Share

Pertemuan Pertama

"Pagi Mas__" sapaan wanita di depan pintu terhenti saat melihat bukan Akbar yang membuka pintu.

"Cari siapa?" 

"Mas eh Pak Akbarnya ada?" 

Zudith melipat tangannya di dada sambil memindai wanita dihadapannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Mengenakan suit kerja dengan bawahan rok sepan selutut dan wedges serta membawa hand bag,"Kamu siapa?" 

"Maya Mih, dia staf aku. Masuklah May," jawab Akbar lalu duduk di kursi meja makan. Akbar yang sudah rapih dengan setelan kerja menikmati sarapan yang dibawa Zudith. 

Maya duduk disofa dengan tidak nyaman seperti siswa yang kepergok bolos oleh gurunya. "Sejak kapan pegawai kantor kamu suruh ke sini?" tanya Zudith yang pasti didengar Maya karena jarak antara ruang tamu dan meja makan tidak terlahang sekat atau ruang yang berbeda.

"Dia antar berkas Mih, aku jadi pembicara kuliah Umum enggak ke kantor," jawab Akbar. "Apa dia salah satu FWB kamu?" tanya Zudith berbisik, "Mamih tidak suka dengan kelakuan kamu ini, Mamih siap menikahkan kamu dengan pilihan Mamih kalau kamu tidak berubah." 

"Aku profesional Mih, enggak akan macam-macam dengan karyawanku kecuali terpaksa." Zudith mengelus dadanya sambil bibirnya berkomat kamit mendengar statement nyeleneh Akbar. 

Zudith menghampiri Maya, "Mana berkasnya?" pinta Zudith sambil berdiri. Maya pun ikut berdiri dan menyerahkan zipper bag berisi berkas yang dibutuhkan Akbar. "Ya sudah kamu bisa langsung ke kantor, jangan sampai terlambat." Maya menoleh pada Akbar. 

Akbar menghela nafas, matanya memberi isyarat agar Maya segera pergi. 

"Permisi Bu, Pak Akbar." 

"Hmm," jawab Zudith.

Di luar apartement, "Sialan, mimpi apa pagi-pagi ketemu nenek sihir. Tinggal selangkah lagi dapetin Pak Akbar, kalau bukan karena dia mau sama aku enggak mungkin dia nyuruh aku ke apartemennya. Padahal kemarin udah ke salon buat luluran, facial.. ahhhh." Maya bergumam kesal sambil menuju lift. 

"Ingat, Mamih tidak main-main." 

"Hm," ucap Akbar sambil memeluk ibunya. "Masih pagi, jangan marah-marah nanti darah tinggi terus kena stroke. Katanya mau lihat aku punya anak yang banyak." 

Zudith memukul lengan Akbar, "Kamu kalo ngomong suka seenaknya, nyumpahin Mamih cepat mati ya." Akbar mengelus tangannya, "Bukan nyumpahin tapi mengingatkan." Lalu merangkul bahu ibunya, "Aku mau jalan, keburu macet."

***

“Shittt,” Sussana mengumpat saat matanya mengerjap melihat jam dinding. Segera ia melesat ke kamar mandi, dengan metode mandi kilat lalu mengenakan pakaian. Pakaian standar yang biasa ia gunakan ke kampus, celana jeans, kaos putih tanpa lengan dilapisi kemeja flanel yang tidak dikancing.

Meneguk susu di gelasnya yang sudah disiapkan Bik Jum, “Enggak sarapan dulu Na?” tanya Halimah bunda dari Sussana.

“Palingan udah telat dan kayaknya enggak mandi Bun.” Reka adiknya yang tengah sarapan menjawab pertanyaan Bunda “Bawel,” sahut Ana.

“Mau bareng Ayah?” tanya Gery.

“Enggak, yang ada makin telat.” Mencium tangan ayahnya lalu mencium pipi ibunya, “Bye ratuku. Dadah Jelek,” ucap Ana sambil mengacak rambut Reka.

“Reseee,” pekik Reka.

Mengendarai motor maticnya, dengan laju lumayan cepat. Hari ini dia harus mengikuti kuliah umum khusus untuk mahasiswa yang akan melaksanakan magang.

Tiiinnnn, klason panjang saat Ana menyalip dan membuat kagok mobil yang dilewatinya. “Upss, sorry gue buru-buru,” teriak Ana yang pasti tidak didengar oleh pengemudi mobil.

MC sudah membuka acara dan mulai dengan bahasa basa basinya, namun Ana belum sampai.

“Ke mana si Ana?” tanya Irgi pada Reni. Yang ditanya hanya mengedikkan bahu karena sedang asyik dengan media sosialnya, membuat instastory, update status di Facebo*k dan membuat cuitan di twitt*r yang isinya sama.

“Woy, acara udah mulai, medsos aja lo.”

