Share

Emosi Akbar

Author: dtyas
last update Last Updated: 2022-02-10 17:49:06

Ana menghela nafas, dalam hati mengumpat orang yang barusan bicara. Membalikkan badannya, “Maksudnya Bapak bicara begitu apa ya?”

“Kamu tau maksud saya,” jawab Akbar lalu beranjak masuk kembali ke dalam mobil.

Ana berteriak sebelum Akbar menutup pintu mobil, “Dasar om-om arrogant, pasti punya banyak simpanan sugar baby."

Emosi Akbar tersulut mendengar kata-kata Ana, namun pikirannya masih waras untuk tidak menanggapi ocehan seorang gadis yang menurutnya tidak kompeten.

Memarkirkan SUV premiumnya di parkiran khusus petinggi perusahaan. Selama menuju ruang kerjanya, setiap berpapasan dengan pegawai yang menyapa hanya dibalas dengan anggukan tanpa senyum atau menjawab.

“Panggil Maya,” titah Akbar saat melewati meja Ayu sekretarisnya.

“Baik Pak.”

Akbar menatap ke luar pada jendela besar yang ada di belakang meja kerjanya, dengan tangan berada pada saku celananya. Tidak lama pintu diketuk dan masuklah Maya, berjalan menghampiri Akbar memeluk tubuh pria itu dari belakang. Akbar menghempaskan tangan Maya yang berada di perutnya, membalikkan tubuh menghadap Maya lalu meraih tengkuk wanita itu dan menyatukan bibir mereka. Pagutan yang kasar, karena hati Akbar yang belum reda emosinya. Cukup lama penyatuan bibir mereka sampai Akbar melepaskannya, Maya terengah mengatur nafasnya yang tersengal.

“Jangan pernah sentuh tubuhku, cukup aku yang menyentuhmu. Aku sudah sampaikan kemarin, kalaupun ada yang kita lakukan itu karena kebutuhan bukan cinta. Paham?” Maya mengangguk, walaupun tawaran Akbar tidak ada kejelasan hubungan dia yakin perlahan akan berubah. Semua ini Maya sanggupi karena ia ingin merubah status sosialnya.

“Ah, satu lagi. Jangan meminta macam-macam padaku, karena kalau kamu mau berlimpah materi harusnya semangat cari uang atau kamu open BO.” Maya mengernyitkan dahi, ucapan Akbar sungguh tajam terasa perih dan sangat merendahkannya.

“Maksudnya?”

“Maksudku, jangan berharap aku akan berikan hal mewah padamu. Standar saja kalau kita butuh tempat mungkin aku bisa menyediakan apartement khusus atau menyewa kamar hotel untuk kita bertemu tapi jangan harap aku akan kabulkan semua keinginanmu seperti mobil, perhiasan dan segala macam kebutuhan wanita. Karena aku tidak akan menjadi sugar daddy untukmu.”

Maya menelan salivanya, bagaimana bisa jika hal yang dilarang Akbar adalah yang diinginkannya. “Kamu tidak perlu jawab sekarang, pikirkanlah.” Akbar duduk di kursinya dan membuka berkas-berkas yang ada di mejanya. “Keluarlah!”

Maya keluar dari ruangan Akbar, menuju toilet. “Bangsaddd, dia pikir gue serendah itu apa. Kalau begini mana bisa tercapai tujuan gue.” Maya mengeluarkan kekesalannya ketika sampai di toilet dan telah memastikan tidak ada orang di setiap bilik WC.

***

Ana menyusul teman-temannya ke kantin dan duduk di kursi plastik sebelah Irgi, mengambil gelas berisi es jeruk yang tinggal setengah dan menghabiskannya, "Eh,eh itu punya gue Suzana," kesal Reni. Dio kekasih Reni yang duduk disebelah Reni sedang bermain game online, "Pesan lagi aja babe, dari pada nanti malam enggak bisa tidur kena teror mahluk halus." 

"Ih apaan kali," seru Ana. Irgi yang sedang menikmati siomay hasil malak Dio bertanya, "Na, kenapa sih merengut mulu?" 

"Bete gue, itu Om-om yang tadi rese banget."

"Lagian cari gara-gara, nanya tapi nyindir," ujar Reni. 

Ana memukul lengan Irgi, "Kalau bukan manusia yang satu ini, ngapain gue nanya-nanya." Ana menceritakan kejadian di parkiran membuat Reni dan Irgi terbahak. Sedangkan Dio yang tidak mengetahui cerita awalnya hanya diam.

"Awas kualat loh Na," ujar Reni. 

"Pake bilang punya banyak simpanan sugar baby, kalau lo salah satunya gimana?" tanya Irgi.

"Ih, amit-amit deh," jawab Ana. 

