Share

Jerat Cinta Mantan Istri
Jerat Cinta Mantan Istri
Author: Mumtaza wafa

Bertemu Mantan

"Sesuatu yang sudah retak tidak akan kembali utuh."

Mahesa menatap nanar Arunika yang duduk di depannya dengan perasaan campur aduk. Setelah Lima tahun lamanya, inilah pertama kalinya mereka bertemu. Tanpa sengaja. Sementara Arunika duduk dengan jengah, perasaan tak nyaman mendera. Bagaimanapun keadaannya dengan Mahesa tak lagi sama. Lima menit berlalu tanpa patah kata yang terucap di bibir mereka. Mahesa yang masih dengan perasaan bersalahnya, dan Arunika dengan perasaan tak nyaman.

Arunika mengembuskan nafas lelah.

“Kalau tidak ada yang mau kamu katakan, lebih baik aku pergi.”

Mahesa tersadar dari lamunannya tentang masa lalu yang kini masih menancap erat di pikirannya. Ada rasa yang selalu mengganggu tidurnya, mengganggu segala kegiatannya yang sekarang berpengaruh pada keutuhan rumah tangganya.

Mahesa menarik nafas dalam, menghilangkan perasaan aneh yang sejak tadi ia rasakan sejak bertemu dengan Arunika.

“Apa kabar?”

Arunika menaikkan sebelah alisnya, “sepeti yang kamu lihat, Alhamdulillah aku baik-baik saja.”

Mahesa mengangguk kikuk. Lima tahun tak bertemu dan tak berkomunikasi dengan perempuan berhijab pastel itu membuatnya agak sedikit kaku. Mengingat kesalahan yang pernah di perbuatnya dulu yang membuat hubungan keduanya tidak baik-baik saja.

“Kalau tidak ada yang penting lebih baik aku pergi, tidak baik laki-laki dan perempuan yang bukan mahram duduk berduaan. Bisa jadi fitnah.”

“Aku akan bercerai.” Ucap Mahesa membuat Arunika mengurungkan niatnya pergi dari kafe itu.

“Kami sudah tidak bisa mempertahankan rumah tangga kami.” Lanjutnya menatap Arunika yang kembali duduk di kursi.

“Lalu?”

“Mungkin ini karma buatku dan Dania atas perlakuan kami dulu ke kamu. Tolong maafkan aku.”

Sungguh, sebenarnya Arunika bukanlah orang yang percaya terhadap karma, tapi dia percaya bahwa sesuatu yang kita perbuat terhadap orang lain akan kembali ke dirinya masing-masing. Baik itu perbuatan baik ataupun perbuatan buruk semuanya akan mendapat balasan. Itulah sebabnya hatinya tak pernah merasa dendam dengan perbuatan Mahesa dulu. Perbuatan yang tak pernah ingin di ingatnya kembali.

“Aku sudah memaafkan kalian. Boleh aku pergi sekarang?”

Arunika sudah benar-benar tak ingin berhubungan dengan Mahesa maupun Dania. Cukup luka masa lalu yang pernah ia rasakan tertutup rapat. Dengan bertemunya dengan Mahesa hari ini, dia merasa takut luka itu kembali menganga.

“Maafkan aku, Run.”

Arunika beranjak dari tempat duduknya. Membetulkan tas selempang kecilnya ke pundak sebelah kirinya, lalu pamit dari hadapan Mahesa.

“Runi,”

Arunika menghentikan langkahnya. “Aku masih cinta kamu. Sungguh.”

Tanpa menoleh, Arunika kembali melanjutkan langkahnya setelah mendengar penuturan Mahesa. Senyum sinis tercetak di bibir tipisnya. Ia sudah benar-benar muak.

Mahesa terduduk lesu melihat reaksi Arunika. Sefatal itu memang kesalahannya. Dulu, dia datang untuk meminang gadis ayu keluaran pesantren itu dengan berani. Bukan. Dia berani datang kepada Ayah gadis itu untuk mengajaknya berpacaran. Bukannya diterima malah dapat ceramah rohani.

Getar ponsel di saku kanan bajunya menyadarkannya dari kenangan masa lalu.

[Kamu dimana?]

Enggan membalas, Mahesa beranjak dari kafe menuju mobilnya yang terparkir di sebelah gedung kafe. Tadinya dia hanya ingin menenangkan pikiran dari segala permasalahan yang menimpa dirinya. Sejak menikahi Dania, Mahesa bahkan dijauhi oleh keluarganya. Dania juga tak pernah akur dengan orang tua dan kakaknya.

“Berlian di buang, batu karang di pungut. Terlalu kamu Mahes.”

Ucapan Mayra kakak perempuannya masih terngiang ketika dirinya membawa Dania ke rumah untuk di kenalkan kepada orang tuanya. Tak jauh berbeda, orang tuanya justru memilih berdiam diri di kamar setelah menyambut kedatangan Dania. Tak peduli bagaimana perasaannya dan Dania kala itu, mereka lebih mempertahankan egonya karena rasa kecewa terhadap Mahesa.

