Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Kini Naya sudah berada di depan pintu apartemen laki-laki yang menjadi pacar pertamanya sambil menenteng kantung belanjaan berisi sayuran dan ikan.
Naya merogoh ponsel yang ada di tas pinggangnya. Ia mencari nomor telepon sang kekasih, tapi nama Gilang tidak ada dalam daftar kontaknya.
“Mana sih nomor Mas Gilang? Bukannya semalam dia udah menyimpannya di hape ini,” gumam Naya yang masih menggulir ke atas dan ke bawah untuk mencari nama Gilang. Namun, hanya password pintu apartemen yang bisa ditemukan di ponselnya.
“Gimana ini ya? Masa langsung nyelonong aja, ntar dikiranya gue cewek apaan, masuk rumah orang tanpa permisi dulu,” gumam Naya di depan pintu masuk apartemen Gilang. “Ah gue masuk aja deh, Mas Gilang udah ngasih nomor pinnya berarti gue boleh masuk ‘kan ya?” Naya bertanya pada dirinya sendiri.
Akhirnya Naya pun memencet nomor pin pintu apartemen Gilang. Lalu segera masuk setelah pintu itu bisa dibuka. Gadis tomboy itu langsung menuju dapur dan segera menyiapkan bahan-bahan untuk memasak. Ia membuka lemari pendingin yang tingginya melebihi tinggi badannya.
“Ya ampun, ternyata bahan-bahan untuk memasak sudah lengkap. Tahu gitu gue nggak belanja,” ucap Naya yang sedikit menyesal karena sudah berbelanja banyak bahan masakan. Padahal uang yang digunakan pun pemberian dari Gilang.
Naya segera memasak masakan yang selalu jadi andalannya saat ia memasak. Satu jam lebih ia tempur dengan alat-alat masak di dapur. Kini selesai sudah masakannya. Naya segera menata hasil masakannya di atas meja makan.
Setelah semua beres. Naya mencuci wajahnya di kamar mandi yang berada di lantai bawah. Kemudian ia duduk di sofa ruang tamu sembari menunggu Gilang bangun dari tidurnya.
“Mumpung yang punya rumah masih tidur, aku mau selonjoran dulu,” gumam Naya sembari tersenyum. Lalu menaikkan kedua kakinya ke sofa dan meluruskannya. Kepalanya ia sandarkan di sandaran samping sofa.
Ketika ia hendak memejamkan mata, ponsel yang ada di tas pinggangnya bergetar. Ia segera bangun dan terduduk. Lalu menggulir gambar telepon berwarna hijau di layar ponselnya.
“Halo, Mi,” sapa Naya dengan sopan pada calon mertuanya saat sambungan telepon mereka tersambung.
“Nay, kamu ada di rumah ‘kan? Mami jemput ya, temenin Mami ke salon!” ucapnya pada gadis tomboy calon menantunya di sebrang telepon.
“Naya, lagi di apartemen Mas Gilang, Mi,” jawab Naya dengan jujur.
‘Astaga! Bagaimana bisa Naya ada di apartemen Gilang,’ batin Mami Tyas. Ia mulai cemas mendengar jawaban dari calon menantunya. “Gilangnya mana, Nay? Mami pengin ngomong sebentar.” Mami Tyas berbicara sembari berjalan menghampiri suaminya yang sedang menikmati kopi di teras belakang rumah.
“Mas Gilang masih tidur kayaknya. Tadi Naya masuk sendiri,” ucapnya sembari menyeringai yang tidak mungkin juga wanita yang hampir setengah abad itu melihat seringainya.
“Kok bisa? Bukannya pintu apartemen Gilang pakai password?” tanya sang mami sembari mengaktifkan pengeras suara supaya suaminya mendengar percakapannya dengan Naya setelah ia duduk di samping sang suami.
“Semalam Mas Gilang yang ngasih passwordnya sama Naya, Mi,” jelas Naya. “Maaf ya, Mi, Naya udah nggak sopan, langsung masuk rumah orang tanpa permisi,” ucap Naya yang tampak menyesalinya. Ia takut calon mertuanya itu marah dan menganggapnya perempuan yang lancang karena masuk rumah seorang laki-laki yang bukan muhrimnya.
