Bagai disambar petir, hati Rania hancur, tulang belulangnya seakan lemas untuk menopang tubuh mendengar ucapan dari mulut Harris, Rania mengangkat wajah memandang suaminya dengan mata berkaca-kaca.
“Maksud Abang apa?”
“Abang harus menikahi Safina.”
“Harus? lalu Nia?”
“Nia tetap akan jadi istri abang.”
“Selfish! Abang selfish!” Rania sudah tidak mampu menahan lagi deras airmata yang mengalir.
Harris mengacak rambutnya frustasi. Dia kembali meraih tangan istrinya yang tadi sudah terlepas dari genggaman.
“Tolong mengerti Abang.”
“Abang yang harusnya mengerti perasaan Nia, maaf, Nia tidak sanggup kalau harus berbagi suami. Nia tidak mau hidup bermadu.” Rania menarik tangannya, tidak mau disentuh oleh Harris, hatinya sakit. Perlakuan manis Harris tadi malam rupanya hanya drama saja, dia menyangka masalah Harris dengan Safina sudah selesai dan mereka tidak jadi menikah, dipikirnya tadi malam adalah
Semua mata tertuju pada sumber suara, tampak Rania sedang berdiri di sebelah ibu mertuanya yaitu Datin Maria. Harris yang merasa tidak percaya langsung menghampiri istrinya. “Are you serious, Sayang?” tangan istrinya diraih dan dibawa duduk di sofa, di sana sudah ada keluarga yang lain. Rania tidak menjawab pertanyaan Harris tidak juga mau melihat wajah sumringah suaminya. “Terima kasih sudah memudahkan semuanya Sayang.” tangan Rania diciumnya lama. Datin Maria tersenyum sinis, dia merasa sudah menang, akhirnya permintaan dan permohonannya pada Rania waktu di bilik Harris tadi ditunaikan oleh menantunya itu. FLASHBACK Rania segera keluar dari dalam kamar mandi setelah mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar, pintu kamar dibuka, tampak Datin Maria sedang berdiri sambil tersenyum padanya. “Mama.” “Boleh Mama masuk?” “Eh, tentu boleh, sila masuk Ma, ada
Rania mengangkat wajah, air matanya jatuh. 3 hari lagi. Ya, tiga hari lagi suaminya akan menjadi milik orang lain. Tidak lagi mutlak miliknya. Rania mengusap air matanya, Harris menggenggam erat tangan sang istri. “Tolong jangan sedih, Abang janji akan menjaga hak Nia, demi Abang dan keluarga ini, tolong ikhlas Sayang.” Rania mengangguk lemah, dia teringat permintaan ibu mertuanya saat di kamar tadi. Dia harus kuatkan diri, banyak yang bergantung harap padanya, bahkan suaminnya sedang memohon pertolongannya sekarang. “Nia akan coba.” bisiknya pelan. “Kalau semua sudah deal, biar Papa akan menghubungi pihak keluarga Tan Sri Ja'afar.” ujar dato' Jamal. “Betul itu, call saja atau kita datang ke kediaman mereka Abang?” tanya Datin Maria pada suaminya. “Bersiaplah Ma, kita akan pergi ke rumah Tan Sri.” “Baik Pa.” Datin Maria bergegas menuju kamarnya. H
Sepanjang perjalanan menuju KLCC, Rania lebih banyak diam, dia lebih suka menikmati suasana malam hari di bandar Kuala Lumpur, diiringi suara radio yang sengaja dikeraskan volumenya oleh Suhana, lampu gemerlap sepanjang jalan seolah mengajak Rania untuk kembali tersenyum dan melupakan masalah yang memenuhi kepalanya. Suhana yang paham akan masalah wanita di sebelahnya hanya diam, suara DJ dari radio Era FM menghibur mereka dengan candaan-candaan yang lucu. Tiba-tiba suara DJ berganti dengan lagu yang familiar di telinga Rania, lagu dari artis terkenal bernama Rossa HATI YANG KAU SAKITI lirik lagu by Rossa Jangan pernah katakan bahwa Cintamu hanyalah untukku Karena kini kau telah membaginya Maafkan jika memang kini Harus ku tinggalkan dirimu Karena hatiku slalu kau lukai Tak ada lagi yang bisa ku lakukan tanpamu Ku hanya bisa
Harris kaget dan segera melepas tangan Safina setelah ia melihat istrinya sekarang sedang berdiri di depannya. Sementara Safina yang merasa terganggu menghentakkan kakinya ke rumput-rumput taman yang cantik dan tebal. Ia merasa kesal. “Nia sudah balik? Sudah lama sampai rumah?” Harris mendekati Rania, tangan istrinya diraih tapi segera ditepis, Rania masih marah padanya.“Safina, i sudah sampai rumah ada baiknya you balik dulu, sudah malam tak elok di luar sampai larut.”“Oke, i balik. Bye Is, bye Nia.” Safina masuk ke dalam mobil dan pulang dengan sopirnya. Harris menatap wajah Rania yang datar tanpa ekspresi.“Jom(ayo) masuk, Nia pasti letih kan?” Rania tidak menyahut. Barang belanjaan yang tadi diletakkan di meja taman diambil dan dia melangkah mendahului suaminya. Kebisuan mengiringi langkah keduanya, sakit hati yang Rania rasa seolah bom atom yang akan meledak sewaktu-waktu. Dia seperti dikuasai emosi yang meluap-luap,
