Share

Bab 5. Ciuman

Mendengar ucapan Elvan, sontak semua orang yang duduk di meja itu terperangah, terutama Marissa beserta bibi Elvan, Nara.

“Kekasih yang baru kamu lamar?” ulang Nara dengan suara tidak suka. “Apa maksud omong kosongmu ini?”

Elvan mengabaikan pertanyaan Nara, lalu beralih pada seorang pelayan, mengisyaratkan agar segera mengambilkan kursi tambahan untuk dirinya. Setelah itu, dia menarik satu kursi kosong yang berada di sebelah sang ibu, lalu berkata pada Diva, “Duduklah di sini.”

Perlakuannya begitu lembut dan perhatian, sampai-sampai semua orang yang melihatnya kembali terbelalak tak percaya. Bahkan Marissa berujung meremas gaunnya erat dengan tidak suka.

Di sisi lain, Diva merasa canggung. Kentara dirinya tidak diterima oleh sebagian besar orang di meja tersebut, bagaimana dia bisa duduk dengan tenang!?

Namun, di saat itu sebuah tangan meraih tangan Diva. “Duduklah, Diva.” 

Ternyata, itu adalah ibunda Elvan, Anita! 

“Jangan begitu gugup,” ucap Anita dengan lembut seraya menarik Diva untuk duduk di sebelahnya.

“T-terima kasih, Tante …,” jawab Diva canggung.

Setelah pelayan datang dan Elvan duduk di sebelah Diva, sebuah suara terdengar berkumandang, “Elvan, bibimu tadi bertanya.” Itu adalah Hartono Wongso, kakek Elvan sekaligus pendiri LuxTech Group yang ternama!

Elvan menatap sang kakek sekilas, lalu berujung menghela napas untuk menjawab, “Diva adalah tunanganku, dan itu bukan omong kosong. Apa begitu sulit untuk menerima kenyataan ini?” 

Cara bicara Elvan yang begitu ketus membuat suasana menjadi tegang, terutama untuk Diva yang jantungnya berdebar tidak karuan. Tidak bisakah pria itu memperkenalkannya dulu dengan lebih baik!?

Akhirnya, dengan usaha untuk memerankan identitas barunya dengan lebih baik, Diva pun berdiri dari kursinya dan membungkuk sedikit untuk memperkenalkan diri, “Halo, semuanya. Namaku Diva Gantari. Aku kekasih Elvan.” Dia menegapkan tubuh dan tersenyum agak canggung. “Maaf sudah datang tiba-tiba dan mengganggu waktu makan siang kalian seperti ini.”

Mendengar Diva memperkenalkan diri, jujur Elvan agak terkejut. Dia tidak menyangka wanita yang beberapa saat lalu sangat menentang idenya itu bisa berperan dengan begitu alami, layaknya seorang kekasih yang baru pertama kali dikenalkan kepada keluarganya.

Di saat ini, Anita berkata sembari meraih tangan Diva, “Astaga, Diva. Tidak perlu sungkan seperti itu. Kami tidak merasa terganggu sama sekali.” Wanita itu melirik sang ayah yang menampakkan ekspresi keruh, lalu menambahkan, “Kami hanya terkejut mendengar Elvan pertama kali memperkenalkan dirimu sebagai … kekasih yang sudah dilamar ….”

Melihat sebagian besar orang penasaran dengan identitas Diva, Anita pun kembali bertanya, “Kamu … sudah lama kenal sama El?” 

“Sudah, Tante,” jawab Diva dengan usaha untuk tetap tenang. 

“Berapa lama?”

“Sekitar satu tahun.”

“Satu tahun?” Suara bibi Elvan kembali terdengar. “Baru kenal satu tahun, tapi sekarang sudah dilamar?” Wanita dengan leher penuh perhiasan itu mendengus dingin. “Hebat juga kamu, Elvan. Serius atau main-main kamu?”

Mendengar ini, Elvan mendengus. “Serius atau tidak, itu urusanku dan Diva. Tidak perlu Bibi khawatirkan soal itu.” Pria itu kemudian menyesap minumannya dengan santai.

“Kamu–!” 

Nara–bibi Elvan–merasa sangat tersinggung. Akan tetapi, ayahnya terus memerhatikan gerak-geriknya, membuat wanita itu tidak leluasa membalas ucapan Elvan. Dia pun beralih kepada Diva.

