Share

Bab 7. Ciuman Kedua

Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Kini Naya sudah berada di depan pintu apartemen laki-laki yang menjadi pacar pertamanya sambil menenteng kantung belanjaan berisi sayuran dan ikan.

Naya merogoh ponsel yang ada di tas pinggangnya. Ia mencari nomor telepon sang kekasih, tapi nama Gilang tidak ada dalam daftar kontaknya.

“Mana sih nomor Mas Gilang? Bukannya semalam dia udah menyimpannya di hape ini,” gumam Naya yang masih menggulir ke atas dan ke bawah untuk mencari nama Gilang. Namun, hanya password pintu apartemen yang bisa ditemukan di ponselnya.

“Gimana ini ya? Masa langsung nyelonong aja, ntar dikiranya gue cewek apaan, masuk rumah orang tanpa permisi dulu,” gumam Naya di depan pintu masuk apartemen Gilang. “Ah gue masuk aja deh, Mas Gilang udah ngasih nomor pinnya berarti gue boleh masuk ‘kan ya?” Naya bertanya pada dirinya sendiri.

Akhirnya Naya pun memencet nomor pin pintu apartemen Gilang. Lalu segera masuk setelah pintu itu bisa dibuka. Gadis tomboy itu langsung menuju dapur dan segera menyiapkan bahan-bahan untuk memasak. Ia membuka lemari pendingin yang tingginya melebihi tinggi badannya.

“Ya ampun, ternyata bahan-bahan untuk memasak sudah lengkap. Tahu gitu gue nggak belanja,” ucap Naya yang sedikit menyesal karena sudah berbelanja banyak bahan masakan. Padahal uang yang digunakan pun pemberian dari Gilang.

Naya segera memasak masakan yang selalu jadi andalannya saat ia memasak. Satu jam lebih ia tempur dengan alat-alat masak di dapur. Kini selesai sudah masakannya. Naya segera menata hasil masakannya di atas meja makan.

Setelah semua beres. Naya mencuci wajahnya di kamar mandi yang berada di lantai bawah. Kemudian ia duduk di sofa ruang tamu sembari menunggu Gilang bangun dari tidurnya.

“Mumpung yang punya rumah masih tidur, aku mau selonjoran dulu,” gumam Naya sembari tersenyum. Lalu menaikkan kedua kakinya ke sofa dan meluruskannya. Kepalanya ia sandarkan di sandaran samping sofa.

Ketika ia hendak memejamkan mata, ponsel yang ada di tas pinggangnya bergetar. Ia segera bangun dan terduduk. Lalu menggulir gambar telepon berwarna hijau di layar ponselnya.

“Halo, Mi,” sapa Naya dengan sopan pada calon mertuanya saat sambungan telepon mereka tersambung.

“Nay, kamu ada di rumah ‘kan? Mami jemput ya, temenin Mami ke salon!” ucapnya pada gadis tomboy calon menantunya di sebrang telepon.

“Naya, lagi di apartemen Mas Gilang, Mi,” jawab Naya dengan jujur.

‘Astaga! Bagaimana bisa Naya ada di apartemen Gilang,’ batin Mami Tyas. Ia mulai cemas mendengar jawaban dari calon menantunya. “Gilangnya mana, Nay? Mami pengin ngomong sebentar.” Mami Tyas berbicara sembari berjalan menghampiri suaminya yang sedang menikmati kopi di teras belakang rumah.

“Mas Gilang masih tidur kayaknya. Tadi Naya masuk sendiri,” ucapnya sembari menyeringai yang tidak mungkin juga wanita yang hampir setengah abad itu melihat seringainya.

“Kok bisa? Bukannya pintu apartemen Gilang pakai password?” tanya sang mami sembari mengaktifkan pengeras suara supaya suaminya mendengar percakapannya dengan Naya setelah ia duduk di samping sang suami.

“Semalam Mas Gilang yang ngasih passwordnya sama Naya, Mi,” jelas Naya. “Maaf ya, Mi, Naya udah nggak sopan, langsung masuk rumah orang tanpa permisi,” ucap Naya yang tampak menyesalinya. Ia takut calon mertuanya itu marah dan menganggapnya perempuan yang lancang karena masuk rumah seorang laki-laki yang bukan muhrimnya.

“Nggak apa-apa, Sayang. Itu ‘kan rumah calon suamimu,” balas Mami Tyas dengan ramah. “Nay, Mami mau nyusul kamu ke sana, mau ngasih kejutan buat Gilang. Boleh Mami tahu password pintu apartemen Gilang?” tanya wanita yang sangat ramah itu kepada calon menantunya.

