Share

Emosi Akbar

Ana menghela nafas, dalam hati mengumpat orang yang barusan bicara. Membalikkan badannya, “Maksudnya Bapak bicara begitu apa ya?”

“Kamu tau maksud saya,” jawab Akbar lalu beranjak masuk kembali ke dalam mobil.

Ana berteriak sebelum Akbar menutup pintu mobil, “Dasar om-om arrogant, pasti punya banyak simpanan sugar baby."

Emosi Akbar tersulut mendengar kata-kata Ana, namun pikirannya masih waras untuk tidak menanggapi ocehan seorang gadis yang menurutnya tidak kompeten.

Memarkirkan SUV premiumnya di parkiran khusus petinggi perusahaan. Selama menuju ruang kerjanya, setiap berpapasan dengan pegawai yang menyapa hanya dibalas dengan anggukan tanpa senyum atau menjawab.

“Panggil Maya,” titah Akbar saat melewati meja Ayu sekretarisnya.

“Baik Pak.”

Akbar menatap ke luar pada jendela besar yang ada di belakang meja kerjanya, dengan tangan berada pada saku celananya. Tidak lama pintu diketuk dan masuklah Maya, berjalan menghampiri Akbar memeluk tubuh pria itu dari belakang. Akbar menghempaskan tangan Maya yang berada di perutnya, membalikkan tubuh menghadap Maya lalu meraih tengkuk wanita itu dan menyatukan bibir mereka. Pagutan yang kasar, karena hati Akbar yang belum reda emosinya. Cukup lama penyatuan bibir mereka sampai Akbar melepaskannya, Maya terengah mengatur nafasnya yang tersengal.

“Jangan pernah sentuh tubuhku, cukup aku yang menyentuhmu. Aku sudah sampaikan kemarin, kalaupun ada yang kita lakukan itu karena kebutuhan bukan cinta. Paham?” Maya mengangguk, walaupun tawaran Akbar tidak ada kejelasan hubungan dia yakin perlahan akan berubah. Semua ini Maya sanggupi karena ia ingin merubah status sosialnya.

“Ah, satu lagi. Jangan meminta macam-macam padaku, karena kalau kamu mau berlimpah materi harusnya semangat cari uang atau kamu open BO.” Maya mengernyitkan dahi, ucapan Akbar sungguh tajam terasa perih dan sangat merendahkannya.

“Maksudnya?”

“Maksudku, jangan berharap aku akan berikan hal mewah padamu. Standar saja kalau kita butuh tempat mungkin aku bisa menyediakan apartement khusus atau menyewa kamar hotel untuk kita bertemu tapi jangan harap aku akan kabulkan semua keinginanmu seperti mobil, perhiasan dan segala macam kebutuhan wanita. Karena aku tidak akan menjadi sugar daddy untukmu.”

Maya menelan salivanya, bagaimana bisa jika hal yang dilarang Akbar adalah yang diinginkannya. “Kamu tidak perlu jawab sekarang, pikirkanlah.” Akbar duduk di kursinya dan membuka berkas-berkas yang ada di mejanya. “Keluarlah!”

Maya keluar dari ruangan Akbar, menuju toilet. “Bangsaddd, dia pikir gue serendah itu apa. Kalau begini mana bisa tercapai tujuan gue.” Maya mengeluarkan kekesalannya ketika sampai di toilet dan telah memastikan tidak ada orang di setiap bilik WC.

***

Ana menyusul teman-temannya ke kantin dan duduk di kursi plastik sebelah Irgi, mengambil gelas berisi es jeruk yang tinggal setengah dan menghabiskannya, "Eh,eh itu punya gue Suzana," kesal Reni. Dio kekasih Reni yang duduk disebelah Reni sedang bermain game online, "Pesan lagi aja babe, dari pada nanti malam enggak bisa tidur kena teror mahluk halus." 

"Ih apaan kali," seru Ana. Irgi yang sedang menikmati siomay hasil malak Dio bertanya, "Na, kenapa sih merengut mulu?" 

"Bete gue, itu Om-om yang tadi rese banget."

"Lagian cari gara-gara, nanya tapi nyindir," ujar Reni. 

Ana memukul lengan Irgi, "Kalau bukan manusia yang satu ini, ngapain gue nanya-nanya." Ana menceritakan kejadian di parkiran membuat Reni dan Irgi terbahak. Sedangkan Dio yang tidak mengetahui cerita awalnya hanya diam.

"Awas kualat loh Na," ujar Reni. 

"Pake bilang punya banyak simpanan sugar baby, kalau lo salah satunya gimana?" tanya Irgi.

"Ih, amit-amit deh," jawab Ana. 

"Nenek gue pernah bilang jangan suka sembarangan berucap apalagi sumpah serapah karena kita enggak tau ucapan kita yang mana yang akan dikabulkan," ucap Irgi.

Reni dan Ana terdiam menatap Irgi, Dio masih dengan wajah polos-polos bego tidak dapat mencerna hal yang terjadi. Reni bertepuk tangan, "Daebak, gue enggak nyangka dari mulut Irgi bisa mengeluarkan statement seberat itu." 

"Ck ck ck. Irgi, loe juara. Tapi, loe punya nenek Gi. Kirain gue loe lahir dari batu kayak Sun Go Kong," canda Ana yang didukung Reni dengan terbahak. 

"Ahh rese, gue cabut dulu. Besok Bima ke lokasi magang loe ikut gak?" tanya Irgi pada Ana. "Enggak, gue janjian sama kak Aldi." 

"Ati-ati disosor, bunting jadi berabe," ucap Irgi sambil berlalu. 

Dio menoleh pada Ana, "Loe beneran deket sama Aldi?"

"Hmm." 

"Irgi bener, hati-hati. Loe terlalu polos untuk seorang Aldi, ayo pulang!" ajak Dio pada Reni. 

Ana sedang berbaring di atas ranjangnya menatap langit-langit mendalami nasihat Irgi dan Dio saat di kantin tadi. Menghela nafas, membayangkan alasan ia menerima Aldi menjadi kekasihnya. Baru minggu lalu ia resmi menjawab pernyataan cinta laki-laki dengan beda usia beberapa tahun dengannya.

Ana mengenal Aldi saat ospek camaba di kampusnya, Aldi sebagai pemateri dari alumni yang katanya berprestasi. Mengenal Ana karena saat materi Ana terkantuk, akhirnya oleh panitia diminta ke depan menemani Aldi memberikan materi sebagai sanksi.

Memiliki wajah cantik alami tanpa make up membuat Aldi tertarik. Kehadiran Aldi di beberapa acara kampus membuat ia sering melihat Ana. Karena Ana cukup populer diprogram studinya, mahasiswi TI dengan otak lumayan cerdas.

Sampailah beberapa kali Aldi menyatakan cinta, namun minggu lalu hatinya luluh. Ana merasa sudah waktunya ia mulai mengenal lawan jenis. Namun makna cinta versi Ana ibarat tanaman baru meletek dan cinta versi Aldi si player itu berbeda.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status