Share

Bab 8

Dodi menunjukkan ekspresi seakan dia yakin akan mendapatkan Nova untuk malam ini. Dia menduduki jabatan yang cukup tinggi, dan karena jabatan inilah dia sudah mencicipi entah berapa banyak wanita. Awalnya para wanita itu memang menolak, tapi seiring berjalannya waktu, malah mereka sendiri yang berinisiatif mendatangi Dodi.

“Karena aku apanya? Aku ini kan cuma anak yatim piatu. Mana mungkin aku bisa kenal sama orang kayak Ihsan,” bantah Chandra.

“Cih, nggak usah pura-pura. Rumah kamu yang di Imperial Residences itu gimana?”

“Aku mana sanggup tinggal di sana. Imperial Residences itu punya temanku yang dulu sama-sama di panti asuhan. Sekarang dia lagi di luar negeri, dan karena aku nggak punya tempat tinggal, dia kasih aku tinggal di sana, hitung-hitung bisa sekalian jaga rumah.”

“Serius?” tanya Nova ragu.

“Iyalah. Kenapa? Kalau tempat itu bukan punyaku, kamu mau cerai?”

“Bukan begitu! Kamu sudah nyembuhin aku dan aku jadi terlahir kembali, makanya aku mau menikah sama kamu. Kamu miskin juga nggak jadi masalah, biar aku yang gantian hidupin kamu!”

“Nova, aku salah, tolong maafin aku!”

Tiba-tiba ada seorang wanita yang berlari ke depan mobil yang mereka naiki. Wanita itu adalah Sisca, dan ketika dia baru saja berlari ke depan mobil, Dodi ikut juga menyusul dan menjambak rambutnya, lalu membenturkan kepalanya ke mobil sampai wujud Sisca hancur tak karuan.

“Dasar cewek sial*n. Aku jadi kehilangan pekerjaan gara-gara kamu!”

“Kak Chandra …,” ujar Paul.

“Nggak usah peduliin mereka, ayo jalan,” sahut Chandra.

“Say, tapi …,” Nova yang tidak tega melihat temannya dikasari sampai kepalanya bercucuran darah pun bertanya pada Chandra, “Apa nggak apa-apa kita tinggalin mereka kayak begitu?”

“Itu urusan pribadi mereka berdua, kita nggak usah ikut campur,” jawab Chandra.

“Nova, aku salah. Tolonglah, sebagai teman sekolah dulu, minta supaya Pak Ihsan nggak mecat aku, ya? Huhuhu ….”

Suara tangisan Sisca terdengar bahkan sampai ke dalam mobil, tapi mengingat Sisca hendak menjebak dirinya untuk tidur bersama pria lain, kekesalannya kembali mencuat.

“Nova, aku minta maaf. Aku nggak tahu kalau ternyata kamu kenal sama Pak Ihsan, tolong kasih aku satu kesempatan lagi, please,” pinta Sisca.

Dodi yang sudah puas memukuli Sisca pun berpindah ke samping pengemudi dan menyerahkan satu barang rokok sambil berkata, “Mas, tolong turunin kacanya , aku mau ngomong sama Bu Nova sebentar.”

Paul pun melirik Chandra yang ada di belakang, dan Chandra menganggukkan kepalanya. Kemudian Paul membukakan kaca belakang, dan Dodi menyerahkan sebatang rokok itu untuk Chandra, tapi Chandra menolaknya.

“Bu Nova, tolong ngomongin ini lagi ke Pak Ihsan, aku masih butuh pekerjaan ini. Ini ada 20 juta sebagai ucapan terima kasihku,” kata Dodi seraya menyerahkan sebuah amplop berisi uang sogokan.

“Nov, ayo kita pergi sekarang. Cepat bawa pulang surat perjanjiannya, biar kakek kamu mau terima aku jadi suami kamu.”

Nova pun mengangguk setuju dengan ucapan Chandra, lagi pula dia juga tidak kenal dengan Ihsan, jadi dia tidak bisa berbuat apa-apa juga untuk membantu mereka. Selain itu, Sisca dan Dodi hanya menuai atas kesalahan yang mereka perbuat sendiri.

“Paul, ayo jalan.”

“Siap.”

“Nova …!” teriak Sisca, tapi Nova tidak menghiraukannya dan pergi begitu saja, kemudian dia menjulurkan lidahnya ke Chandra dan bertanya, “Sayang, mereka berdua dipecat gara-gara aku?”

“Nggak juga. Arthur Group kan perusahaan besar, dan mereka pastinya nggak mau ada karyawan yang merugikan. Dodi menyalahgunakan jabatan dia, jadi cepat atau lambat dia pasti bakal dipecat juga. Kamu cuma pemantiknya, itu saja.”

Mendengar itu, Nova pun merasa jauh lebih lega, dan tak lama kemudian mereka pun tiba di kediaman keluarga Kurniawan. Leon juga mengundang teman-temannya kemari dengan maksud memperkenalkan mereka kepada Nova. Temannya itu berasal dari keluarga Sinaga, namanya David.

Insiden kemarin malam memang cukup tragis bagi keluarga Sinaga, tapi yang jadi korban adalah Ahmad, sedangkan David yang merupakan cucunya tidak peduli sama sekali. Saat keluarga Sinaga berada di bawah kekuasaan Ahmad, uang jajan yang David terima semakin lama semakin sedikit, dan dengan meninggalnya Ahmad, maka kekuasaan tertinggi kini jatuh kepada ayahnya David. Begitu ayahnya, Bambang, berhasil mewarisi posisi sebagai kepala keluarga besar, maka kedudukan David di keluarganya sendiri juga otomatis akan meningkat.