Setelah acara akad nikah selesai dan berjalan dengan lancar, keluarga kedua belah pihak makan bersama menikmati hidangan yang disediakan oleh keluarga Tan Sri Ja'afar, banyak para kerabat yang memberi ucapan selamat pada kedua mempelai. “Hana, kita pulang dulu bisa nggak sih?” Rania berbisik pada Suhana ketika mereka berdua kembali ke tempat duduk setelah memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai.“Yakin mau balik dulu? Sudah cakap dengan suami kamu?”“Dia nggak akan marah, sekarang prioritasnya bukan sama aku tapi sama istri barunya. Ayo!”Rania melihat Harris masih sibuk dengan tetamu yang lain. Safina begitu erat memeluk lengan suaminya. Ada rasa sakit melihat kemesraan mereka berdua.“Aku cakap dengan Papa dulu.” Suhana meninggalkan Rania sendiri, dia menghampiri keluarganya yang sedang makan di meja tetamu VIP.Sementara Rania keluar menuju ke arah samping rumah besar itu.‘Untuk apa aku di sini, bertahan
Rania bangun dari tempat tidur, membiarkan netra suaminya terus menatap padanya, dia berjalan menuju lemari pakaian dan mengeluarkan sebuah kotak hadiah, tadi saat datang ke acara akad nikah suaminya dia lupa membawa hadiah yang dibelinya untuk kado sang suami. Dalam luka hatinya dia tetap ingin memberikan hadiah buat suaminya. Memberikan kebahagiaan padanya. ‘Kau ini wanita terbodoh di dunia Nia, bodoh!’ Rania memejamkan matanya, membuang kekesalan hatinya, sebutir airmata jatuh mengalir di pipi dan terus jatuh pada kotak hadiah yang dibungkus kertas berwarna emas mengkilat. Jemarinya mengusap bekas airmata di kedua pipinya, dia membalikkan badan dan membawa kadonya pada Harris. Suaminya itu menatapnya tanpa berkedip sambil berbaring dan tangannya dilipat di bawah kepala. “Ini buat Abang dan Safina.” kado diulurkan pada Harris. “Apa ini sayang?” “Something special for both of you from me (sesuatu yang istimewa bu
Alex Rayyan menghubungi Alexa pagi ini, adiknya yang berada di Semarang sekarang pasti sudah bersiap untuk pergi kerja. “Assalamualaikum, Dek.” setelah panggilan tersambung Alex Rayyan segera mengucapkan salam. (Waalaikumussalam, Kak Ray. Tumben telpon jam segini? Tidak sibuk kerja?) Terdengar suara Alexa di seberang sana. “Baru saja sampai ruangan, btw apa kabar semua? Mama sehat? Papa? Haikal? Juga Bara? Sudah pintar apa dia?” (Ish, semua ditanyain kecuali adiknya) nada ngambek dari adiknya membuat Alex Rayyan tersenyum. “Lha, bisa jawab telepon, artinya sehat, kan?” Alex Rayyan tetap mau usil dengan adiknya. (Semua sehat, Kak. Alhamdulillah, Bara sudah bisa berjalan, sekarang lagi temani papanya joging di taman belakang. Kak Ray sendiri, pa kabar? Kapan dong ngenalin calonnya) Itu lagi, yang ditanyakan pasti soal calon istri lagi. “Dek, Kakak perna
Suara azan Subuh membangunkan Rania dari tidur lelapnya, Harris memeluknya posesif. Aktifitas malam mereka mengantar keduanya pada istirahat yang cukup dan membawa rasa segar saat membuka mata.“Abang, bangun! Sudah subuh.” Rania menepuk pelan pipi suaminya.“Hmmmm.” pelukan Harris makin erat di pinggang Istrinya. Matanya masih terpejam rapat.“Abang! Sudah pagi, sebaiknya Abang kembali ke kamar Safina.” menyebut nama madunya di awal pagi, membuat Rania hilang mood. Ia keluar dari dekapan Harris. Malas untuk bermanja-manja lagi. Cukuplah tadi malam ia kalah dalam rayuan manisnya.“Sayang, masih pagi ini, kan?” Harris mencoba menahan tubuh Rania tapi istrinya mengelak.“Karena masih pagi, harusnya Abang segera masuk ke kamar Safina. Nia tidak ingin ada keributan di rumah ini.” Rania mengambil bathrobe-nya yang tergantung di samping lemari baju. Harris menatap tubuh