Share

Kisah Lama

Mahesa menerima tatapan tajam dari tiga orang di ruang makan. Sungguh benar-benar tidak tahu malu. Mungkin itu yang ada di pikiran mereka. Nyatanya, Mahesa tidak benar-benar bisa menghapus perasaannya kepada Arunika. Jauh di lubuk yang terdalam, nama wanita itu masih terpahat disana. Tentu saja dia juga mencintai Dania, istrinya. Mahesa tak peduli jika dikatakan dirinya begitu serakah, jika bisa pun Mahesa ingin memiliki keduanya.

Bukankah dalam Islam di perbolehkan menikahi dua, tiga, atau empat istri?

Tapi perjanjian yang di ajukan Arunika sungguh berat untuknya. Walaupun dulu ia menyanggupinya karena yakin akan setia padanya. Tapi, cinta masa lalu yang belum usai membuat hatinya terusik.

Mayra memukul kepala Mahesa dengan cukup keras.

“Belajarlah dari pengalaman. Kamu harusnya merasa malu dengan apa yang pernah kamu lakukan kepada Arunika. Setidaknya berpikirlah dewasa, kamu bukan lagi remaja puber yang dengan mudah berpindah dari hati ke hati.” Mayra menatap adiknya dengan tatapan tajam.

“Tapi, aku masih mencintainya,”

“Cinta tidak harus memiliki. Jika memang kamu cinta dia, lalu apa yang kamu lakukan dimasa lalu itu juga kamu sebut cinta?”

Mahesa diam. Bukankah setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua? Lagi pula Arunika sudah memaafkannya. Bukankah lebih baik jika mereka kembali lagi, dari pada mencari yang baru belum tentu ada yang mau!

Picik sekali pikirannya. Bahkan, bercerai dari Dania masih menjadi wacana. Lima tahun ia merasa kosong. Ia pikir akan bahagia ketika kembali kepada cinta masa lalunya, namun ternyata ia salah. Tahun pertama dan kedua pernikahan mereka masih baik-baik saja. Di tahun ketiga, Dania mulai protes dengannya yang masih suka berkumpul dengan teman-temannya.

Dania juga mulai merasa tak di hargai. Wanita itu selalu menemukan Mahesa menyebut nama Arunika dalam tidurnya. Tentu saja Mahesa menyangkal karena dia tidak merasa melakukannya. Ia lelah dengan sikap Dania yang mulai mengekangnya.

Ridwan dan Ratri hanya mengelus dada melihat kelakuan anaknya. Bukannya tidak ingin Mahesa kembali pada Arunika, tapi mereka sudah tidak punya muka di hadapan Imam dan Halimah, kedua orang tua Arunika. Apa yang dilakukan Mahesa memang sangat keterlaluan setelah mengingat bagaimana Mahesa meminta Arunika kepada kedua orang tuanya. Jika mereka kecewa dan tak memaafkan Mahesa pun itu sangat wajar.

Ridwan mengembuskan nafas berat. Didorongnya kursi yang ia duduki ke belakang, lalu mengangkat tubuhnya dari kursi berjalan menuju kamarnya yang berada di dekat ruang tamu. Ratri yang melihat kepergian suaminya langsung ikut bangkit dan mengikuti Ridwan. Ia tahu bahwa akhir-akhir ini kesehatan laki-laki yang sudah hidup 36 tahun dengannya itu sudah mulai menurun.

“Mengenai perceraian kamu, yakin kamu akan menceraikan Dania?”

Mahesa menatap Mayra, lalu mengangguk.

“Dewasalah, Mahes. Tidak semua masalah terselesaikan dengan bercerai. Dulu, kamu sudah gagal, setidaknya belajar dari pengalaman sebelumnya. Walaupun Kak May tidak terlalu suka dengan Dania, tapi di antara kalian sudah ada Aruna.”

“Rasanya hambar, Kak,”

“Astaghfirullah! Kesehatan Papa menurun karena memikirkan rumah tangga kamu. Kamu tidak kasihan pada Papa dan Mama hanya karena ke egoisan kamu?”

“Aku dan Dania sudah tidak saling cocok,”

“Lalu kenapa kalian menikah dulu? Dengan sombong kamu ingkar dengan perjanjian kamu dengan Arunika dan memilih pergi dengan Dania. Sekarang dengan mudah mulutmu bilang kalian sudah tidak cocok?! Astaghfirullah Mahes! Kamu bukan lagi anak remaja yang suka berganti pasangan.”