“Nggak apa-apa, Sayang. Itu ‘kan rumah calon suamimu,” balas Mami Tyas dengan ramah. “Nay, Mami mau nyusul kamu ke sana, mau ngasih kejutan buat Gilang. Boleh Mami tahu password pintu apartemen Gilang?” tanya wanita yang sangat ramah itu kepada calon menantunya.
“Iya, Mi, nanti Naya kirim,” sahut Naya. Dan ia pun segera mengirim pesan kepada calon mertuanya setelah sambungan telepon mereka terputus.
Naya melepas tas pinggang dan menaruhnya di meja kaca yang ada di tengah-tengah sofa berwarna hitam. Lalu kembali merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Saat ia hendak memejamkan matanya terdengar suara langkah kaki menuruni tangga.
“Ya ampun baru juga mau merem,” gumam Naya pelan yang masih rebahan di sofa. “Rebahan bentar lagi aja dah.” Naya pun tidak menampakkan diri kepada tuan rumah. Ia masih merebahkan tubuhnya di sofa empuk itu.
Gilang langsung menuju dapur ketika mencium wangi masakan. Ia membuka tutup saji yang menutupi berbagai menu masakan hasil olahan Naya.
“Siapa yang masak? Apa mungkin Naya? Tapi, kalau bukan dia siapa lagi? Cuma anak itu yang tahu password apartemen ini,” gumam Gilang. Lalu mencicipi masakan itu. “Enak juga,” ucapnya.
Gilang celingukan mencari gadis tomboy yang sudah memasak untuknya. Tapi, ia tidak menemukannya karena Naya sedang rebahan. “Nay!” panggil Gilang pada calon istrinya. Ia yakin kalau gadis itu yang sudah memasak makanan yang terhidang di meja makan.
Naya pun bangun dan menampakkan dirinya pada pemilik rumah. “Aku di sini,” sahutnya sembari menyeringai. “Aku capek abis masak, jadi aku rebahan di sini.”
Gilang menghampiri gadis tomboy itu yang sedang berdiri di ruang tamu. “Siapa suruh kamu masak. Aku ‘kan nggak nyuruh kamu masak,” ujar Gilang sembari mendudukkan tubuhnya di sofa tepat di samping Naya berdiri.
CEO mesum itu menarik tangan Naya hingga gadis tomboy itu jatuh dipangkuannya. “Ternyata kamu pintar masak juga ya, calon istri idaman banget. Pasti perutku jadi buncit karena sering makan makanan enak buatan istriku.”
Gilang sudah mulai melancarkan aksinya. Merayu gadis tomboy yang sudah membuat ia penasaran karena menolak pesonanya saat pertama kali bertemu. Gilang berpura-pura berkata manis untuk merayu sang gadis supaya mau menyerahkan mahkota berharga kepadanya.
Tidak seperti biasanya, Gilang harus melancarkan rayuan maut pada sang calon istri. Biasanya dia lah yang dirayu para wanita seksi yang ingin naik ke ranjangnya.
“Mas Gilang lepasin aku! Malu kalau sampai ada yang lihat.” Naya meronta dalam pangkuan calon suaminya.
“Tidak akan ada yang lihat, Sayang. Di sini cuma kita berdua.” Gilang mengeratkan pelukannya sembari menciumi tengkuk Naya yang terlihat putih mulus karena rambutnya dikuncir kuda.
“Mas Gilang geli,” ucap Naya sembari meraba tengkuknya. “Udah dong bercandanya. Lepasin aku!” Naya pikir Gilang sedang bercanda dengannya seperti sedang bercanda dengan anak kecil.
Gilang menempelkan bibirnya pada daun telinga Naya yang membuat bulu halusnya meremang karena sentuhan benda kenyal itu. Perlahan bibir laki-laki tampan itu merayap ke pipi lalu ke bibir ranum Naya. Ia melumatnya dengan sangat lembut. Keduanya memejamkan mata menikmati ciuman kedua mereka.
Naya tidak bisa menolaknya karena ia sangat menyukai ciuman itu. Baik Naya atau pun Gilang, kini menjadi kecanduan berciuman. Gilang sangat menikmati ciuman itu, terlebih Naya yang baru merasakan nikmatnya berciuman.
Mereka tidak sadar kalau ada sepasang mata yang sejak tadi melihat mereka berciuman sambil menutup mulutnya. Dialah Mami Tyas, ibu kandung dari Gilang. Ia segera mendekati anak dan calon menantunya itu.