"Nenek gue pernah bilang jangan suka sembarangan berucap apalagi sumpah serapah karena kita enggak tau ucapan kita yang mana yang akan dikabulkan," ucap Irgi.

Reni dan Ana terdiam menatap Irgi, Dio masih dengan wajah polos-polos bego tidak dapat mencerna hal yang terjadi. Reni bertepuk tangan, "Daebak, gue enggak nyangka dari mulut Irgi bisa mengeluarkan statement seberat itu." 

"Ck ck ck. Irgi, loe juara. Tapi, loe punya nenek Gi. Kirain gue loe lahir dari batu kayak Sun Go Kong," canda Ana yang didukung Reni dengan terbahak. 

"Ahh rese, gue cabut dulu. Besok Bima ke lokasi magang loe ikut gak?" tanya Irgi pada Ana. "Enggak, gue janjian sama kak Aldi." 

"Ati-ati disosor, bunting jadi berabe," ucap Irgi sambil berlalu. 

Dio menoleh pada Ana, "Loe beneran deket sama Aldi?"

"Hmm." 

"Irgi bener, hati-hati. Loe terlalu polos untuk seorang Aldi, ayo pulang!" ajak Dio pada Reni. 

Ana sedang berbaring di atas ranjangnya menatap langit-langit mendalami nasihat Irgi dan Dio saat di kantin tadi. Menghela nafas, membayangkan alasan ia menerima Aldi menjadi kekasihnya. Baru minggu lalu ia resmi menjawab pernyataan cinta laki-laki dengan beda usia beberapa tahun dengannya.

Ana mengenal Aldi saat ospek camaba di kampusnya, Aldi sebagai pemateri dari alumni yang katanya berprestasi. Mengenal Ana karena saat materi Ana terkantuk, akhirnya oleh panitia diminta ke depan menemani Aldi memberikan materi sebagai sanksi.

Memiliki wajah cantik alami tanpa make up membuat Aldi tertarik. Kehadiran Aldi di beberapa acara kampus membuat ia sering melihat Ana. Karena Ana cukup populer diprogram studinya, mahasiswi TI dengan otak lumayan cerdas.

Sampailah beberapa kali Aldi menyatakan cinta, namun minggu lalu hatinya luluh. Ana merasa sudah waktunya ia mulai mengenal lawan jenis. Namun makna cinta versi Ana ibarat tanaman baru meletek dan cinta versi Aldi si player itu berbeda.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Sumpah Sussana (End)

    Sepulang dari Rumah Sakit, Akbar dan Sussana mengunjungi rumah yang akan mereka tempati. Sussana memeriksa kamar bayi dan kebutuhannya, sedangkan Akbar mengecek bagian-bagian yang sebelumnya direnovasi. “Bibi,” panggil Sussana dari ujung anak tangga. “Iya Non.” “Kesini dulu ya.” Salah satu asisten rumah tangga bergegas melangkah menghampiri Sussana. “Ada apa Non?” “Bantu saya menggeser ini, sepertinya lebih baik di sebelah sana,” ujar Sussana menunjuk sofa untuk menyusui. “Biar nanti saya saja, Non Sussana sedang hamil besar tidak boleh angkat yang berat-berat.” “Berdua sama Bibi, sepertinya nggak berat juga sih,” ucap Sussana. “Tapi Non.” “Sudah, ayo angkat.” “Sussana.” Suara Akbar mengejutkan Sussana dan Bibi. Melihat situasi tidak kondusif, Bibi pun keluar dari kamar. “Tinggalkan itu, biar nanti aku minta yang lain menggeser. Itu bahaya untuk kehamilan kamu, sayang.” Akbar merangkul bahu Sussana dan mengajaknya keluar. “Nanti dulu, masih ada yang harus aku cek. Khawatir

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Keselamatan Kalian Yang Utama

    Kehamilan Sussana sudah memasuki trimester ketiga, tepatnya tiga puluh tiga minggu. Akbar sangat menikmati perannya sebagai seorang suami dan Ayah untuk kedua anaknya. Melewatkan moment bersama keluarga saat mengalami amnesia benar-benar membuatnya menyesal. Bahkan dia tidak dapat menyaksikan kelahiran dan pertumbuhan Arka. Sangat sabar menghadapi Sussana yang manja dan selalu mengeluh juga menyalahkan Akbar karena kondisinya saat ini. Kehamilan kali ini terlalu banyak keluhan hingga Sussana berkali-kali mengatakan tidak ingin hamil lagi. Seperti malam ini, Akbar sudah terlelap tapi Sussana yang tidak bisa tidur merengek membuat Akbar terjaga. "Iya sayang, kenapa?" sahut Akbar sambil menguap. "Aku sesak, nggak bisa tidur." Akbar langsung terperanjat, "Sesak napas?" Sussana mengangguk. "Bangun dulu sayang, coba atur pernafasan kamu seperti waktu kemarin ikut senam hamil. Tarik nafas, lalu buang," ujar Akbar memberi contoh dan diikuti Akbar. Berkali-kali, sampai Sussana tidak m

