Gilang segera membersihkan dirinya setelah berpesta buah kenikmatan. Berkali-kali wanita bertubuh seksi yang bernama Soraya itu memuaskan hasrat laki-laki tampan yang mempunyai sejuta pesona. Kini laki-laki itu telah bersantai di teras belakang rumah sahabatnya sembari menikmati minuman bersoda.
“Bagaimana? Apa lo udah puas?” tanya Evans sembari menyunggingkan sudut bibirnya.
Kedua laki-laki itu sudah kecanduan melakukan hubungan selayaknya suami istri tanpa adanya ikatan pernikahan. Pemuda yang sudah dirasuki setan itu tidak memikirkan akibatnya di masa depan.
Sungguh sangat merugikan diri sendiri apabila kita melakukan hubungan terlarang itu. Terlarang bagi pasangan yang belum resmi menikah.
“Puas banget,” jawab Gilang sembari tertawa pelan. “Dapat dari mana lo cewek kayak Soraya?” tanyanya setelah menyesapi minuman bersoda itu.
“Kenapa? Ketagihan lo ya,” tukas Evans dengan tawa yang begitu renyah d
“Gilang! Pulang sekarang juga atau semua fasilitas kamu, Mami cabut!” Teriakan sang mami menggema di telinga pemuda mesum itu.Gilang buru-buru memenuhi panggilan sang Nyonya besar. Ia tidak mau kalau semua fasilitas diambil oleh kedua orang tuanya. “Gue cabut dulu.” Laki-laki dengan sejuta pesona itu bergegas pergi meninggalkan kediaman sahabatnya.“Dasar anak Mami,” cibir Evans kepada sahabatnya. “Sini, Sayang, kamu puaskan aku saja.” Evans menarik tangan Soraya sehingga wanita cantik bertubuh seksi yang hanya mengenakan bikini itu duduk di pangkuan Evans.Sementara di rumah Mami Tyas seperti sedang terjadi gempa. Semua terasa bergetar akibat teriakan wanita paruh baya itu.Papi Rizky yang sedang menikmati kopi di ruang keluarga, terkejut mendengar teriakan sang istri dari dalam kamar yang terdengar sangat nyaring hingga ke lantai bawah.Laki-laki yang masih terlihat gagah walau usianya sudah kepala
"Mami dan Papi kenapa nangis berjamaah?" tanya pemuda yang baru saja masuk ke dalam kamar Mami Tyas.Pemuda itu adalah Gilang Sebastian, anak semata wayangnya. Laki-laki penikmat wanita yang membuat sang mami menangis karenanya."Gilang, kamu nggak apa-apa?" Papi Rizky bangun dari duduknya, memutar tubuh sang anak. "Nggak ada yang sakit? Nggak ada yang luka?" tanya sang papi yang terlihat sangat khawatir pada anak kesayangannya.Papi Rizky sangat memanjakan sang anak karena wajahnya begitu mirip dengan sang adik yang sudah meninggal dunia. Ia tidak berani menolak keinginan anaknya itu, termasuk tinggal sendiri di apartemen.Sewaktu Farel, adiknya masih hidup, Papi Rizky selalu manuruti kemauan sang adik. Termasuk menikahi Ayuningtyas dan kini mereka mempunyai anak bernama Gilang."Papi kenapa? Gilang sehat kok, Pi. Masih utuh dan tentunya masih sangat tampan seperti Papi," ujar Gilang sembari tertawa geli."Otak kamu yang nggak sehat," sahut
Papi Rizky kembali mendekati istrinya. Ia meminta penjelasan tentang semuanya. Kenapa sang istri berteriak dan menangis, padahal anaknya baik-baik saja. "Mami kenapa tadi menangis? Itu anak kita baik-baik aja," ujar Papi Rizky pada istrinya. Akhirnya Mami Tyas menceritakan alasan dia berteriak dan menangisi kelakuan anaknya yang tidak bermoral. "Mami udah gagal mendidik anak kita, Pi," ucapnya sembari terisak. "Maaf, Mami nggak bisa jadi ibu yang baik buat anak kita." Mami Tyas memeluk suaminya dan menangis tersedu-sedu dalam pelukan laki-laki yang sudah menemaninya bertahun-tahun itu. Papi Rizky membelai dengan lembut rambut sang istri, lalu mencium pucuk kepala istrinya dengan mesra. "Jangan menyalahkan diri sendiri! Ini salah Papi juga yang terlalu memanjakannya," ujar Papi Rizky sembari terus menenangkan istrinya. "Sekarang kita berusaha bersama-sama untuk mengajak anak kita ke jalan yang benar." "Udah terlambat, Pi.