Kedatangan Mami Tyas tidak disangka-sangka oleh putranya. Gilang dan Naya terbuai dengan indahnya kemesraan yang membuat mereka tidak menyadari kalau sang Mami memergoki aksi mereka.Ketika Gilang mulai menelusuri leher jenjang Naya dengan bibirnya, sang mami berdehem yang membuat kedua anak manusia itu kalang kabut. Naya segera turun dari pangkuan Gilang dan duduk di samping kekasihnya itu.‘Kenapa Mami bisa masuk?’ batin Gilang sembari melirik maminya dengan tatapan tidak suka.“Kamu kenapa ngelihatin Mami kayak gitu? Kamu nggak suka Mami datang?” tanya sang mami sembari menahan senyum karena sudah menggagalkan rencana mesum anaknya. “Mami cuma mau ngasih kejutan untukmu, Sayang,” ucap sang mami dengan nada bicara yang terkesan meledek putranya.“Dan aku sangat terkejut dengan kedatangan Mami,” balas Gilang sembari mendelikkan matanya pada sang mami.
Setelah selesai makan siang, mereka mengobrol di ruang tamu. Naya duduk di samping calon mertuanya. Sementara Gilang duduk di sofa depan sang kekasih. Ia terus memerhatikan gadis tomboy yang baru dua hari menjadi kekasihnya itu. Gilang semakin penasaran dengan Naya, menurutnya dia adalah gadis yang mudah dirayu, tapi CEO muda itu belum mempunyai kesempatan untuk melancarkan aksinya.“Mami tumben mau datang ke apartemenku?” tanya Gilang pada sang mami. Biasanya Mami Tyas tidak pernah mau berkunjung ke tempatnya. Ia merasa jijik karena Gilang selalu membawa wanita teman kencannya bermalam di apartemen.“Mami nelpon Naya mau ngajak dia ke salon, eh nggak tahunya dia lagi ada di kandang buaya.” Mami Tyas melirik dengan sinis kepada anaknya. Kecemasan mulai menyelimut wanita paruh baya itu, ia khawatir kalau Gilang merusak Naya. Ia akan merasa sangat bersalah kalau sampai itu terjadi. Demi anaknya ia mengorbankan kehormata
“Kenapa juga aku mengemis kepada gadis tomboy itu, masih banyak wanita seksi yang lebih menarik yang dengan suka rela menyerahkkan tubuhnya untukku sentuh,” gumam Gilang sembari menyeringai.Laki-laki dengan sejuta pesona itu masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah mandi ia segera berpakaian. Apa pun yang dipakai CEO muda itu selalu terlihat pas di tubuhnya. Gilang segera menyambar kunci mobilnya, berjalan sambil bersiul keluar dari apartemennya.Mobil sport berwarna kuning itu melesat di jalanan menuju tempat sahabatnya berada. Tempat di mana ia menghabiskan waktu bersama para wanita seksi yang selalu menemani para lelaki tampan itu.Akhirnya mobil sport itu sampai di rumah mewah yang terlihat sangat asri. Banyak pohon-pohon rindang di sepanjang jalan menuju rumah itu setelah memasuki gerbang depan. Tidak ada lagi rumah di lingkungan itu, hanya ada satu istana kediaman keluarga Prasetyo.
