LOGINPerjalanan yang biasanya memakan waktu 20 menit, ditempuh hanya dalam 15 menit. Begitu sampai di depan rumah, Aron langsung parkir sembarangan dan berlari masuk. Tangannya gemetar saat membuka kunci pintu."Natasya!" panggilnya begitu masuk rumah.Tidak ada jawaban. Rumah terlihat normal. Tidak ada tanda-tanda masalah. Tapi kenapa Natasya tidak menjawab?Aron langsung naik tangga dengan langkah tiga anak tangga sekaligus. Jantungnya berdegup kencang, dipenuhi kecemasan. Tangannya meraih knop pintu kamar dan membukanya dengan cepat.Dia bahkan belum sempat melangkah masuk ketika tiba-tiba sesosok tubuh langsung menerjangnya. Aron terhuyung ke belakang, punggungnya membentur pintu.Sebelum otaknya sempat memproses apa yang terjadi, bibir Natasya sudah menempel di bibirnya. Mencium dengan ganas, dengan nafsu yang tidak pernah dia tunjukkan sebelumnya."Hmmpphh," Aron terkejut bukan main. Matanya terbelalak, tubuhnya kaku sejenak.Natasya tidak memberinya kesempatan untuk berpikir. Tangan
Malam itu seperti biasanya. Setelah makan malam yang hangat, Aron dan Natasya duduk bersama di ruang kerja kecil di lantai dua. Meja belajar yang cukup luas itu menjadi saksi rutinitas mereka setiap malam. Natasya sibuk dengan buku anatominya yang tebal, sementara Aron mengoreksi beberapa makalah mahasiswa sambil sesekali melirik istrinya yang terlihat serius."Bagian mana yang sulit?" tanya Aron tanpa mengalihkan pandangan dari laptop."Sistem limfatik, Mas. Aku masih bingung dengan jalur drainase-nya," jawab Natasya sambil menunjuk gambar di bukunya.Aron mendekat, duduk di samping istrinya dan mulai menjelaskan dengan sabar. Jari telunjuknya menunjuk bagian demi bagian gambar sambil memberikan penjelasan detail. Natasya mendengarkan dengan seksama, sesekali mengangguk paham."Ngerti sekarang?" tanya Aron setelah selesai menjelaskan."Ngerti, Mas. Terima kasih," Natasya tersenyum manis.Aron mengecup kening istrinya sekilas sebelum kembali ke laptopnya. Suasana kembali hening, hanya
Mira menggeleng tidak percaya. "Tidak mungkin. Aku sudah di kampus ini sejak tahun pertama. Tidak pernah ada mahasiswa baru yang dapat tugas sebanyak itu."Alex menatap Mira dengan tatapan shock. "Serius? Jadi cuma aku yang dapat tugas ini?""Sepertinya begitu," Mira mengangguk.Natasya yang mendengar percakapan mereka hanya diam. Dia sudah menduga ini pasti ulah Aron. Suaminya pasti sengaja memberikan tugas banyak pada Alex agar pria itu tidak punya waktu untuk mendekatinya."Ini pasti ulah Pak Aron," gumam Natasya pelan, tapi cukup terdengar oleh Mira."Apa maksudmu?" tanya Mira sambil menatap sahabatnya.Natasya menggeleng cepat. "Tidak, bukan apa-apa."Tapi Mira yang sudah mengenal Natasya dengan baik, tahu ada sesuatu yang disembunyikan sahabatnya. Dia menyipitkan matanya curiga."Natasya, apa kamu tahu sesuatu?" desak Mira."Aku tidak tahu apa-apa," kilah Natasya sambil menghindari tatapan Mira.Mira menatap Natasya lebih lama, lalu tatapannya beralih ke Alex, lalu kembali ke Na
Aron duduk di kursi kebesarannya dengan seringai tipis terpasang di wajahnya. Di atas meja tergeletak setumpuk kertas yang sudah dia siapkan sejak tadi pagi. Kertas-kertas itu berisi tugas-tugas yang akan dia berikan pada Alex."Semoga ini cukup membuatnya sibuk," gumam Aron sambil memeriksa tugas-tugas tersebut sekali lagi.Ada tugas analisis kasus medis sebanyak 10 kasus, pembuatan makalah tentang anatomi sistem saraf sepanjang 30 halaman, menerjemahkan jurnal kedokteran dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia sebanyak 5 jurnal, dan masih banyak lagi. Semuanya dengan deadline yang sangat ketat, hanya dua minggu.Aron mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat untuk staff administrasi fakultas.[Tolong panggil mahasiswa bernama Alexander Evans ke ruangan saya. Sekarang.]Tidak sampai lima menit, pintu ruangannya diketuk."Masuk," ujar Aron dengan suara datar.Pintu terbuka dan Alex masuk dengan senyum ramah terpasang di wajahnya. "Good afternoon, Sir. Anda memanggil saya?""Ya, d
Pagi datang terlalu cepat. Alarm berbunyi keras di pukul 5 pagi. Aron membuka matanya perlahan, meraih ponsel dan mematikan alarm. Dia menoleh ke samping, melihat Natasya yang masih tertidur pulas.Seperti biasa dia menyiapkan sarapan dan juga bekal untuk Natasya dan juga dirinya. Lama berkutat di dapur akhirnya pekerjaannya selesai juga. "Sayang, bangun," Aron mengguncang bahu istrinya pelan.Tidak ada reaksi."Natasya, sudah pagi. Kita harus ke kampus," Aron mencoba lagi.Natasya menggeliat sedikit tapi matanya tetap tertutup. "Aku capek," gumamnya dengan suara serak.Aron tersenyum geli. Dia tahu istrinya pasti sangat lelah setelah marathon semalam. Tapi mereka tidak bisa terlambat ke kampus."Ayo bangun. Aku sudah siapkan sarapan," bujuk Aron."Lima menit lagi," gumam Natasya tanpa membuka mata.Aron menghela napas. Dia membuka tirai agar cahaya matahari membantunya membangunkan Natasya. "Maaf ya sayang," bisik Aron sebelum menarik selimut yang menutupi tubuh telanjang istrinya
Malam itu, setelah menghabiskan waktu berjam-jam belajar bersama, Aron dan Natasya akhirnya berbaring di ranjang. Lampu kamar sudah diredupkan, hanya menyisakan cahaya lembut dari lampu tidur di meja samping.Natasya berbaring menghadap Aron, kepalanya bertumpu pada lengan suaminya yang dijadikan bantal. Sementara Aron berbaring miring, menatap wajah istrinya dengan lembut."Mas," panggil Natasya pelan."Iya sayang?" Aron mengusap rambut istrinya dengan tangan yang bebas."Aku mau tanya sesuatu," ujar Natasya sambil menatap mata suaminya."Tanya apa?" Aron tersenyum.Natasya terdiam sejenak, seperti sedang menyusun kata-kata. "Menurutmu, apa yang membuat hubungan rumah tangga langgeng?"Aron sedikit terkejut dengan pertanyaan istrinya. Dia tidak menyangka Natasya akan bertanya hal seperti itu di malam hari."Kenapa tiba-tiba tanya begitu?" Aron balik bertanya."Aku cuma penasaran. Aku ingin rumah tangga kita langgeng sampai tua nanti. Jadi aku ingin tahu rahasianya," jelas Natasya den