Bertemu dengan Arunika tanpa di sengaja bagai menemukan cahaya di tengah kegelapan. Ah, sepertinya agak berlebihan. Tapi Mahesa bersyukur bertemu dengan perempuan salihah itu lagi. Beruntung sekali laki-laki yang mendapatkan Arunika, seperti dirinya dulu.

Mahesa membelokkan mobilnya ke perumahan elite dimana orang tuanya tinggal. Rumah dengan gaya minimalis itu tampak lenggang. Mahesa memarkirkan mobilnya di luar rumah, sengaja, dia hanya mampir sebentar karena undangan dari Ridwan, Papanya.

“Sudah ditunggu di meja makan sama Bapak dan Ibu, Mas,”

Mbok Sari menyambut Mahesa di taman. Wanita paruh baya itu tengah memandikan tanaman hias milik Ratri, Ibu Mahesa yang memang hobi berkebun. Tak lupa Mahesa menyalami perempuan yang mengasuhnya sejak bayi itu.

Tanpa kata, ia segera memasuki rumah yang di huni hanya dua orang saja. Kakak perempuannya Mayra, tinggal bersama suaminya di pusat kota Jakarta.

“Assalamualaikum,” ucapnya ketika melihat orang tuanya dan Mayra duduk bersama di ruang makan. Di tengah mereka ada celoteh dari Sandy, anak Mayra dan suaminya Tendi.

“Om Esa ... Om esa,”

Pria kecil itu berlari ke arah Mahesa sambil merentangkan tangan. Mahes paham jika ponakannya itu meminta di gendong. Mahes menyambut Sandy dengan menggendongnya, lalu di letakkan bocah itu di kedua pundaknya.

Mahesa meletakkan kembali Sandy di kursinya, lalu menyalami tangan Ridwan, Ratri, dan Mayra. Duduk di sebelah Mayra yang masih tampak diam. Mayra memang berubah, tak seperti dulu yang selalu menjailinya. Tepatnya setelah ia meminang Dania menjadi istrinya, Mayra dan kedua orang tuanya berubah drastis.

“Ada yang ingin kamu jelaskan?” Ridwan tanpa basa basi melontarkan pertanyaan yang sudah semua orang ketahui jawabannya.

“Kami akan bercerai,”

Mahesa menunduk, sedangkan Ratri mengembuskan nafas lelah.

“Apa kamu menganggap pernikahan adalah permainan, Mahes?”

“Tidak! Ini semua demi Aruna, Pah. Aku tidak ingin dia tumbuh di antara pertengkaran kami. Aku masih ingin menjaga mentalnya.”

“Dulu, kamu telah memilih pasangan yang tepat, lalu kamu sia-siakan. Sekarang anak menjadi alasan perceraian kalian,” Mayra tersenyum mengejek.

“Sudah ku bilang, permata di tangan kamu buang, malah batu kerikil kamu ambil.”

Sepertinya memang sudah menjadi hukum alam, penyesalan selalu datang terlambat. Seperti itulah yang tengah Mahesa rasakan. Andai saja dulu ia tak melakukan hal itu, mungkin kini hidupnya sudah bahagia dengan Arunika.

Ah, lagi-lagi ia mengingat perempuan berwajah teduh itu. Mengingat pertemuan singkat mereka yang membuat dunia Mahesa kembali jungkir balik. Bukankah dia hanya masa lalu yang membuat Dania selalu cemburu?

Arunika.

Gadis itu memang masih memiliki tempat yang spesial di dalam sana. Jika bukan karena perjanjian yang di ajukan Arunika sebelum mereka memulai hubungan, mungkin Mahesa masih ingin mempertahankan gadis itu dan berubah. Sayangnya, perjanjian yang telah disepakati dan di saksikan oleh kedua orang tua mereka membuat Mahesa tidak bisa berbuat banyak.

“Sudahlah, May. Adik kamu itu sudah terlanjur berbuat dosa dan mengingkari perjanjian mereka dulu. Biarkan dia menanggungnya.”

Bukan maksud Ratri membela Mahesa, kelakuan anak itu memang tidak bertanggung jawab, biarlah dia menanggung perbuatannya.

“Tadi .. Mahesa bertemu dengan Runi,”

Semua mata menatap padanya. Nama yang mereka rindukan. Gadis seperti apa Arunika sehingga membuat keluarganya begitu menyayanginya?

Ratri menatapnya berkaca-kaca.

“Bagaimana kabarnya, Mahes?! Apa dia baik-baik saja?”

Mahesa mengangguk. Yang dia lihat Arunika tampak baik-baik saja. Bahkan, mungkin lebih baik dari sebelumnya. Perempuan itu menggunakan jas kebanggaannya. Sepertinya dia telah berhasil meraih impiannya, menjadi dokter.

Mahesa menatap kedua orang tuanya, “Apakah masih mungkin jika Mahes ingin kembali pada Arunika?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Daanii Irsyad Aufa
hai ka aq mampir. tersepona aq ma sengkleknya Salina dan Nayaka
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status