapi percakapan mereka sedikit pun dan hanya fokus menyetir, sampai akhirnya mereka pun tiba di depan gedung Arthur Group. Gedung tersebut memiliki papan nama yang sangat besar, dan tingginya juga mencapai delapan lantai.

Nova jarang sekali keluar rumah selama sepuluh tahun terakhir, makanya dia jadi sangat penasaran terhadap apa yang terjadi di dunia luar. Dia terus belajar dengan giat di rumah dengan harapan suatu hari dia bisa keluar dari kandangnya dan terbang ke langit yang lebih tinggi.

Nova pun mengeluarkan ponselnya dan menghubungi temannya. Kurang lebih 20 menit kemudian, seorang wanita kantoran datang dan tampak terkejut melihat Nova. Kemarin Nova sudah bilang kalau wajahnya telah pulih, serta menyematkan foto agar temannya bisa lihat seperti apa rupanya sekarang, tapi temannya itu tidak percaya. Namun setelah melihatnya secara langsung, ternyata apa yang ada di foto itu benar.

Alhasil, dia pun jadi iri ketika melihat wajah Nova yang begitu cantik. Dia mendatangi Nova dan bertanya, “Kamu Nova?”

Nova mendatangi temannya itu dan menggandeng tangannya dengan penuh semangat, “Sisca, ini aku. Nggak nyangka, ya, sekarang kamu sudah kerja jadi petinggi di Arthur Group. Hebat banget.”

“Nggak juga, lah. Nov, kamu mau ketemu sama Pak Ihsan, ya? Tapi kita harus dapat persetujuan dari general manager dulu. Yuk, ikut aku.”

“Eh?”

Padahal, saat kemarin mereka mengobrol di WhatsApp, Sisca bilang kalau dia sudah membuat janji untuk bertemu dengan Ihsan secara langsung.

“Nov, kalau mau dapat orderan dari sini nggak gampang, lho. Kamu harus …,” bisik Sisca.

Akan tetapi Nova langsung menolak dengan tegas ketika mendengar ucapan temannya. Akibatnya, Sisca pun jadi kesal dan berkata kembali, “Nov, kalau kamu nggak mau berkorban sedikit, mana bisa dapat apa yang kamu mau. Aku sudah kasih foto kamu ke manajer, dan dia bilang oke asal kamu mau menemani dia satu malam.

“Sis, aku anggap kamu sebagai teman, tapi kamu anggap aku ini apa?”

“Kamu mau dapat orderan di sini tanpa kasih pengorbanan apa pun? Mustahil. Pokoknya aku sudah kasih tahu, coba kamu pikir-pikir lagi.”

Setelah itu Sisca pun langsung berbalik dan pergi, diiringi oleh suara sepatu hak tinggi yang berbenturan dengan lantai. Di saat ini Nova nyaris saja menangis, dia lalu menatap Chandra dan bertanya padanya, “A-aku memang nggak berguna, ya?”

“Nggak, kok. Mana mungkin. Aku yakin Pak Ihsan pasti mau ketemu sama kamu. Ayo kita tunggu di mobil saja dulu.”

Chandra pun mengajak Nova keluar dari tempat itu, tapi di saat itu pula Sisca kembali bersama dengan seorang pria paruh baya. Pria itu mengenakan jas dan dasi yang sangat rapi, yang membuatnya terlihat seperti orang sukses.

Sisca segera menghampiri Nova sambil menggandeng lengan pria itu dan berkata, “Nov, ini dia manajer Arthur Group, namanya Pak Dodi. Dia yang khusus meng-handle kerja sama dengan perusahaan lain, termasuk apa yang kamu minta.”

Rupanya … Sisca bisa sampai di jabatannya ini karena menjual dirinya kepada si Dodi ini. Foto yang dikirim oleh Nova kemarin diberikan kepada Dodi, dan Dodi langsung tertarik. Dodi bilang asal Sisca bisa membantunya mendapatkan Nova, dia akan mengangkat Sisca ke jabatan yang lebih tinggi.

Nafsu Dodi jadi semakin mengganas ketika bertemu langsung dengan Nova karena ternyata Nova jauh lebih cantik dari yang di foto, dan Dodi bersumpah pada dirinya sendiri pasti akan menaklukkan wanita ini.

“Kamu Nova, ya? Tadi Sisca sudah bilang sama aku. Hari ini panas banget hawanya, gimana kalau kita ngobrol di kamar hotel. Nggak usah takut, jangankan orderan yang cuma 60 miliar, bahkan 100 miliar juga bisa diatur.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status