Share

Menghadap Keluarga

Usai memilih ponsel baru untuk menggantikan ponsel Soraya yang hilang di hotel, Johnny langsung melajukan mobilnya menuju rumah Soraya. Sementara Soraya, hanya menatap lurus ke depan. Masih berharap, bahwa apa yang sudah dialaminya saat ini hanyalah sebuah mimpi.

"Soraya. Kenapa diam saja. Bicaralah. Biasanya kamu itu banyak omong," ucap Johnny memecah keheningan di antara mereka.

"Harus bagaimana? Saya harus teriak-teriak di sini? Lagi pula, kenapa tidak bapak yang harusnya diam saja. Bukankah bapak biasanya tidak suka melihat saya yang banyak bicara ini," ketus Soraya. 

Memang benar, Johnny selalu merasa risih pada Soraya karna terlalu banyak bicara di kantor. Soraya adalah gadis dengan watak keras. Jika dia tak menyukai sesuatu, dia akan mengatakannya dengan gamblang. Tak perduli, siapa yang sedang di hadapinya.

Jelas saja Soraya merasa aneh, karna Johnny yang biasa menyuruhnya diam, malah meminta agar dia bicara. 'Dasar pria aneh. Berkepribadian ganda!' batin Soraya.

"Bukan begitu maksud saya. Ya setidaknya mengobrol-lah. Biar saya tidak mengantuk. Kalau saya ngantuk, nanti kita kecelakaan, bagaimana?" Johnny terus saja memaksa Soraya agar mau mengobrol dengannya. 

"Hhh ... biar saja kecelakaan. Biar mati bersama," ucap Soraya sembari tersenyum sinis.

"Oo ... jadi seperti itu. Kamu ingin mati bersama saya? Belum saja jadi istri, kamu sudah mau sehidup-semati dengan saya. Hahahah." Johnny tertawa lepas saat menggoda Soraya.

Entah mengapa, sosoknya yang biasa menjaga image sebagai lelaki cool, apalagi di depan wanita, kini terlihat begitu banyak bicara bersama Soraya. Sungguh hal yang sangat berbanding terbalik dengan kepribadiannya yang dikenal orang-orang selama ini.

Sementara Soraya, mendengar Johnny mengucapkan kata "istri", memutar bola matanya. Dia merasa jengah dengan tingkah bos-nya itu sejak tadi. 

"Istri? Apa saya tidak salah dengar? Siapa juga yang mau menjadi istri bapak," ketusnya.

"Ya sudah kalau tidak mau. Saya kan cuma menawarkan." 

'Apa katanya? Menawarkan? Ck. Menjijikkan sekali.' batin Soraya lagi-lagi mengatai bos-nya itu dalam hati.

Hening kembali berada di antara mereka. Tak bersuara. Bahkan mereka tak berniat untuk memutar lagu untuk memecah keheningan. Johnny yang juga sudah letih mencari topik pembicaraan, sekarang lebih memilih diam. Kembali ke mode cool seperti biasanya.

Tak lama, merekapun sampai di halaman rumah Soraya. Rumah keluarga Narendra itu cukup besar. Dengan halaman luas yang dijadikan taman, suasana asri langsung terasa saat memasuki pekarangan rumah mereka. Meskipun, kawasan tersebut masih di sekitar perkotaan.

Johnny membuka seatbelt, bersiap untuk ke luar dari dalam mobil. Namun, tiba-tiba, Soraya menyadari sesuatu.

"Pak, tunggu! Bagaimana bapak bisa tau alamat rumah saya?" 

Heran? Ya, tentu saja. Johnny bahkan tak bertanya sama sekali arah menuju rumahnya tadi. Bagaimana lelaki ini bisa tau persis di mana alamat tempat tinggalnya. Karna seingat Soraya, Johnny juga bahkan belum pernah datang ke sini.

"Soraya Narendra. Putri dari Andi Narendra, seorang pengusaha tekstil yang cukup besar di kota ini. Ibu kamu bernama Sonia Narendra. Kamu punya saudara laki-laki yang sedang kuliah di universitas ternama."