“Iya, Mi, nanti Naya kirim,” sahut Naya. Dan ia pun segera mengirim pesan kepada calon mertuanya setelah sambungan telepon mereka terputus.

 Naya melepas tas pinggang dan menaruhnya di meja kaca yang ada di tengah-tengah sofa berwarna hitam. Lalu kembali merebahkan tubuhnya di sofa ruang tamu. Saat ia hendak memejamkan matanya terdengar suara langkah kaki menuruni tangga.

“Ya ampun baru juga mau merem,” gumam Naya  pelan yang masih rebahan di sofa. “Rebahan bentar lagi aja dah.” Naya pun tidak menampakkan diri kepada tuan rumah. Ia masih merebahkan tubuhnya di sofa empuk itu.

Gilang langsung menuju dapur ketika mencium wangi masakan. Ia membuka tutup saji yang menutupi berbagai menu masakan hasil olahan Naya.

“Siapa yang masak? Apa mungkin Naya? Tapi, kalau bukan dia siapa lagi? Cuma anak itu yang tahu password apartemen ini,” gumam Gilang. Lalu mencicipi masakan itu. “Enak juga,” ucapnya.

Gilang celingukan mencari gadis tomboy yang sudah memasak untuknya. Tapi, ia tidak menemukannya karena Naya sedang rebahan. “Nay!” panggil Gilang pada calon istrinya. Ia yakin kalau gadis itu yang sudah memasak makanan yang terhidang di meja makan.

Naya pun bangun dan menampakkan dirinya pada pemilik rumah. “Aku di sini,” sahutnya sembari menyeringai. “Aku capek abis masak, jadi aku rebahan di sini.”

Gilang menghampiri gadis tomboy itu yang sedang berdiri di ruang tamu. “Siapa suruh kamu masak. Aku ‘kan nggak nyuruh kamu masak,” ujar Gilang sembari mendudukkan tubuhnya di sofa tepat di samping Naya berdiri.

CEO mesum itu menarik tangan Naya hingga gadis tomboy itu jatuh dipangkuannya. “Ternyata kamu pintar masak juga ya, calon istri idaman banget. Pasti perutku jadi buncit karena sering makan makanan enak buatan istriku.”

Gilang sudah mulai melancarkan aksinya. Merayu gadis tomboy yang sudah membuat ia penasaran karena menolak pesonanya saat pertama kali bertemu. Gilang berpura-pura berkata manis untuk merayu sang gadis supaya mau menyerahkan mahkota berharga kepadanya.

Tidak seperti biasanya, Gilang harus melancarkan rayuan maut pada sang calon istri. Biasanya dia lah yang dirayu para wanita seksi yang ingin naik ke ranjangnya.

“Mas Gilang lepasin aku! Malu kalau sampai ada yang lihat.” Naya meronta dalam pangkuan calon suaminya.

“Tidak akan ada yang lihat, Sayang. Di sini cuma kita berdua.” Gilang mengeratkan pelukannya sembari menciumi tengkuk Naya yang terlihat putih mulus karena rambutnya dikuncir kuda.

“Mas Gilang geli,” ucap Naya sembari meraba tengkuknya. “Udah dong bercandanya. Lepasin aku!” Naya pikir Gilang sedang bercanda dengannya seperti sedang bercanda dengan anak kecil.

Gilang menempelkan bibirnya pada daun telinga Naya yang membuat bulu halusnya meremang karena sentuhan benda kenyal itu. Perlahan bibir laki-laki tampan itu merayap ke pipi lalu ke bibir ranum Naya. Ia melumatnya dengan sangat lembut. Keduanya memejamkan mata menikmati ciuman kedua mereka.

Naya tidak bisa menolaknya karena ia sangat menyukai ciuman itu. Baik Naya atau pun Gilang, kini menjadi kecanduan berciuman. Gilang sangat menikmati ciuman itu, terlebih Naya yang baru merasakan nikmatnya berciuman.

Mereka tidak sadar kalau ada sepasang mata yang sejak tadi melihat mereka berciuman sambil menutup mulutnya. Dialah Mami Tyas, ibu kandung dari Gilang. Ia  segera mendekati anak dan calon menantunya itu.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Mama Zaki
kok mesum banget sih sigilangnya
goodnovel comment avatar
Bala Bala Haneut Javier
wow crot lanjutkan
goodnovel comment avatar
Dani Seman
beli koin dan koin lg
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status