Share

Dalang di balik Penjebakan

Seperti kehilangan kata-kata, Soraya menurut saja dengan perintah bos-nya. Selain enggan berbicara banyak, Soraya juga merasa sangat lapar.

Sambil mengunyah potongan croissant yang disuapkan oleh Johnny, tatapan Soraya tak luput dari pria berambut coklat gelap itu. Sampai tiba, suara pintu yang diketuk dari arah luar, memecah keheningan di antara mereka berdua.

"Masuklah, Kevin." Johnny langsung menyuruh orang yang mengetuk pintu untuk masuk. Dia tau siapa yang datang.

"Selamat pagi, Jo." Benar, Kevin adalah orang yang mengetuk pintu kamar tadi. 

Meluaskan pandangannya, betapa terkejutnya Kevin ketika melihat Soraya berada satu kamar dengan bos-nya. Dia bahkan sampai mengucek matanya, memastikan benar tidaknya bahwa gadis itu Soraya. Bagaimana mungkin, pikirnya.

"Apa yang kamu lihat, Kevin. Ya, dia Soraya. Teman pacar kamu." Johnny yang mengerti akan keheranan Kevin, lantas langsung menjelaskan tanpa ditanya oleh Kevin yang diketahuinya sedang menjalin hubungan dengan sahabat Soraya.

"Ha ... emm. Iya." Kevin gelagapan. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ingin bertanya lebih lanjut, tapi dia takut pada bos-nya itu. Meskipun berteman dekat, Kevin merasa sangat takut dengan kemarahan Johnny. Jadi, dia memilih hanya mengiyakan saja perkataan bos-nya.

"Sudah tau siapa yang melakukan semua ini?" tanya Johnny pada Kevin. Dia beranjak dari pinggir tempat tidur, menuju sofa di ruangan itu untuk berbicara dengan Kevin.

"Iya, Jo. Aku sudah mulai menyelidikinya. Marcell Widianto dalang di balik semua ini. Dengan sengaja dia mencampurkan pil perangsang pada minuman kamu dan pada salah satu wanita yang hadir di pesta malam tadi. Tapi saya tidak menduga, bahwa wanita itu, Soraya," jelas Kevin yang dengan sigap menyusuri masalah yang di hadapi oleh bos-nya.

Johnny menautkan alisnya mendengar penjelasan dari Kevin. Nama Marcell Widianto sangat asing di telinganya. "Siapa dia? Lalu apa motifnya melakukan ini semua? Sepertinya dia juga bukanlah rival bisnis perusahaan kita."

"Benar sekali, Jo. Jelas saja kamu tak mengenalnya. Marcell itu pemilik Mars Company. Perusahaannya bergerak di bidang farmasi. Dia tak berkaitan dengan perusahaan kita. Namun fakta yang baru diketahui, Marcell memiliki hubungan gelap dengan Keisha." 

Mata Johnny terbelalak kala mendengar nama Keisha keluar dari mulut Kevin. Jelas saja, Johnny sangat hapal dengan nama tersebut.

Keisha Gisselyn. Ia adalah wanita yang sering bersama Johnny. Meski tanpa tautan status hubungan yang jelas, namun Johnny dan Keisha cukup dekat. Tak hanya hubungan biasa, bahkan mereka seringkali tidur di satu ranjang, dan melakukan hubungan terlarang.

"Hubungan gelap katamu? Apa maksudnya?" heran Johnny.

"Iya, Jo. Marcell Widianto itu lelaki beristri. Keisha ialah wanita simpanannya. Sebab itu aku mengatakan bahwa hubungan mereka adalah hubungan gelap. Selain kamu, Marcell-lah yang membiayai hidup mewah Keisha selama ini," jelas Kevin dengan sangat yakin.

Johnny tersenyum miring mendengar penjelasan dari Kevin. 

