Share

Bab 5. Ciuman Pertama

“Sama-sama, Calon istri,” balas Gilang sembari tersenyum.

“Duh, Mas Gilang, lama-lama bisa jatuh cinta beneran ini,” ucap Naya sambil menutup wajah cantiknya dengan kedua telapak tangan.

Saat ia membuka telapak tangannya, wajah Gilang sudah sangat dekat dengan wajahnya. Tangan Gilang menarik tengkuk Naya dengan lembut. Perlahan ia menempelkan bibirnya pada bibir ranum kekasihnya.

Naya membuka matanya lebar-lebar, saat sang kekasih melumat bibirnya dengan lembut. Detak jantungnya terasa berhenti sesaat, darahnya mengalir hangat ke seluruh tubuh. Gilang memejamkan mata sambil menikmati bibir perawan sang kekasih. Si Pecinta wanita itu bisa merasakan kalau gadis kecil yang menjadi calon istrinya belum pernah berciuman sebelumnya.

Gilang menggigit kecil bibir bawah Naya, sehingga gadis itu sedikit membuka mulutnya. Gilang dengan leluasa mengeksplor rongga  mulut kekasihnya. Tak ada perlawan dari Naya, ini adalah ciuman pertamanya, ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia ingin melepas ciuman itu, tapi tubuhnya berkata lain. Ia menikmati sentuhan lembut dari pacar pertamanya.

Naya memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan dan hisapan dari sang kekasih. Gilang melepas ciuman itu ketika Naya sudah tidak bisa mengatur napasnya lagi. Ia mengusap bibir gadis tomboy yang masih basah itu dengan ibu jarinya. “Manis,” ucapnya sembari menyunggingkan sudut bibirnya membentuk lengkungan indah di pipinya.

Gadis tomboy itu memegangi bibirnya yang terasa membesar akibat hisapan nikmat sang kekasih. “Mas Gilang udah ngambil ciuman pertamaku tanpa izin,” ucap Naya yang masih memegangi bibirnya. “Ini ‘kan ciuman aku untuk pangeran hatiku,” imbuhnya sambil mengerucutkan bibirnya.

“Kenapa itu bibir, pengin nambah?” tanya Gilang yang membuat Naya menggelengkan kepalanya.

“Ini aja, bibirku kayak suneo,” balasnya dengan cepat, lalu kembali menutupi mulutnya.

Gilang merasakan hal yang berbeda saat berciuman dengan Naya. Ia merasakan kenikmatan yang belum pernah dirasakan sebelumnya saat berciuman dengan wanita  yang pernah ia kencani. Ciuman hangat yang mendebarkan, tidak seperti ciuman yang biasa ia lakukan, ciuman yang penuh nafsu dan sangat terburu-buru.

‘Ternyata ciuman dengan wanita yang pasif lebih nikmat,’ ucapnya dalam hati sambil tersenyum menatap Naya.

“Mas Gilang, kenapa senyum-senyum?” tanya Naya pada sang kekasih yang terus menatapnya tanpa berkedip.

Gilang menggelengkan kepala, lalu mengacak-acak rambut gadis kecilnya. “Kita pulang sekarang?” tanya laki-laki yang baru saja merenggut ciuman pertamanya.

Naya menganggukkan kepalanya sembari merapikan rambut. “Mas Gilang, di rumah kamu ada dapur ‘kan?” tanya Naya memecah keheningan di antara mereka berdua.

“Ada,” jawan Gilang dengan cepat. “Kamu tenang aja, kalau udah nikah kita akan tinggal di rumah yang mempunyai halaman yang luas untuk anak-anak kita bermain, nggak di apartemen lagi.” Gilang menggoda sang kekasih yang membuat gadis tomboy itu menundukkan wajahnya karena tersipu malu.

“Mas Gilang, aku udah bilang kalau kita pasti bisa keluar dari perjodohan ini.” Naya kembali meyakinkan Gilang kalau ia pasti bisa menggagalkan rencana pernikahan itu.

“Kenapa kamu nggak mau dijodohkan denganku? Apa alasannya?” Gilang benar-benar penasaran dengan sosok gadis tomboy yang duduk di sampingnya. Baru kali ini dia ditolak mentah-mentah oleh seorang wanita. Biasanya para wanita lah yang memohon agar bisa menghabiskan waktu bersamanya di atas ranjang, walau hanya satu malam saja.

“Aku ingin menikah dengan orang yang mencintaiku supaya kita sama-sama berjuang mengarungi rumah tangga bersama, dengan cinta tentunya,” balas Naya dengan cepat. “Sok tua banget aku ya,” imbuhnya sambil terkekeh.

