เข้าสู่ระบบKarina pulang dengan raut wajah kesal, giginya gemertuk pelan dengan langkah yang terhentak keras. Wiranto dan Sari yang melihat kedatangan putrinya mengeryit heran.Pasangan suami istri itu saling pandang, sampai bunyi dentuman pintu membuat keduanya terkejut pelan. Sari dengan cepat menyusul Karina dan meninggalkan Wiranto yang sibuk dengan kopinya."Kenapa kamu?" tanya Sari, dia berbicara di ambang pintu kamar kontrakan yang Rudi sediakan.Karina mendelik tajam, wajahnya tertekuk dengan sorot wajah memancarkan amarahnya."Karin kesel, Bu. Kenapa sih harus selalu Dara yang beruntung dalam berbagai hal?" Suara itu meninggi dengan gestur tangan yang terangkat tinggi.Sari masuk lebih dalam ke kamar putrinya, dia duduk di atas ranjang dan tepat berada di samping Karina. "Coba, cerita lebih detail lagi, kamu kenapa sebenernya?" "Tadi, di kantor. Aku berusaha deketin Satya, eh malah sial." Cerita Karina mengalir dengan emosi yang menggebu. "Kopi yang aku bawa malah tumpah. Terus tumpaha
Hal yang tidak pernah Dara duga dalam hidupnya adalah, ketika dia melihat Rudi tepat berada di depan dirinya. Pria yang dulu sangat dia cintai, bahkan Dara rela memberikan semua yang dia miliki pada pria itu.Tatapan Dara menyipit tajam, "Ada apa?" Kedua sudut bibir Rudi mengembang begitu saja, pria dengan kulit sawo matang itu terlihat mengulurkan tangan, satu paper bag berwarna hitam dia serahkan pada Dara."Oleh-oleh, aku harap kamu masih suka hal manis." Tangan Rudi berayun tanpa penyambutan, membuat senyum di bibirnya luntur perlahan. Dia menarik kembali lengannya dan menaruh paper bag di atas meja."Kalau begitu, aku pamit dulu." Tidak ada jawaban, yang ada hanya penyambutan dengan nada yang cukup keras. Dara enggan berucap, bahkan untuk sekedar berbasa-basi dengan sang mantan.Setelah kepergian Rudi, wanita itu menutup pintu dengan cukup keras, dia enggan bahkan untuk sekedar mengambil barang pemberian Rudi.Dulu, Dara memang mencintai Rudi, bahkan mungkin sangat. Tapi untuk
Wajah Dara terlihat kesal, dia menenteng beberapa camilan dan berjalan masuk sambil menghentakkan kaki dengan kencang.Belanjaan itu ia taruh di atas meja begitu saja, bahkan sebagian terlihat keluar dari dalam kereseknya. Dara melipat tangan dan menatap Karin dengan mata menyipit tajam."Tuh, taksi kamu udah ada ... dari tadi diklaksonin, ko nggak keluar-keluar," sentaknya dengan nada tak suka.Karina tersenyum samar, dia berdiri dan menatap Satya sekali lagi. "Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, Pak ... kalau begitu saya pamit pulang dulu." Karina melangkah menuju pintu, tapi sebelum benar-benar keluar dari dalam rumah Dara. Suara Satya menghentikan aksinya."Hati-hati di jala," suara itu mengalun pelan, membuat Karina tersenyum dengan perasaan berbunga.Dia mengangguk malu-malu dan dengan cepat menatap pada Dara, senyum kemenangan wanita itu perlihatkan. Membuat Dara menatap tak suka ke arahnya.Setelah Karina sudah tidak terlihat lagi, Dara mulai menatap Satya dengan raut waja
Cukup lama Karina menunggu di ruang tamu, sampai Dara datang dengan wajah yang terlihat berseri, dia terlihat berjalan dengan ringan dan tanpa beban. Tidak seperti sebelumnya.Senyum manis terpatri di wajah cantik Dara, membuat tatapan Karina berubah datar dan dingin, dia tidak suka ketika melihat sepupunya itu bahagia.Sejak dulu, Dara selalu memiliki kehidupan yang lebih layak dari dirinya, semua yang Dara miliki harus menjadi miliknya. Itu prinsip hidup Karin.Jika dulu, Dia gagak merebut Rudi, maka hari ini dia harus mendapatkan Satya. Beberapa hari lalu, Rudi menghubungi ibunya, pria itu memerintahkan mereka untuk pergi ke kota.Rudi bilang, jika Dara kabur dan memilih menikah dengan orang Kaya. Jelas, Sari dan Wiranto tidak terima, mereka mengasuh Dara sejak remaja, dan ketika wanita itu bergelimang harta, mereka harus ikut serta di dalamnya."Maaf ... aku lupa kalau ada tamu," ujarnya Dara dengan suara lembutnya. Dia menyelipkan rambutnya dan memperlihatkan bekas merah yang mas
Langkah kaki Dara menggema menaiki tangga, dia berlari ke lantai atas guna mengejar langkah Satya. Amarah bercampur menjadi satu dan siap meledak kapan saja.Begitu sampai di ambang pintu, Dara berhenti melangkah, dia menghela napas pelan sebelum membuka pintu di depannya."Tuan." Panggil Dara dengan tergesa.Satya terlihat duduk di atas sofa, pria itu sudah tidak mengenakan kaos nya lagi, tubuh bagian atas yang terekspos sempurna dan membuat Dara hilang fokus beberapa detik."Apa? Kamu akan berdiam diri di ambang pintu, Dara?" Dara mengerjap pelan. Dia menghampiri Satya dengan cepat. Tatapannya berubah, dia yang semula tampak biasa menjadi sedikit jengkel dengan apa yang Satya baru saja lakukan."Tuan, kenapa Anda membawa pulang wanita itu ke rumah ini?" Satya tidak langsung menjawab, dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk berganti pakaian. Tapi sebelum benar-benar masuk, Satya berucap dengan nada pelan."Pinjamkan pakaianmu ... dia kehujanan dan pasti kedinginan." Pintu ka
Dara terlihat antusias dengan kedatangan Satya kali ini, dia berdiri di ambang pintu sambil sesekali menatap pada jalanan di depannya.Dia bahkan sudah tidak menghiraukan tetangga depan rumah yang terlihat menyipitkan mata, dengan penuh rasa penasaran terhadapnya.Yang Dara tunggu kali ini adalah bakso, dia sudah membayangkan kuah pedas panas, dengan rasa sedikit asam dan manis dari kecap hitam."Mana Tuan, kenapa lama sekali," gumam Dara pelan, dia terus melongokkan kepala dan menatap jalanan di depannya."Apa mobilnya mogok yah? Atau dia bohong lagi." Prasangka buruk terus Dara ucapkan, dia mendesah pelan dengan bibir yang terus mendumelkan sesuatu.Rudi yang berada di balkon kamar terus memantau setiap gerak Dara. Ada rasa gemas di dalam hatinya ketika melihat tingkah Dara, cara wanita itu menunggu, cara nya terus bergumam, dan cara wanita itu memainkan ekspresi wajahnya."Kenapa dulu aku tidak sadar, jika Dara semenggemaskan itu," bisiknya nyaris tak terdengar.Tatapan Rudi menja







