Share

Chapter 05

Sebulan berlalu dengan lancar dan baik-baik saja. Seiring berjalannya waktu, semua direksi di perusahaan Radeya mulai memercayai kinerja Anggita. Wanita itu mengerjakan tugasnya dengan baik. Dia juga berhasil menangani proyek barunya.

"Sisil, tolong kamu periksa ulang laporan di dokumen ini. Saya rasa ada kekeliruan di sana."

Anggita memerintahkan asisten pribadinya untuk memeriksa kembali dokumen yang hendak ia tandatangani.

Wanita yang usianya tak jauh dari Anggita itu sedikit mengernyitkan dahinya. Tapi beberapa detik kemudian, dia mengangguk patuh.

"Baik, Nona. Maaf saya masih keliru walau sudah memeriksanya kembali sebelum menyerahkan dokumen ini kepada Nona," ujarnya.

Sisil meraih dokumen berwarna biru itu dari tangan Anggita. Dia membukanya dan membaca ulang. Maneliti di bagian mana kesalahan yang ia lakukan.

Anggita beranjak berdiri. Dia berjalan memutari meja, mendekati Sisil. Kemudian Anggita mulai menjelaskan bagian-bagian yang menurutnya tidak benar dari dokumen tersebut.

Namun, saat Anggita sedang menjelaskan semuanya, Tiba-tiba saja seseorang membuka pintunya begitu saja. Anggita cukup terkejut melihat orang asing berada di ruangannya.

"Apa benar ini ruangan Nona Anggita, CEO di perusahaan ini?" tanyanya.

Anggita yang masih terkejut semakin tak mengerti dengan situasi yang sedang ia lihat saat ini. Beberapa orang lainnya menerobos masuk membawa sebuah wajah besar di masing-masing tangannya.

"Ya, saya Anggita, tapi kalian ini siapa?" tanyanya tanpa mengurangi rasa sopan kepada tamu yang tak diundang itu.

Laki-laki yang pertama masuk tadi mengeluarkan ID Card-nya, memperlihatkan benda itu kepada Anggita.

"Saya dari tim penyidik, ingin menyelidiki kasus penggelapan dana perusahaan yang seseorang laporkan kepada kami," jelasnya.

Kedua bola mata Anggita membulat sempurna. Kemudian dia mengerjapkan matanya sekali. Dia masih berusaha mencerna maksud di balik perkataan laki-laki yang mengaku dari tim penyidik.

"Apa maksud Anda?" tanya Anggita dengan nada lirih masih dengan ekspresi terkejutnya. 

Lalu tanpa meminta izin darinya, mereka membereskan dokumen-dokumen yang ada di ruangan Anggita, memasukkan ke dalam tempat yang sudah mereka sediakan. Dan laki-laki yang memperlihatkan ID Card-nya kepada Anggita, langsung menangkap wanita itu.

"Anda kami tangkap atas dugaan penggelapan dana perusahaan."

Mata Anggita semakin membulat. Dia benar-benar semakin terkejut. Dia tidak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan mereka padanya.

"Penggelapan dana? Tapi saya tidak melakukannya," ujar Anggita berusaha membela dirinya sendiri.

Sayangnya, mereka tidak mau mendengarkan penjelasan Anggita. Tim penyidik menyeret wanita itu untuk ikut bersamanya ke kantor polisi, menjalani penyidikan.

Di luar gedung, para wartawan sudah berkerumun menunggu berita penting yang akan mereka dapatkan. Mereka langsung menyerbu tim penyidik yang membawa Anggita bersamanya.

"Nona Anggita, apakah benar Anda menggelapkan dana perusahaan?"

"Untuk apa Anda melakukan semua ini?"

"Apa Anda ingin memperkaya diri setelah suami Anda meninggal?"

"Apakah Anda sudah merencanakan semua ini sejak suami Anda masih menjabat sebagai CEO?"

Pertanyaan-pertanyaan itu terngiang jelas dipendengaran Anggita. Dia masih sangat syok atas semua yang terjadi padanya secara tiba-tiba.

"Saya tidak melakukannya."

Anggita menjawab lirih pertanyaan dari para wartawan. Entah dari mana mereka bisa mengetahui informasi tentang kejadian ini. Beritanya terlalu cepat menyebar luas. Semua orang begitu meyakini Anggita telah melakukan kesalahan itu.

***

"Kau sudah melakukannya?" tanya seseorang di sebuah ruangan di dalam gedung pencakar langit kepada asisten pribadinya.