Gilang dan Selly masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar Evans. Kamar yang biasa Gilang pakai berpesta dengan wanitanya. Berpesta berdua dengan wanita seksi di dalam kamar.“Kamu mau mulai dari mana? Aku akan memuaskanmu pejantanku.” Selly mendorong Gilang hingga jatuh terlentang di atas kasur. Lalu, ia merayap di atas tubuh kekar itu.“Sabar dong, Cantik!” Gilang menahan wajah Selly yang hendak mencium lehernya. “Aku mau ngambil sesuatu dulu.”Selly menjatuhkan tubuhnya ke samping Gilang. Lalu, laki-laki itu bangun dan pergi keluar kamar. Ia memasuki kamar sebelah yang ditempati Evans dan wanitanya.“Mantap!” ucap Gilang setelah ia membuka pintu.Evans sedang menyesapi gunung kembar wanitanya yang terlihat sangat besar seperti habis digigit tawon. Dia dan wanitanya masih menggunakan pakaian lengkap, hanya saja sang wani
Wanita cantik nan seksi yang berdiri di hadapan Gilang sudah sangat menginginkan sentuhan keperkasaan sang CEO itu. “Apa aku tidak menarik? Apa aku kurang seksi?” tanya Selly kepada laki-laki yang bertelanjang dada itu. “Kenapa hanya dilihatin saja?”“Kamu sangat menggoda, Cantik.” Gilang menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah wanita cantik tanpa riasan yang berdiri di hadapannya. Lalu, membuka pengait kain yang menutupi gunung kembar yang masih terlihat kenyal walau sering didaki oleh para pendaki kenikmatan.Gilang yakin, wanita seperti Selly pasti sudah tidur dengan banyak laki-laki seperti dirinya, penjelajah daerah terlarang para wanita yang haus belaian.“Kamu juga begitu menggoda. Aku sangat beruntung bisa memilikimu malam ini.” Selly mengalungkan tangannya di leher CEO muda itu.Gilang membenamkan wajahnya di antara dua gunung kembar itu, tangannya meremas bongkahan kenyal milik Selly. “
Gilang bangun dari tidurya setelah wanita seksi yang telah memuaskannya memejamkan mata. Laki-laki tampan itu segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah selesai mandi, Gilang memakai pakaiannya dan keluar dari dalam kamar itu meninggalkan Selly sendirian.Ia pergi ke halaman belakang, tempat bersantainya bersama sang sahabat, dekat kolam renang sembari membawa segelas susu coklat panas kesukaanya. Dan ternyata sang sahabat sudah lebih dulu berada di tempat itu. “Lo udah turun gunung?” tanya Gilang pada sahabatnya sembari terkekeh.Evans menoleh ke belakang, di mana sahabatnya yang sama-sama brengsek berjalan mendekatinya. Ia tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Gimana Selly?” tanya Evans pada laki-laki yang mempunyai lesung pipi itu.“Permainannya benar-benar mantap,” sahut Gilang sembari mengacungkan jempolnya. Lalu duduk di samping sahabatnya itu. “Kamu mau?” Gilang menawark
Gilang memasuki kamar sahabatnya untuk menikmati tubuh Soraya yang baru saja dikencani oleh Evans, sahabat yang tidak kalah brengsek dengannya.CEO muda itu memutar kenop pintu kamar Evans dan mendorongnya dengan perlahan. Seorang wanita seksi yang sedang tertidur di atas ranjang sahabatnya dengan tubuh yang diselimuti kain tebal hanya sampai pinggang saja, sementara tubuh bagian atasnya terbuka.Gunung kembar milik wanita seksi itu bertumpuk karena Soraya tidur menyamping. Gilang menggelengkan kepala sembari menelan air liurnya dengan susah payah. Laki-laki berlesung pipi itu berjalan perlahan menghampiri wanita pemilik bongkahan kembar yang besar itu.“Kelihatannya dia sangat kelelahan,” gumam Gilang saat mengusap-usap gunung kembar itu. Namun, sang empu tidak terusik dengan belaian tangannya yang mengelus dengan lembut bongkahan besar itu.“Pulihkan dulu tenagamu, nanti malam kita akan bertembur,” ucapnya dengan pelan di telinga
Gilang kembali masuk ke dalam kamar sahabanya, ternyata wanita seksi itu sudah tidak ada di tempat tidur. Ia melangkahkan kakinya perlahan masuk ke dalam setelah menutup pintu dan menguncinya. Terdengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.Tanpa berpikir panjang, Gilang langsung melucuti bajunya sendiri. Lalu, masuk ke dalam kamar mandi dengan tubuh polosnya tanpa benang sehelai pun, menghampiri wanita cantik yang sedang berendam sembari memejamkan matanya. Laki-laki yang sudah tidak sabar inggin menikmati tubuh wanita seksi itu masuk ke dalam bathup.Soraya membuka matanya saat ada yang masuk ke dalam bathup. Wanita cantik dengan rambut yang digulung ke atas itu tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya pada CEO muda itu.“Boleh aku membantu membersihkan tubuh seksimu?” Gilang menawarkan diri untuk menyabuni tubuh mulus itu.“Tentu boleh dong, Sayang,” jawab Soraya sembari beringsut, menggeser duduknya lebih ke tengah u