Share

Bab 4. Terima Kasih Calon Suami

Semilir angin malam membelai rambut panjang Naya yang hitam dan lurus ketika ia membuka ikatan rambutnya. Surai indah itu membelai wajah tampan laki-laki yang duduk di sampingnya.

Gilang memejamkan mata saat rambut kekasih kecilnya membelai wajah. Ia menghirup aroma yang menenangkan dari rambut Naya. Lalu ia menoleh ke samping menatap wajah cantik Naya di bawah sinar rembulan. ‘Ternyata gadis kecil ini sangat cantik,’ gumamnya dalam hati sembari tersenyum.

Kini mereka ada di bukit kecil dekat p***r malam. Menikmati indahnya malam ditemani bintang-bintang dan rembulan yang memancarkan cahayanya menerangi malam.

Naya menoleh pada laki-laki yang resmi menjadi pacarnya beberapa jam yang lalu. “Mas Gilang, aku boleh bersandar di bahumu nggak? Kayak mereka itu!” tunjuk Naya pada pasangan kekasih yang duduk tidak jauh dari mereka.

Gilang mengarahkan pandanganya pada arah tangan Naya. “Boleh,” jawabnya sembari menyunggingkan senyuman manis yang memperlihatkan lesung pipit di wajah tampannya. “Aku udah berjanji akan menuruti semua permintaanmu malam ini.” Gilang terus menatap wajah cantik Naya tanpa berkedip.

Naya tersenyum manis pada Gilang. “Jadi, berasa punya pacar beneran,” ucapnya. Kemudian ia meyandarkan kepalanya pada bahu sang kekasih.

Gilang merangkulkan tangannya pada bahu gadis tomboy yang menjelma menjadi gadis cantik yang terlihat feminim hanya karena menggerai rambut indahnya. “Kamu belum pernah mencintai laki-laki atau menyukainya gitu?” tanya Gilang pada Naya.

“Kalau suka ya banyak, Mas. Kalo lihat cowok ganteng aku suka, tapi belum tentu cinta juga. Kayak aku lihat Mas Gilang yang ganteng aku suka, tapi aku nggak cinta. Tipe cowok aku tuh yang baik hati, setia, berucap dengan lembut pada kekasihnya. Nggak kayak Mas Gilang yang bentar-bentar kumat galaknya,” ucap Naya dengan jujur sambil terkekeh. “Tapi, kalau Mas Gilang sikapnya begini terus, hatiku bisa meleleh, kayak margarin yang ditaruh di teflon panas.”

“Kamu bisa aja,” sahut Gilang sembari mengacak-acak rambut Naya. “Kalau kita beneran dijodohkan gimana?” tanya Gilang pada calon istrinya.

“Mas Gilang tenang aja! Aku pasti nyari jalan keluarnya supaya kita tidak jadi menikah,” sahut Naya meyakinkan laki-laki tampan itu. “Kita harus bekerja sama mencari jalan keluar dari semuanya.”

‘Hanya dia wanita satu-satunya yang tidak mau bersamaku. Apa dia sudah mempunyai kekasih yang disembunyikannya,’ gumamnya dalam hati sembari membelai rambut indah kekasihnya.  Gilang pun menjadi penasaran dengan sosok gadis kecil yang sedang bersandar di bahunya.

“Mas, Gilang, udah malam, kita pulang yuk!” Naya menegakkan tubuhnya, ketika ia hendak mengikat rambut, Gilang melarangnya.

“Biarkan seperti ini! Kamu terlihat sangat cantik.” Kata-kata manis dari seorang pecinta wanita sudah biasa terucap kepada para wanita seksi teman kencannya di atas ranjang. Namun, kali ini Gilang mengucapkannya tanpa sadar, benar-benar keluar dari hatinya.

Naya menjadi salah tingkah di puji oleh Gilang. Akhirnya ia pun tidak jadi mengikat rambutnya. “Ayo, Mas!” Naya menarik tangan Gilang untuk segera beranjak dari duduknya.

“Baru jam sembilan, Nay, ini belum terlalu malam. Memangnya kamu nggak mau membuat kenangan indah pada kencan pertamamu?” tanya Gilang pada kekasihnya. Kenangan indah yang dimaksud Gilang tentunya mengukir kenangan di atas ranjang yang selalu ia lakukan pada setiap wanita yang berbeda.

“Kencan pertamaku berhasil mengukir kenangan indah yang tidak akan aku lupakan sampai kapan pun. Walaupun aku kencan bukan dengan laki-laki yang mencintaiku, tapi perlakuan manis Mas Gilang sangat membekas di hatiku. Terima kasih ya pacar pertamaku,” ucapnya dengan tulus sambil tersenyum.