David dengar dari Leon kalau Nova sekarang sudah jadi seorang wanita yang sangat cantik, makanya dia mau datang kemari untuk melihat seperti apa sebenarnya sosok Nova sekarang. Semua orang di keluarga Kurniawan mengelilingi David dan memujanya bak sekumpulan rkyat jelata yang sedang menyembah raja mereka.

“Kek, David ini teman baikku. Aku tadi bilang ke dia kalau sekarang Nova sudah cantik, makanya dia datang ke sini. Pokoknya Nova harus cerai sama Chandra, biar David saja yang jadi suaminya,” kata Leon.

“Itu pasti, memang cuma orang dari keluarga Sinaga yang pantas sama Nova,” kata Toni.

Anggota keluarga Kurniawan tak hentinya memuji-muji David agar egonya semakin besar. Memang seperti inilah tatanan sosial di Rivera. Tidak peduli di mana pun anggota Empat Keluarga Besar berada, mereka akan terus disanjung oleh orang-orang.

“Kek,” sahut Nova. Dia baru saja sampai di rumah kakeknya sambil membawa surat perjanjian. “Ini surat kontraknya, transaksi sama Arthur Group sebesar 200 miliar. Kakek sudah janji nggak bakal ngusir Chandra dari keluarga kita, ‘kan?”

“Nova, kenalin dulu, ini temanku, namanya David Sinaga. Kamu tahu ,’kan? Keluarga Sinaga yang dari Empat Keluarga Besar itu. Cepat kasih dia rokok satu batang,” kata Leon.

Mata David langsung menatap lurus ke arah Nova. Dia juga tahu kalau dulu wajahnya rusak karena suatu insiden, tapi tak disangka sekarang Nova terlihat begitu cantik. Tidak sia-sia David datang ke sini, karena Nova yang sekarang jauh lebih cantik dibanding semua wanita yang pernah dia dekati. Dia pun bersumpah kepada dirinya sendiri pasti akan mendapatkan Nova.

“Memangnya dia siapa sampai aku harus kasih dia rokok,” kata Nova.

“Kurang ajar kamu,” seru Toni, “Berani kamu ngomong begitu sama David. Cepat minta maaf!”

“Nggak perlu marahin Nova, aku suka sama cewek yang sifatnya bandel kayak dia. Oh ya, tadi Nova bilang apa, orderan dari Arthur Group, maksudnya apa?” tanya David.

Leon pun menceritakan semuanya kepada David, dan di situlah dia baru sadar kalau Chandra adalah suaminya Nova. Awalnya dia kira Chandra itu sopirnya, tapi ternyata suami yang dulu dicarikan oleh Toni.

“Aku mau Nova. Cepat suruh mereka cerai, atau aku telepon ke Arthur Group untuk batalin perjanjiannya. Jangan lupa, partner bisnis Arthur Group yang paling dekat itu keluarga Sinaga. Mereka baru bisa kasih lebih ke perusahaan lain asal permintaan keluarga Sinaga sudah tercukupi,” ujar David.

“Katanya Ahmad baru meninggal, tapi kamu sebagai cucunya kenapa malah keluyuran di luar, bukannya harusnya kamu berkabung?” tanya Chandra.

“Hah, cari mati kamu, bocah!”

David langsung mencengkeram kerah baju Chandra dan hendak menamparnya, tapi Chandra dengan siaga menepisnya dan mendorong David sampai dia terjungkal ke sofa. Sontak amarah David pun langsung membara. Dia adalah anggota keluarga Sinaga yang selalu disegani di mana pun dia berada, tapi sekarang dia malah dipermalukan seperti ini, dan yang lebih parahnya lagi, orang yang mempermalukannya adalah sampah yang berani menyebu nama kakeknya yang sudah meninggal!

Semua orang tahu soal meninggalnya Ahmad, dan tidak ada satu pun yang berani mengungkitnya, tapi Chandra malah berani menyebut namanya dengan begitu lancang.

David pun mengeluarkan sebilah pisau lipat dari sakunya dan berkata, “Potong tangan kamu sendiri, baru aku mau maafin kamu. Kalau nggak, kamu yang bakal aku lempar ke sungai biar jadi makanan ikan!”

“David, duduk dulu saja sini, kita isap sebatang dulu biar tenang. Kalau mau dibunuh juga nggak apa-apa, kami sekeluarga nggak ada yang peduli. Justru kalau dia mati, Nova bisa jadi punya kamu,” tutur Leon.

“Bocah sial*n, jangan harap kamu masih bisa selamat habis ngomong begitu,” ancam David.

Akan tetapi Chandra hanya tertawa dan tidak menghiraukan ucapannya. Kalau saat ini mereka bukan sedang berada di kediaman keluarga Kurniawan, mungkin sekarang David sudah mati.

“Kakek sudah janji kan bakal mengakui Chandra sebagai suamiku kalau dia berhasil. Ini bukan 60 miliar lagi, lho, tapi 200 miliar,” kata Nova sembari menyerahkan surat yang dia bawa dari Arthur Group.

“Hah?! Kamu bilang 200 miliar?”

“Kek, ada berita besar. Presiden direktur Arthur Group ngundang Nova secara langsung ke kantornya!” kata salah seorang wanita yang tiba-tiba datang dengan wajah panik sambil berlari-larian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status