Keesokan paginya Gilang sudah siap-siap ke kantor. Laki-laki itu sudah berpakaian rapi, menggunakan setelan jas berwarna abu muda. Apa pun yang dikenakan pewaris FaRiz Group itu selalu sedap dipandang mata.“Pagi, Mi, Pi,” sapa Gilang pada kedua orang tuanya yang sudah duduk di kursi dengan meja persegi panjang di depannya yang sudah tersedia menu untuk sarapan pagi.“Mi, pulang kerja aku mau ke apartemen, mau mengambil barang-barang penting yang tertingal di sana.” Gilang meminta izin kepada sang mami supaya maminya percaya kalau ia mau berubah.“Nggak perlu,” sahut Papi Rizky dengan tegas. “Semua barang-barang kamu sudah diambil Haris dan sebentar lagi dia sampai.”Benar saja apa yang dikatakan sang papi. Baru beberapa menit lalu ia berbicara, Haris sudah datang membawa barang-barang penting milik Gilang dari apartemennya.Laki-laki muda yang berusia dua puluh lima tahun dengan alis yang tebal, ramb
Gilang bangun dari duduknya sembari menatap sang mami yang pergi begitu saja. "Mi!""Sudah lah, kamu pergi saja ke kantor!" titah sang papi pada Gilang. "Jadi lah laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Papi akan pantau kamu terus, kalau selama tiga bulan ini masih belum berubah, kamu akan Papi coret dari daftar ahli waris."Sang papi pun pergi meninggalkan anaknya sendirian di meja makan. Kali ini Papi Rizky bersikap tegas pada Gilang.Gilang terduduk kembali di kursinya, ia benar-benar merenungi semua ucapan orang tuanya. "Aku akan berubah, Mi," gumamnya. Lalu, bangkit dari duduknya, merapikan jas, kemudian mengayunkan langkahnya keluar rumah.Haris sudah berdiri di samping mobil mewah berwarna hitam pekat. Mobil baru untuk mengantar atasannya.Gilang celingukan mencari keberadaan mobil kesayangannya. "Di mana mobil saya?" tanya Gilang pada laki-laki yang membukakan pintu mobil untuknya."Saya tidak tahu, Tuan," jawab Haris dengan sopan
Haris mendadak memberhentikan kendaraannya mendengar perintah sang bos. "Ada apa, Bos?" "Kamu ikuti gadis yang memakai seragam putih abu itu!" suruh Gilang pada Haris sembari menunjuk gadis berseragam sekolah yang sedang berjalan di trotoarjalan. "Baik, Bos." Haris memelankan laju kendaraannya mengikuti gadis berseragam itu. 'Aku kira anak itu udah lulus SMA,' batin Gilang sembari terus memerhatikan gadis yang dia kenal berjalan sembari menenteng kantung plastik berwarna merah. "Dia masuk jalanan kecil, Bos," ujar Haris yang menghentikan kendaraannya di pinggir jalan. "Apa perlu saya ikuti?" 'Mau ke mana dia? Nggak mungkin 'kan ada sekolah di lingkungan kayak gitu,' Gilang bertanya-tanya dalam hatinya. "Tidak usah. Kita jalan saja! Biarkan dia pergi ke mana pun dia suka." Sebenarnya Gilang merasa penasaran dengan apa yang akan di lakukan gadis yang dijodohkan dengannya di tempat sepi seperti itu.
"Kita sudah sampai, Bos," ucap Haris dengan sopan setelah membukakan pintu untuk atasannya. CEO muda itu masih duduk termenung, entah apa yang dipikirkan oleh laki-laki tampan itu. Ucapan orang tuanya atau memikirkan gadis berseragam yang masuk ke daerah kumuh dan sepi. "Bos." Haris kembali memanggil atasannya setelah beberapa menit belum keluar juga. Gilang tersadar dari lamunannya, ia melihat kursi kemudi yang sudah kosong, lalu menoleh ke samping, ternyata asistennya sudah berdiri di samping mobil sembari memegangi daun pintu mobil yang sudah terbuka. "Maaf," ucap Gilang sebelum keluar dari mobil. "Tidak apa, Bos." Haris segera menutup pintu mobil setelah sang bos keluar. Mereka berjalan beriringan, semua pasang mata para pegawai kantor FaRiz Group terpesona kepada dua laki-laki tampan yang berjalan dengan gagahnya. Laki-laki bernama Haris yang menjadi pusat perhatian pagi itu. Kedatangannya untuk pertama kali ke perus
"Percayalah itu hanya nikmat sesaat, tapi dosanya akan terus mengejar lo sampai ke liang lahat," ujar Sisil dengan serius. Ia sengaja berbicara seperti itu karena Gilang bukan anak kecil lagi yang harus dinasihati pelan-pelan. Ucapan Sisil begitu membuat laki-laki brengsek itu ketakutan. Ia berharap Gilang mau merubah kelakuannya dan segera bertobat. "Serem banget omongan lo," sahut Gilang sembari mengedikkan bahunya. "Gue serius," sahut Sisil. "Coba senjata lo dibilangin jangan asal masuk lubang." "Bukan senjata gue yang asal masuk, tapi lubangnya sendiri yang manggilin," sahut Gilang sembari tertawa geli. "Emang sengklek lo," sergah Sisil. "Gue nggak yakin lo bisa berubah." "Makanya bantu gue," pinta Gilang pada sekretarisnya. "Kalau lo sendiri nggak mau berubah ya nggak bakal bisa berubah. Jangan cuma di bibir saja, ingin berubah, tapi lojuga harus menjauh dari lingkungan setan." Sisil sudah mulai emosi berbicara