"Bukan hanya itu, ternyata Keisha mendekati kamu selama ini karna suruhan dari Marcell. Dia ingin mengeruk kekayaan kamu melalui Keisha. Karna Keisha tak berhasil memperdaya kamu terlalu dalam, lalu Marcell sendiri turun tangan untuk menjatuhkanmu, itupun, tanpa sepengetahuan Keisha," lanjut Kevin yang dengan semangat membongkar keburukan wanita bernama Keisha itu.

Sebab, jujur, Kevin sangat tak suka melihat wanita yang selalu berpakaian seksi itu dekat dengan bos yang sudah bertahun-tahun bersamanya. Baginya, Keisha seperti racun yang terus saja ingin menghabisi Johnny secara perlahan.

"Aku yakin, pasangan busuk itu pasti ada motif lain dibalik ini semua. Tapi, sudahlah. Kita pikirkan itu nanti saja. Sekarang, bantu aku mengurus dia." Johnny menoleh ke arah Soraya yang duduk termenung di atas kasur. Soraya bahkan tak menghiraukan keberadaan Kevin yang sedari tadi terheran dengannya.

"Okelah, Jo. Aku akan mengantar Soraya. Mobil kamu ada di parking area. Ini kuncinya. Biar aku bawa mobil yang satunya," kata Kevin.

"Tidak. Aku yang akan mengantarnya. Kamu kembali ke kantor. Tolong handle dulu urusan kantor hari ini. Aku mungkin tidak masuk," cegah Johnny. Alih-alih membiarkan Soraya pulang dengan Kevin, dia lebih memilih untuk mengantar Soraya sendiri, dan meminta Kevin mengurus perusahaannya. 

Kevin merupakan orang kepercayaan Johnny. Meski statusnya hanya sebagai asisten pribadi dalam pekerjaan, namun Johnny sudah menganggap Kevin sebagai saudaranya sendiri, begitupun sebaliknya. Maka dari itu, Kevin tak segan hanya memanggil Johnny dengan nama saja, dan itupun atas permintaan Johnny sendiri.

Kevin sudah bersama Johnny sejak SMP, sampai kini usia mereka sudah memasuki kepala tiga. Kevin selalu bisa diandalkan oleh Johnny. Maka dari itu, sampai urusan kantorpun, Kevin yang dipercaya untuk mengurusnya.

Kevin yang masih heran dengan sikap Johnny itu, menurut saja atas perkataannya. "Baiklah, Jo. Kalau begitu, aku permisi," ucap Kevin, sembari berlalu meninggalkan kamar.

Johnny menghampiri Soraya yang masih duduk termenung di atas kasur. "Kita pulang?"

Soraya mengangguk, dan beranjak dari tempat tidur. Dia masih meringis menahan perih di bagian intinya ketika menurunkan kedua kakinya dari tempat tidur. Tidak tau, apakah karna dirinya yang memang baru pertama kalinya berhubungan intim, atau karna Johnny yang bermain terlalu kasar di luar kesadarannya.

Melihat Soraya meringis sampai menggigit bibir, Johnny kembali merasa bersalah. "Sorry. Sakit sekali, ya?"

Soraya memejam sekilas, lalu menatap wajah tampan CEO perusahaan tempatnya bekerja itu. Masih dengan tatap benci dan dendam yang menguasai dirinya. Meskipun, tak dapat dipungkiri, hati kecilnya mulai terusik oleh perlakuan manis yang ditujukan Johnny padanya sejak tadi. Juga ucapan maaf yang terdengar begitu tulus dari mulut Johnny, membuatnya merasa begitu sesak.

"Apa mau saya gendong?"

Soraya lantas menggelengkan cepat kepalanya. Rambutnya yang masih tergerai, ikut bergerak lembut mengikuti arah pergerakannya.

"Ya sudah, ayo. Pelan-pelan saja jalannya. Saya ada di samping kamu." 

Lagi-lagi, ucapan Johnny menusuk lubuk hati Soraya. Kalimat manis itu sangat terasa menyiksanya. Tak menyangka, jika Johnny yang sering dia sebut dengan 'Bos Killer' karna sangat mudah marah dan memaki orang seenaknya, berubah menjadi makhluk manis pagi ini. 