“Berisik,” jawab Reni. “Kursi sebelah lo kosongin, Suzana palingan udah di jalan.”

Sambutan salah satu rektorat kampus baru saja selesai saat Ana berjalan menaiki tangga menuju kursi disebelah Irgi, Reni melambai saat ia berada di pintu. MC membacakan curiculum vitae pemateri, “Sumpah, gue masih ngantuk banget," ujar Ana.

“Habis ngapain semalam?”

Ana berdecak, “Bikin tugaslah, PBO deadline besok cuy.”

MC menyebutkan nama Akbar Putra Mahesa dan mempersilahkannya menyampaikan materi. Akbar mulai berbicara, menyampaikan tentang profil perusahaannya yang memang berelasi dengan program studi peserta Kuliah Umum yaitu teknologi informasi. Motivasi dan semangat untuk para mahasiswa juga informasi lomba atau kompetisi pembuatan mobile software untuk berbagai bidang.

“Ini bisa kalian gunakan untuk mendapatkan pengalaman dan pemenang akan kami rekrut bisa untuk magang, freelance atau karyawan tetap. Jadi jangan sampai mengabaikan kesempatan-kesempatan untuk kalian di masa depan.”

“Ganteng banget ya, pengen peluk-peluk manja gitu.” Reni yang menyimak hanya fokus pada wajah pemateri. Ana yang sejak awal materi menunduk memainkan ponsel menoleh pada pemateri, “Udah Om-om tau.”

“Baguslah, memang lagi jamannya sugar baby and sugar daddy.”

MC mempersilahkan peserta untuk bertanya. “Hmm,” ucap mahasiswi dua baris di bawah kursi Ana, “Kalau aku enggak mau ikut lomba softwarenya tapi lomba mendapatkan hati Om, boleh enggak?”

Hampir seisi ruangan bersorak menanggapi Loli yang sebelas dua belas dengan Reni. “Oke, kalau itu saya rasa tidak perlu di jawab, any questions?” ucap MC.

“Di sini pak, ini temen saya mau bertanya.” Irgi menunjuk Ana di sebelahnya.

“Kampreet, Irgi tanya apa gue? Nyimak juga enggak,” lirih Ana namun masih bisa didengar oleh sekeliling Ana.

“Tanya nomor hp Na,” sahut Reni.

“Oke, silahkan Mbak... Oh yang tadi terlambat ya, siapa namanya?” tanya MC

“Suzana,” sebagian mahasiswa menjawab serempak.

“Silahkan Mbak Suzana.”

Ana berdiri, “Hm, nama saya Sussana, pakai S bukan Z. Yang mau saya tanyakan, apa jaminannya untuk kami kalau memenangkan kompetisi dari perusahaan Bapak? Bukan bermaksud sombong, sebagian dari kami sudah banyak memiliki karya dan mempunyai peran penting pada divisi IT di berbagai perusahaan, ada juga yang freelance sana sini. Jadi apa jaminannya kalau kami harus fokus pada kompetisi dan mengabaikan usaha kami saat ini, kalau bapak sih enak bicara pengalamannya begini begitu tapi udah Kaya dari lahir, beda sama kita.” Ana masih melanjutkan statementnya yang semakin menyudutkan Akbar sebagai pemateri.

“Parah, Presdir didebat," ucap Irgi.

Akbar menatap tajam ke arah Ana, rahangnya mengeras karena pertanyaan yang keluar dari mulut Ana menyudutkan dirinya.

“Baik, silahkan Pak Akbar untuk dijawab!”

Akbar berdiri, meraih kembali mic yang disodorkan oleh MC.

“Sebenarnya usaha apapun harus dimulai dengan semangat dan disiplin dan anda mahasiswa yang tidak disiplin dengan datang terlambat. Biasanya saya malas menanggapi orang yang tidak disiplin, tapi saya akan jawab untuk diketahui oleh kalian.”

Akbar menjelaskan jawaban dari pertanyaan Ana, namun Ana yang juga disinggung oleh Akbar hanya mencibir. “Rese, banget nie orang. Double kill gitu sombongnya."

“Ishh, udah. Lihat tuh orangnya ngeliatin ke sini. Takut gue cuy,” lirih Reni.

Ana berjalan menuju parkiran setelah kuliah umum bubar, dia tadi asal memarkirkan motornya. Ternyata benar, motornya menghalangi sebuah mobil yang akan keluar, “Sebentar saya geser dulu, maaf ya.”

Ana berbicara tanpa mengetahui siapa yang berada dalam mobil. Seseorang keluar dari mobil, mendekati Ana. “Saat mendengar kamu bicara tadi saya yakin kalau kamu mahasiswi tanpa potensi, Cuma bisa bicara tanpa usaha. Terbukti dengan datang terlambat dan menghambat aktifitas orang lain dengan asal parkir.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status