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Kamu Memang Candu

    Akbar sudah kembali ke kantor seperti biasa dan mereka masih tinggal di kediaman orang tua Sussana. Ketika Akbar berada di rumah, Sussana akan sangat manja dengan Akbar. Namun, saat Akbar di kantor Sussana tidak akan mengganggu sedikitpun. Mengerti jika Akbar butuh privacy dan konsentrasi mengurus masa depan perusahaan. Sussana sudah mulai beraktivitas ringan, dia juga bosan jika harus terus berada di ranjang. Lama menjalankan bedrest, membuatnya menjadi pecinta drama. Yang dikerjakan saat di ranjang adalah menonton drama dan mendengarkan musik. Sussana duduk di taman rumahnya menyaksikan Yuna yang sedang bermain di kolam balon air. Arka duduk di baby chair dan disuapi oleh Sussana. Setelah selesai makan, Arka dibawa masuk oleh pengasuhnya untuk mengganti bajunya yang kotor karena tumpahan makanan. “Yuna, sudah yuk. Kamu sudah kedinginan, lain kali main lagi,” ajak Sussana. Yuna menggelengkan kepala, dia masih asyik dengan aktivitasnya. “Masuklah, biar Yuna Bunda yang jaga,” ujar Ha

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Tidak Ingin Hamil Lagi

    “Ada apa ini?” tanya Gerry yang baru saja tiba. Melihat kehadiran keluarga besannya, dia pun ikut bergabung. Yudha kembali menyampaikan permohonan maafnya pada keluarga Sussana. Jika menuruti emosi, rasanya Gerry ingin sekali meluapkan amarahnya. Tapi melihat Akbar yang sudah sembuh dan Sussana yang membutuhkan Akbar di sisinya, Gerry pun mengalah demi kebaikan sang putri. Setelah Yudha, Zudith dan Bira undur diri, Akbar menyempatkan bermain bersama Yuna sambil menggendong Arka. “Loh, Sussananya mana?” tanya Gerry baru menyadari sejak tadi tidak melihat Sussana. “Sedang istirahat, sudah biarkan saja. Biar Akbar yang menemani,” ujar Halimah. Halimah pun kembali menemani cucunya bersama baby sitter, Akbar diminta mengecek kondisi Sussana dan menemani di kamar. Khawatir jika Sussana membutuhkan sesuatu, sedangkan dia masih harus bedrest. Melihat Sussana yang masih terlelap, Akbar pun memilih membersihkan diri. Sussana mengerjapkan kedua matanya, perlahan beranjak duduk. Menatap sekeli

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Ada Apa Ini?

    “Sussana,” panggil Akbar. Sussana yang berdiri di balkon tidak menyahut atau menoleh. Menganggap suara yang baru saja dia dengar hanya halusinasi karena rasa rindu pada Akbar. Akbar tetap berdiri di tempatnya memandang punggung Sussana, wanita yang sudah setia dan sabar menghadapi Akbar.“Sayang,” panggil Akbar lagi. Sussana menghela nafas, “Mas Akbar, rinduku sudah tidak terbendung. Sampai suaramu terdengar begitu jelas,” lirih Sussana.“Sussana, aku di sini sayang.”Sussana perlahan menoleh, tangannya masih mencengkram pinggiran balkon. Sussana tertawa, “Bahkan sekarang aku bisa melihat Mas Akbar,” ucapnya.“Aku bukan halusinasimu, sayang.” Akbar merentangkan kedua tangannya, siap menerima Sussana dalam pelukannya. “Mas Akbar,” ucap Sussana. “I-ini bukan halusinasi aku,” ucapnya.Akbar menggelengkan kepalanya. “Kemarilah, sayang.”Sussana melangkah perlahan, raut wajahnya sudah terlihat seperti akan menangis. Kini keduanya berhadapan, “Mas Akbar,” ucap Sussana sambil terisak lalu me