“Kamu kenal Elvan dari mana?” tanyanya dengan tatapan tidak suka.

“Lingkaran teman, Tante. Kebetulan ada salah seorang teman Elvan yang temanku juga,” jawab Diva, masih dengan sopan.

Mendadak, di saat ini satu suara merdu menimbrung, “Lingkaran teman yang mana? Kok aku tidak tahu?” 

Diva menoleh, menyadari bahwa Marissalah yang sekarang berbicara. Sejak awal, wanita itu menatapnya dengan sangat tajam. Diva tahu, pasti wanita itu sekarang sedang memakinya mati-matian dalam hati.

Belum sempat pembicaraan perjodohan dibicarakan, kedatangan Diva malah menggagalkan semuanya.

Namun, dari cara pandang Marissa terhadapnya, Diva tahu wanita itu belum menyerah dan berniat mengulik lebih jauh hubungannya dengan Elvan.

Akhirnya, Diva pun memasang senyum termanisnya dan berkata, “Memangnya semua teman Elvan, kamu harus tahu, ya? Maaf bertanya seperti ini, tapi karena Elvan belum pernah menceritakan, aku jadi belum tahu. Memang kamu siapanya Elvan?”

Mendengar balasan itu, bukan hanya Marissa, tapi semua orang di meja itu terkejut.

“Pfft ….” Suara tawa yang tertahan mengalihkan perhatian seisi meja, mereka menoleh dan melihat ternyata sosok Elvanlah yang tertawa!

Diva berpura-pura bingung. “Kenapa tertawa, Van? Kamu serius belum pernah cerita ke aku soal dia ….”

Melihat ekspresi pura-pura Diva yang begitu alami, Elvan pun tersenyum. “Dia Marissa, anak angkat bibi dan pamanku.”

Mulut Diva membentuk huruf ‘O’, lalu tampak tersenyum tak berdaya. “Ah, yang dulu katanya berniat dijodohkan denganmu, ya?”

Mendengar kata ‘dulu’, ekspresi Marissa langsung memburuk, begitu pula wajah Nara dan suaminya.

Sebaliknya, Elvan tersenyum semakin semringah, merasa sangat terhibur dengan sandiwara Diva. “Ya, yang itu,” jawabnya santai. “Akan tetapi, jangan khawatir. Itu dulu.” Dia menatap sang bibi. “Sekarang, tidak mungkin lagi.”

“Apa kamu serius?” 

Perhatian semua orang beralih dari Elvan dan Diva, menuju kepada Marissa. Wanita muda itu tampak memasang wajah tidak suka dan curiga.

“Kamu serius dengan wanita ini?” tanya Marissa lagi.

Elvan memiringkan kepala. “Kamu kira aku bercanda?”

Marissa memicingkan mata. “Aku lebih curiga kamu berpura-pura.” Dia pun melirik Diva. “Pun sikapnya tidak buruk, tapi penampilannya terlewat sederhana. Bukan seperti tipemu.” Dia menatap Elvan lagi. “Oleh karena itu, aku sulit untuk percaya.”

Percakapan antara Marissa dan Elvan membuat suasana di meja itu kembali tegang. Sedangkan Diva, dia jujur lebih merasa tersinggung dibandingkan takut kepada Marissa.

Apa maksud wanita itu dia terlihat sederhana? Gaun yang dia kenakan untuk menghadiri pernikahan Nico hari ini menghabiskan hampir setengah gaji bulanannya! Ini adalah gaun termahal yang pernah Diva beli! Enak saja dibilang sederhana!

Di saat Diva sedang memikirkan hal tersebut dan memaki-maki keangkuhan Marissa dalam hati, dia mendengar Elvan mendadak berkata, “Kalau ingin bukti, mudah saja.” Pria itu menoleh ke arah Diva, lalu meletakkan tangannya di tengkuk Diva.

Kaget, Diva menautkan alis. “Elvan, apa yang–”

Tidak sempat menyelesaikan ucapannya, Diva dikejutkan dengan Elvan yang menarik kepalanya mendekat dan–

Cup!

Elvan sungguh mencium Diva di depan keluarganya!



Komen (4)
goodnovel comment avatar
Anindita Kesya
let's play the game...
goodnovel comment avatar
Jannah Jannah Tanjung
smpi tengah MLM pun jdi
goodnovel comment avatar
nurdianis
mau dong di cium
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status