Gilang tersenyum menanggapi ucapan Naya sembari bangun dari duduknya, mereka berjalan sambil bergandengan tangan di sepanjang jalan menuju tempat parkir.

“Biasanya kalau malam minggu kamu nongkrong di mana?” tanya Gilang pada Naya. Entah kenapa malam ini Gilang menjadi sangat lembut pada kekasiih kecilnya itu. Mungkin karena dia sudah berjanji untuk berpura-pura mencintai pacar barunya itu atau karena dia sudah terhipnotis dengan kecantikan gadis muda itu saat ia duduk di bawah sinar rembulan yang semakin memancarkan aura kecantikannya.

“Biasanya nongkrong sama sahabatku yang sama-sama jomlo,” jawab Naya sambil tersenyum menoleh pada sang kekasih.

Gilang membuka pintu mobil untuk Naya. Gadis cantik itu pun segera masuk ke dalam mobil. Gilang berjalan memutari mobil, lalu masuk ke dalam mobilnya setelah memberikan uang kepada penjaga parkir di tempat itu.

Mobil mewah itu segera melesat ke jalanan. Gilang mengurangi kecepatan mobilnya agar ia bisa ngobrol santai dengan Naya. Tepatnya merayu anak gadis yang baru berumur delapan belas tahun itu.

Naya menoleh pada Gilang. “Mas, terima kasih ya, udah mau nuruti kemauan aku,”  ucapnya dengan tulus sambil tersenyum.

Gilang menghentikan mobilnya di bahu jalan, tempat yang sepi jauh dari keramaian. Gilang menatap Naya sambil tersenyum manis, memperlihatkan lesung pipit di wajah tampannya.

“Duh, Mas Gilang, senyumnya manis banget. Bisa-bisa aku jatuh cinta beneran ini,” ucap Naya sambil terkekeh.

Gilang tertawa sambil mengacak-acak rambut Naya. “Nggak apa-apa kalau jatuh cinta sama calon suami sendiri,” ucap Gilang dengan serius. “Nay, seandainya kamu punya suami yang tidak setia, gimana? Maksudku gimana tanggapan kamu tentang suami yang suka bercinta dengan wanita lain tanpa ada hubungan pernikahan?”

“Naya tinggalin lah, emangnya laki-laki cuma dia aja,” balas Naya dengan cepat.

“Seandainya karena suatu alasan kamu nggak bisa pisah dengannya, kamu mau ngapain?” tanya Gilang lagi. Sebenarnya Gilang tidak bisa menolak perjodohan dengan Naya karena titah sang mami itu wajib hukumnya bagi seorang Gilang.

“Ya aku juga akan ngelakuin apa yang suamiku lakuin. Kalau dia bisa bercinta dengan wanita lain aku juga bisa bercinta dengan laki-laki lain dan bersenang-senang seperti dia, gitu aja kok repot. Dengan begitu kita ‘kan impas,” jelas Naya dengan santainya.

‘Wah bahaya nih anak,’ gumam Gilang dalam hatinya. “Ponselmu mana?” Gilang menadahkan tangannya di depan Naya untuk mengalihkan pembicaraan sebelumnya.

“Buat apaan?” tanya Naya sambil mengeluarkan ponselnya dari saku celana. Lalu memberikannnya pada Gilang.

Gilang mengambilnya dan menyimpan nomor ponselnya di hape Naya. Setelah menyimpan nomornya ia ganti menyimpan password pintu apartemennya. “Ini pin pintu apartemenku. Jangan beritahukan pada orang lain, cuma kamu yang tahu password-nya.” Gilang kembali memberikan ponsel itu pada Naya.

Naya mengambilnya, lalu mengingat-ingat password itu, kemudian kembali memasukkan ponselnya pada saku celana.

“Ini, untuk ongkosmu besok.” Gilang mengulurkan tangannya memberikan lima lembar uang kertas pecahan seratus ribu.

“Ini kebanyakan, Mas. Seratus ribu aja udah cukup kok.” Naya hanya mengambil selembar saja dari lima lembar uang yang diberikan kekasihnya. Ia merasa tidak enak menerima uang dari orang yang baru dikenalnya, walaupun itu calon suaminya sendiri.

“Sekalian buat jajan kamu. Kalau kurang nanti aku kasih lagi.” Gilang masih mengulurkan tangannya dengan empat lembar uang kertas di tangannya.

“Tapi, nggak apa-apa nih kalau aku ambil.” Naya ragu-ragu untuk mengambilnya.

“Ambillah! Ini uang hasil kerja kerasku sendiri untuk calon istriku,” ucap Gilang dengan manis.

“Terima kasih calon suami,” ucap Naya sembari mengambil sisa uang di tangan Gilang.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Enisensi Klara
modus nih Gilang
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status