Mayra memutuskan meninggalkan Mahesa di ruang makan demi menjaga kewarasannya. Dia benar-benar marah pada adiknya itu. Bisa-bisanya mempermainkan sebuah pernikahan. Dia memang tidak terlalu suka dengan Dania karena wanita itu menjadi duri di antara Arunika dan Mahesa, tapi kelakuan Mahesa sangat di luar nalarnya. Mayra mengajak Sandy ke kamarnya. Mayra menyesal telah menunjukkan kemarahannya di depan Sandy.

“Maafkan Bunda, ya, sayang. Bunda hanya ingin yang terbaik untuk Om kamu.”

Sandy mengangguk seolah paham dengan keadaan. Mayra mengecup puncak kepala anak keduanya itu, lalu mengambil ponsel untuk meminta suaminya segera menjemputnya.

Mahesa masih terdiam di ruang makan. Pikirannya masih kalut dengan segala prahara masalah yang menimpanya. Sekelebat bayangan masa lalu pun masih melintas di ingatannya tentang pertemuannya dengan Dania.

“Dania?”

Mahesa memperhatikan wanita yang terlihat sedang menunggu seseorang di kafe tempatnya nongkrong bersama teman-temannya. Merasa terpanggil, Dania menoleh ke arah Mahesa sedikit terkejut. Pasalnya, sejak dua tahun silam mereka tak pernah berkomunikasi setelah dirinya menghilang dari sisi Mahesa.

“Esa?”

Dania menatap Mahesa kikuk. Dulu, dia meninggalkan Mahesa tanpa ada kata perpisahan. Perasaan canggung menyelimutinya. Ada perasaan bersalah meninggalkan laki-laki yang menjalin hubungan dengannya sejak masa putih abu-abu itu.

“Kamu sedang menunggu seseorang?” tanya Mahesa.

Dania mengangguk. Sungguh, awalnya Mahesa hanya ingin menyapa Dania, namun yang terjadi adalah ketika dia dan Dania akhirnya kembali menjalin komunikasi yang lumayan intens. Mahesa masih butuh jawaban atas kisah cintanya yang dulu belum usai. Sementara Dania, merasa cintanya masih sebesar dulu terhadap Mahesa. Pertemuan-pertemuan itu berlangsung selama 3 bulan, hingga benih-benih itu tumbuh kembali bak bunga yang baru bermekaran di musim semi.

Mahesa lupa, jika ia tak sendiri lagi. Mahesa lupa jika ia telah membuat perjanjian dengan wanita lain. Mahesa lupa jika ia telah mengucap janji di hadapan Allah dan orang tuan wanita itu.

“Dania,” ucap Mahesa ketika mereka bertemu di apartemen Dania.

“Hmm..?” Dania hanya bergumam. Tangannya masih lincah di atas kompor.

“Aku sudah menikah.”

Dania tersentak.

“Bercandamu tidak lucu, sayang?!” Dania terkekeh, lalu mematikan kompor. Menghidangkan nasi goreng seafood andalannya yang dulu menjadi favorit Mahesa.

“Aku tidak bercanda, Dania,”

Dania mematung. Di tatapnya Mahesa lamat-lamat, mencari kebohongan di mata lelaki itu. Tapi sayang, Dania tak menemukannya. Dania menjatuhkan diri di atas kursi. Dia masih tak percaya. Bagaimana mungkin Mahesa sudah menikah ketika laki-laki itu kembali merajut kasih dengannya dan membuat Dania kembali ke pelukannya?

“Dania,” Mahesa memanggilnya lembut. Ada tatapan penuh penyesalan di mata laki-laki itu.

Dania menangis tergugu. Di tutupnya wajah cantik yang penuh dengan air mata itu. Mahesa mengembuskan nafas. Sesal. Harusnya, dari awal dia tidak lagi mendekati Dania. Harusnya sejak awal dia tidak merespons perasaan Dania yang masih begitu mencintainya. Harusnya Mahesa sejak awal menjaga perasaan wanita yang telah menjadi istrinya itu. Wanita yang ia dapatkan dengan penuh perjuangan. Namun, sesal pun sudah tiada guna. Wanita itu, Arunika, telah mengetahui hubungan Mahesa dan Dania di belakang.

“Maaf,”

“Jadi, selama ini kita apa, Esa?”

“Maafkan aku, Dania,”

“Dulu, aku terpaksa meninggalkan kamu karena aku sakit. Aku berjuang dengan sakitku sendiri tanpa ingin membuatmu khawatir. Memang salahku yang tak pernah memberi tahu tentang kondisiku saat itu, tapi kali ini kamu datang dengan menawarkan cinta yang baru, lalu kamu akan meninggalkanku begitu saja? Apa kamu sengaja membalas perbuatanku dulu, Esa?”

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Daanii Irsyad Aufa
wah kalo begini mah yg brengsek Mahesa..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status