Gilang mengganggukkan kepalanya sambil tersenyum manis. Kemudian melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. Tidak ada lagi percakapan di antara mereka. Gilang fokus pada kemudinya sedangkan Naya terlelap dalam tidurnya.

Gilang menoleh pada gadis yang duduk di sampingnya karena sedari tadi tidak ada suara dari mulut gadis kecilnya. “Kenapa dia bisa terlelap secepat itu?” gumamnya. “Kalau diperhatikan ternyata dia sangat cantik walau tanpa riasan.” Sekali lagi Gilang memuji gadis yang sebelumnya ia bentak-bentak karena tidak sengaja mengotori bajunya.

Gilang mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang sehingga ia butuh waktu sedikit lama lagi untuk sampai di rumah Naya.

‘Bagaimana kalau dia tahu kelakuanku, apa dia mau menerimaku?’ Gilang bertanya-tanya dalam hatinya. “Kasian dia kalau sampai menikah dengan laki-laki brengsek sepertiku,” gumamnya belan sambil tersenyum.

Gilang menyadari kalau dirinya bukan laki-laki yang pantas menjadi pendamping kekasih kecilnya itu. Ia tidak habis pikir kenapa sang mami mau menjodohkannya dengan gadis seperti Naya.

“Bagaimana kalau keluarga Naya tahu kalau calon menantunya seorang penjajah wanita? Apa Mami tidak memikirkan perasaan mereka udah menjodohkan putrinya dengan laki-laki sepertiku.” Gilang terus saja memikirkan tentang perjodohannya dengan Naya. “Aku harus bicara sama Mami.”

Tidak terasa mereka sudah berada di rumah yang sederhana, tapi mempunyai halaman yang cukup luas. Ada berbagai macam tanaman bunga di halaman rumah itu. Gilang memarkirkan mobilnya di depan bangunan sederhana yang sudah cukup tua, tapi masih terlihat kokoh.

“Nay, bangun!” Gilang membelai dengan lembut pipi sang gadis setelah melepas sabuk pengamannya. Namun, Naya tidak kunjung bangun juga.

“Ini anak susah banget dibanguninnya.” Gilang menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. “Aku ada ide,” ucapnya.

Gilang pun mendekatkan wajahnya dengan wajah cantik Naya. Ia menempelkan bibir pada bibir kekasihnya itu, tapi Naya tidak kunjung bangun juga.

Laki-laki yang baru saja resmi menjadi pacar pertama Naya itu kembali melumat bibir si gadis tomboy, tapi gadis itu malah membuka mulutnya. Ketika Gilang hendak meneruskan aksinya terdengar suara langkah kaki mendekati mobil sehingga mengurungkan niatnya untuk mencium Naya.

Gilang segera keluar dari mobil ketika mengetahui kalau yang datang adalah Bunda Naya, ibu kandung dari Naya.

“Selamat malam, Bunda,” sapa Gilang dengan sopan kepada calon mertuanya.

“Malam, Nak,” sahut Bunda Maya sembari tersenyum. “Naya pasti tidur ya? Maaf ya udah merepotkan Nak Gilang,” imbuhnya dengan lembut.

“Nggak merepotkan kok, Bun,” jawab Gilang dengan cepat sembari membuka pintu mobil.

“Biar Bunda bangunkan dulu.” Bunda Maya hendak membangunkan putrinya, tapi dicegah oleh Gilang.

“Biar aku gendong aja, Bun. Kasihan dia kalau dibangunin.” Perlahan Gilang mengeluarkan Naya dari dalam mobil. Kemudian membawa gadis cantik itu ke dalam rumah. Ia menggendongnya ala bridal style yang membuat rambut panjang Naya menjuntai indah.

“Mas Gilang, udah mengambil ciuman pertamaku. Walau Mas Gilang bukan laki-laki yang aku cintai, tapi aku menyukai ciuman itu,” gumam Naya pelan dengan mata yang masih terpejam.

“Wah ini anak ngigau atau gimana? Untung Bunda udah jauh,” gumam Gilang saat mendengar racauan kekasih kecilnya.

Bunda Maya memang berjalan lebih dulu untuk menunjukan kamar Naya dan merapikan tempat tidur anaknya yang tidak pernah rapi.

Gilang pun masuk ke dalam kamar kekasihnya setelah sang bunda membukakan pintu kamar itu. Ia merebahkan Naya di tempat tidur beralaskan sprei berwarna abu muda. Ketika Gilang hendak melepas tangannya, Naya malah merangkul leher Gilang.

“Mas Gilang, cium aku!” gumam Naya dengan mata yang masih terpejam.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
hahaha Naya ketagihan ciuman Gilang
goodnovel comment avatar
Eva Syifa
waah naya mulai kecanduan ciumannya gilang nih 😁😁
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status