Mata Soraya terbelalak mendengar pernyataan Johnny. Bagaimana mungkin lelaki ini bisa tau tentang keluarganya. 

"Bapak menyelidiki keluarga saya?" ucapnya dengan menatap tidak suka pada Johnny.

Johnny memiringkan senyumnya. "Hm ... jangankan keluarga kamu, seluk beluk kekasih yang tak direstui orang tua kamu itu juga saya tau." 

Johnny ke luar dari mobil, setelah mengucapkan hal yang mengejutkan Soraya. Dia kemudian kembali membukakan pintu untuk Soraya yang masih termangu di tempat duduknya. Soraya sangat tak menduga, bagaimana bisa Johnny bisa tau tentang dirinya.

"Sekali lagi bapak mengucapkan hal itu, saya tak akan mengampuni bapak," ujar Soraya kesal saat Johnny yang membukakan pintu mobil, sudah muncul di hadapannya.

"Hal yang mana? Hmmm? Kekasih tanpa restu? Saya bahkan akan mengatakannya setiap hari agar kamu merasa semakin kesal." Sembari membukakan seatbelt dari badan Soraya, Johnny terus saja menggoda gadis yang sudah sangat kesal padanya itu.

Soraya tak lagi membalas perkataan Johnny. Dia hanya mendengkus kesal. Keluar dari mobil, dan bersiap masuk ke dalam rumah. Soraya menghentikan langkahnya sejenak. Hatinya sangat bimbang. Apa yang harus dikatakannya pada keluarganya saat ini.

Melihat Soraya yang berdiri seperti patung di depan pintu rumahnya, Johnny menghampiri Soraya.

"Ada apa? Kenapa tidak masuk?" tanya Johnny.

"Emmmhh ... saya takut, Pak. Alasan apa yang harus saya berikan pada Papa nanti," jawab Soraya menatap pada Johnny.

"Tenanglah. Ada saya, bukan? Ayo." Johnny lalu menggenggam jemari Soraya, dan memencet bel rumah Soraya.

Tak lama setelah bel berbunyi, pintu dibuka oleh seseorang. Seorang wanita paruh baya, yang bahkan tampak lebih muda dari usianya, kini telah berdiri di hadapan Soraya dan Johnny. 

"Soraya. Nak, kamu darimana saja, Sayang. Mama sama Papa sangat khawatir denganmu, Nak." Ya, benar. Wanita itu ialah ibunda Soraya.

"Maafkan Soraya, Ma. Karna sudah membuat Mama cemas. Soraya ... emmmm." 

"Sudah, nanti saja ceritanya. Ayo, masuk dulu. Ini, siapa?" Mama Soraya yang bernama Sonia itu memotong pembicaraan putrinya. Dia meminta agar putrinya itu masuk ke dalam rumah terlebih dahulu sebelum bercerita. Sonia juga bertanya perihal Johnny pada Soraya.

"Selamat pagi, Tante. Saya Johnny." Mendengar Sonia bertanya tentang dirinya pada Soraya, Johnny lantas dengan mandiri memperkenalkan dirinya sendiri. Dia menyapa Sonia, sembari membungkukkan sedikit badannya.

"Selamat pagi, Nak. Kamu sopan sekali. Teman Soraya, ya?" tebak Sonia kala melihat jemari Soraya dan Johnny yang masih tergenggam erat satu sama lain.

Menyadari karna diperhatikan oleh sang mama, Soraya lalu melepaskan genggaman Johnny pada jemarinya. Entah mengapa, pipinya menimbulkan semburat kemerahan secara tiba-tiba.

"Bukan teman, Ma. Dia pemilik perusahaan tempat Yaya bekerja." Gadis cantik yang biasa dipanggil dengan sebutan Yaya oleh orang-orang terdekatnya itu, mulai menjelaskan pada sang mama, siapa lelaki yang sedang berdiri di sampingnya saat ini.

"Oh, ya sudah. Ayo, masuk. Kita ngobrol di dalam saja. Mari, Nak Johnny."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status