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Mengingat Semua

    Zudith, Yudha dan Akbar berada di meja makan. Menikmati makan malam mereka dalam diam. Dalam benak Akbar, dia hanya memikirkan rencana untuk menemui Sussana esok hari. Zudith dan Yudha saling pandang sebelum memandang putra sulungnya. “Akbar,” panggil Yudha. Akbar menghela nafasnya sebelum menoleh. “Tidak usaha dibahas, aku yang akan selesaikan sendiri masalahku dengan Sussana,” tutur Akbar seakan tahu apa yang akan disampaikan oleh Yudha. “Maksud kamu menyelesaikan bagaimana?” tanya Zudith. Merasa bersalah pada Sussana dan khawatir jika Akbar akan memutuskan hal yang nanti akan disesali olehnya. “Mamih tenang saja, Sussana dan anak-anak adalah tanggung jawabku. Aku sudah selesai, permisi,” ujar Akbar lalu meninggalkan meja makan. “Pih, Mamih khawatir kalau ....” “Sudahlah Mih, Akbar sudah dewasa. Ingat umur Akbar sekarang berapa, kita sebagai orangtua hanya bisa mendoakan dan mendukung segala keputusannya.” Pagi itu, Akbar sudah tiba di kantor. Pagi ini dia harus memimpin rapat

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Harus Bertemu Sussana

    Seorang wanita berdiri tidak jauh dari tempat Sussana berada. “Mirip Sussana, tapi lebih kurus.” Wanita itu masih menatap ke arah Sussana berada. Terlihat Sussana yang beranjak bangun. “Benar itu Sussana. Tunggu, perutnya seperti ... Sussana sedang hamil,” ucapnya. Laras, istri dari Bira yang sedang berada di Rumah sakit melihat Sussana. Tanpa menyapa, wanita itu mengikuti Sussana dan yakin saat ini Sussana sedang hamil karena perutnya sudah terlihat buncit. Melihat Sussana menaiki taksi dan meninggalkan rumah sakit, Laras mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi Bira. Panggilannya tidak dijawab, akhirnya Laras menyusul Bira ke kantor. "Loh, bukannya kamu ke Rumah sakit?" tanya Bira melihat Laras ada di ruang kerjanya setelah Bira menghadiri rapat. "Mas, sini dulu," pinta Laras pada Bira dengan menepuk sofa di sebelahnya.” Bira pun patuh dengan menghampiri dan duduk di samping Laras. “Bagaimana hubungan Mas Akbar dan Sussana?” tanya Laras. Bira menghela nafas mendengar pertany

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Sepertinya Sussana Sedang ....

    “Sussana, apa kamu sakit?” tanya Bira sejak tadi penasaran.Sussana hanya menggelengkan kepalanya. Bira menghela nafasnya, “Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusanmu. Ponsel Mamih hilang jadi dia tidak bisa mengabari kamu dan ternyata aku juga tidak punya kontak kamu.”Sussana menyebutkan nomor ponselnya. Setelah cukup berbincang masalah kondisi Akbar, Sussana hanya bisa mendukung semua keputusan keluarga Akbar. Bira pamit undur diri, tapi sebelum pergi dia kembali menanyakan kondisi Sussana.“Aku nggak apa-apa, Mas,” jawab Sussana.“Baiklah, jaga kesehatan kamu. Pasti berat harus berjuang untuk anak-anak kalian,” ujar Bira. Sussana hanya menyunggingkan senyumnya. Setelah kepergian Bira, Sussana tak sadarkan diri. Halimah memanggil dokter karena khawatir dengan kondisi Sussana. “Bagaimana kondisi Sussana?” tanya Gerry yang baru saja datang.“Sedang diperiksa Dokter,” jawab Halimah. Kedua orang tua Sussana menanti penjelasan dokter dengan cemas. Terdengar suara tangisan Yuna, “Biar

  • Jerat Cinta Duda Bucin   Apa Kamu Sakit?

    Sussana sudah berada di kursi tunggu UGD rumah sakit bersama kedua orangtua Akbar. Menunggu Akbar di periksa dan penjelasan apa yang sebenarnya terjadi dengan Akbar. Cukup lama, tapi belum ada dokter atau perawat yang datang untuk menyampaikan kondisi Akbar. Meskipun Sussana tau jika Akbar hanya pingsan tapi penyebab pingsannya yang membuat khawatir karena saat ini Akbar masih dinyatakan amnesia. Hari sudah semakin siang, karena sinar matahari sudah tinggi. Zudith menawarkan Sussana untuk bergantian sarapan di kantin. Sussana hanya menggelengkan kepalanya. “Keluarga pasien atas nama Akbar,” ucap seorang perawat. “Saya, Dok,” jawab Yudha. Zudith dan Sussana pun ikut menghampiri. “Ini silahkan diurus dulu untuk kamar rawat inapnya.” “Bagaimana kondisi Akbar? Kami boleh bertemu?” Zudith lebih dulu bertanya, walaupun isi pertanyaannya akan sama dengan Sussana. “Dokter yang akan menjelaskan di ruang rawat ya, silahkan diurus dulu.” Yudha yang tadi menerima dokumen untuk pemindahan A

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status