"Sudah Tuan. Saya sudah melakukan semua yang Anda perintahkan."

Radeya menyeringai. Puas dengan kinerja asisten pribadinya itu. Laki-laki paruh baya itu menyenderkan punggung lebarnya pada penyangga kursi.

"Bagaimana dengan bukti-buktinya?" tanya Radeya lagi.

"Sudah saya kerjakan, Tuan. Saya sudah menyalin semua dokumen yang ditangani Nona Anggita sehingga semua bukti menyudutkan padanya. Dia tidak akan bisa mengelak dengan bukti-bukti yang ada."

Laki-laki paruh baya itu mengangguk puas. Dia berhasil menjebak Anggita ke dalam perangkapnya.

Kedua sudut bibir tua itu tertarik ke atas membentuk sebuah senyum. Lega, karena pada akhirnya, saham yang dimiliki sang putra akan kembali menjadi miliknya.

"Baiklah. Saya akan membayarmu atas pekerjaan ini. Ingat! Jangan sampai semua ini bocor kepada siapapun. Ini akan menjadi rahasia di antara kita berdua. Kau mengerti!" tegas Radeya kepada asisten pribadinya itu.

Laki-laki paruh baya itu beranjak dari kursi keagungannya. Mengambil jas yang ia sampirkan pada penyangga kursi dan memakainya. Dia hendak pergi ke kantor polisi untuk memberikan keterangan kepada tim penyidik atas kasus yang sedang mantan menantunya hadapi.

Baru saja dia ke luar dari gedung pencakar langsit perusahaannya. Bertepatan dengan datangnya Arumi yang ingin menanyakan kabar kebenaran tentang kasus Anggita.

"Sedang apa kamu di sini?" tanya Radeya kepada Arumi.

"Pa, aku melihat berita di TV, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Anggita ditangkap polisi?"

Radeya menghela napasnya. "Dia telah melakukan penggelapan dana perusahaan," ujarnya dengan mimik muka yang sulit ditebak.

Arumi mengernyitkan kedua alisnya menampakkan garis kerutan pada dahinya. Wanita paruh baya itu sulit memercayai berita tersebut.

Meski ia tidak begitu dekat, tetapi sedikit banyaknya dia tahu siapa Anggita. Arumi tidak percaya jika wanita itu melakukan seperti yang telah dituduhkan.

"Bagaimana mungkin dia melakukan semua itu?" tanya Arumi dengan nada lirih. Terkejut dengan berita yang baru saja ia dengar.

"Aku tidak tahu. Sekarang aku akan ke kantor polisi memenuhi penyidikan."

Tanpa menunggu sahutan dari sang istri, Radeya langsung masuk ke dalam mobilnya dan melesat pergi.

Arumi menghela napas panjang. Dia merogoh ponsel di dalam tas dan langsung menghubungi asisten pribadinya untuk mencari tahu kejadian yang sebenarnya atas kasus yang dituduhkan kepada Anggita.

Di kantor polisi di dalam ruang penyidikan, Anggita sedang diintrogasi. Wanita itu terlihat cemas dan juga bingung. Seumur hidupnya dia baru merasakan betapa mencekanya berada di dalam ruangan tersebut dengan di bawah tekanan orang-orang yang tegas dan menakutkan.

"Nona Anggita, jadi Anda tetap kukuh tidak mau mengakui perbuatan Anda?" tanya penyidik. Dingin, datar dengan suara yang tegas penuh penekanan.

Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Aku benar-benar tidak melakukannya. Aku tidak tahu apapun tentang semua ini," sahut Anggita lirih.

Iris matanya merkaca-kaca. Dia sudah mengatakan yang sebena-benarnya kepada tim penyidik. Tapi tak ada yang memercayainya.

Dia tidak tahu mengapa dokumen-dokumen itu bisa berubah. Karena seingatnya, dia sudah melakukan pekerjaan dengan benar. Tidak ada penggelapan dana perusahaan. Semua ia kerjakan dengan jujur.

Laki-laki bertubuh kekar dan tegas itu menghela napas panjang. Tajam iris matanya tak melepaskan sedikitpun dari wajah Anggita.

"Semua bukti-bukti dan berdasarkan informasi yang kami dapatkan, semuanya mengarah kepada Anda, Nona. Anda tidak bisa mengelak dari tuduhan."

Setetes cairan bening luruh dari mata bundar Anggita. Dia ketakutan. Dia tidak tahu harus meminta bantuan kepada siapa untuk membantunya terlepas dari tuduhan palsu. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status