 "Apa bapak melihat ponsel saya?" Soraya yang sudah tersentak dari renungnya, menyadari bahwa ponselnya tak terlihat sejak tadi.

"Tidak. Kamu menaruhnya di mana?" tanya Johnny 

"Ada di tas. Tas saya juga tidak ada." 

Johnny menggendikkan bahunya. Dia memang sama sekali tak melihat barang-barang Soraya. Bagaimana mereka berdua bisa sampai di kamar ini pun juga bahkan tidak tau.

"Nanti saya minta layanan hotel buat bantu cari. Kalau belum ketemu, nanti beli yang baru saja. Sekarang, ayo, kita pulang. Keluarga kamu pasti khawatir sekali karna kamu tidak pulang semalaman."

Johnny menggenggam jemari Soraya, lalu beranjak meninggalkan kamar tempat mereka menginap malam tadi. Soraya hanya termangu mendapati perlakuan Johnny padanya. Dia mengikuti langkah Johnny yang menggenggam erat jemarinya. 

Sampai di area parkir, Johnny lebih dulu masuk ke dalam mobil, duduk di depan setir. Sementara Soraya, masih berdiri saja di luar. Dia tampak bingung, harus duduk di sebelah mana.

"Tunggu apa lagi, ayo masuk, Soraya," pinta Johnny setelah menurunkan kaca mobilnya.

"Duduk di mana?"

Pertanyaan konyol Soraya membuat Johnny sampai menepuk jidatnya.

"Di sini. Silahkan masuk."

Meredam semua emosinya pada Soraya saat ini, Johnny kembali ke luar dari mobil, hanya untuk membukakan pintu untuk Soraya. Soraya melirik sekilas ke arah Johnny, lalu duduk di kursi bagian depan. Tepatnya di sebelah Johnny.

Melajukan kendaraan meninggalkan hotel menuju ke rumah Soraya. Namun sebelum itu, Johnny singgah ke store ponsel merek ternama terlebih dahulu.

"Turun sebentar," pintanya pada Soraya sesampai di store besar itu.

"Tidak. Saya di sini saja," tolak Soraya.

"Saya tidak tau selera kamu. Jadi, ayolah. Sebentar saja." 

Tanpa menunggu jawaban Soraya lagi, Johnny langsung membuka seatbelt yang terpasang di badan Soraya, sampai wajah mereka menjadi sangat dekat.

Johnny memandang Soraya lekat. Memperhatikan wajah manis dengan kulit putih hingga seperti memancarkan sinar. Dia tak menyangka, bahwa Soraya ternyata secantik ini. 'Ini sangat sempurna' batinnya.

Soraya yang sadar karna telah ditatap oleh bos-nya itu, langsung marah melihatnya. Dia kembali ingat bahwa Johnny sudah menghancurkan hidupnya saat ini. Soraya mendorong tubuh Johnny hingga pria itu tersentak.

"Emmm ... Maafkan aku." Johnny yang sadar akan ketidaksukaan Soraya saat ditatapnya begitu lekat, langsung meminta maaf.

Johnny kemudian ke luar dari mobil, dan kembali membukakan pintu untuk Soraya yang diperlakukan layaknya seorang ratu. Setelah pintu terbuka, Johnny pun kembali ingin menggenggam jemari Soraya agar berjalan bersamanya.

Namun tangannya ditepis dengan cepat oleh Soraya. "Aku bisa jalan sendiri. Tidak perlu memegangku seperti itu." 

Berbeda dengan saat berada di hotel tadi, Soraya menolak tangannya digandeng Johnny. Tak tau mengapa, emosinya seperti naik turun. Semakin pria itu berlaku manis padanya, semakin besar pula kebencian Soraya. 

Mengerti akan alasan dari sikap Soraya, Johnny yang sedang berusaha meruntuhkan egonya itu, kini melemparkan senyuman dan mengangguk pelan pada gadis itu. "I see. Sekarang turunlah. Saya akan ganti ponsel kamu yang hilang."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status