Damian tercenung menatap sprei yang memerah akibat noda darah di sampingnya. Bisa dipastikan, itu darah yang ditinggalkan oleh perempuan yang melewatkan malam panas bersamanya semalam.
Ia bahkan kehilangan akal dan tak sanggup lagi berkata-kata. Bagaimana bisa seorang Damian Laith membuat sebuah kesalahan fatal.Ia mengacak-acak rambutnya yang sama sekali tidak gatal. Wajahnya terlihat gusar.Seharusnya ia tak perlu peduli dengan fakta yang baru diketahui pagi ini. Toh, perempuan itu meninggalkan uang dan menganggapnya sebagai pria bayaran.Namun, tak bisa. Damian tak bisa mengabaikan hal itu begitu saja. Kemunculan vAlishabel tak terduga dalam rencananya, bisa membuat pria itu berhadapan dengan situasi yang lebih pelik di masa depan.Ia harus menyelesaikan masalah ini sampai tuntas dengan segera.Pria itu masih memikirkan cara, apa yang akan ia lakukan ke depan sebelum masalah yang terjadi semakin membesar.Dengan wajah gusar dan pikiran keruh, ia mondar-mandir dalam kamar hotel. Apa yang ia lakukan akhir-akhir ini banyak sekali yang melenceng dari rencananya.Bahkan sebelumnya, ia tak berhasil menjalankan misinya dan berakhir dengan kegagalan. Itu pula yang kemudian membawanya ke bar semalam dan melakukan kesalahan fatal untuk kedua kali dalam semalam.Senyum sinis membingkai wajah pria pertengahan tiga puluhan tahun itu. Ia mulai terlihat bimbang dengan pikirannya sendiri."Memang kenapa kalau dia masih perawan?" ucapnya seorang diri."Dia bahkan menganggapku sebagai pria bayaran!" imbuh Damian dengan nada geram.Harga diri pria itu terkoyak saat menyadari bagaimana perempuan yang tidur dengannya tadi malam memandang rendah dirinya. Di saat semua wanita ingin tidur dengannya dan menggunakan segala cara, perempuan tak dikenal semalam justru menganggap dirinya sebagai pria bayaran.Perempuan itu bahkan meninggalkannya begitu saja sebelum ia bangun keesokan harinya. Yang lebih membuatnya kesal, ia bahkan meninggalkan setumpuk uang yang tidak seberapa bagi Damian.Mau dipikir bagaimanapun, tetap saja harga diri pria itu terluka akibat ulah perempuan yang ia temui di bar semalam.Lantas kembali merutuki dirinya sendiri, saat mengingat bahwa dirinya melakukan pelepasan di dalam tubuh si perempuan. Damian hanya berharap perempuan itu tidak terlalu bodoh dan tahu cara mencegah kehamilan setelah peristiwa semalam.Meski ia dikenal sebagai manusia berhati dingin, tetap saja Damian tak bisa mengusir bayangan perempuan yang tidur bersamanya tadi malam. Apalagi setelah mengetahui kebenarannya bahwa si perempuan masih perawan.Dan, bisa jadi ia juga menitipkan benihnya pada si perempuan. Kalau saja hal itu sampai benar terjadi, Damian tentu tak akan sampai hati untuk melenyapkan janin itu begitu saja.Itulah yang membuat dirinya semakin merasa gila sekarang."Brengsek!" umpat Damian semakin geram.Pria itu menyambar ponselnya dan menghubungi nomor seseorang. Namun, tak juga ada jawaban dari seberang."Sial, ke mana perginya berandal itu saat diperlukan?" umpat Damian menahan geram.Pria itu kembali mengacak-acak rambutnya yang sudah tak berbentuk.Ia semakin gusar. Pikirannya yang tengah kacau, justru mengulang kembali peristiwa tadi malam.Adegan yang sebelumnya terlupakan, kini kembali melambai kumal seakan mengejeknya yang tengah tak berdaya.Bagaimana ia semalam datang ke sebuah bar langganannya dan meminta seorang bartender memberinya vodka.Tak ada yang menarik perhatian pria itu ketika ia tiba di sana. Seperti biasa, dunia malam hanyalah tempat singgah untuk melepaskan penatnya.Namun, tepat setelah Damian menyebutkan pesanannya, seorang perempuan menghampirinya dengan cara yang tak pernah ia duga.Perempuan itu sudah setengah mabuk. Seperti biasa, ia selalu memiliki cara untuk mengabaikannya. Begitu juga dengan malam itu.Pria itu pun sedang tidak berenergi meladeni berbagai cara rayuan si perempuan. Baginya hidup dengan dikelilingi oleh perempuan cantik, sudah menjadi hal yang biasa.Juga bukan sesuatu yang sulit untuk mengusir para wanita yang berusaha menggodanya.Damian cukup teguh untuk tidak terpengaruh dengan segala tipu daya mereka. Begitu juga malam tadi - seharusnya.Namun, bisikan si perempuan membuat Damian hilang kendali. Bahkan ketika otaknya dengan cepat memberikan respon ketika perempuan itu menganggapnya sebagai pria bayaran.Damian justru bergeming. Tanpa sadar ia mulai terbuai oleh godaan sang perempuan.Jarak mereka cukup dekat hingga Damian bisa menghirup aroma si perempuan yang lembut menenangkan sekaligus memabukkan.Aroma yang membuat Damian kehilangan kewarasannya kemudian. Damian kehilangan kendali atas diri.Terlebih ketika si perempuan mendekatkan tubuhnya ke arah Damian hingga membuat bagian dadanya yang setengah terbuka menyentuh lengannya.Pertahanan diri Damian hancur begitu saja. Ia tak sanggup berkutik lagi. Sesuatu di bawah sana mulai bereaksi dan menuntut haknya untuk disalurkan.Dan, berakhirlah adegan itu dengan tamparan keras bagi Damian, bahwa perempuan yang melewati malam dengannya adalah seorang perawan.Damian mengacak-acak rambutnya dengan kesal. Harga diri pria itu terluka sekaligus. Tak ada yang lebih menyebalkan ketimbang meniduri seorang perawan dan dianggap sebagai pria bayaran sekaligus.Melalui ponselnya, ia kembali menghubungi seseorang."Cari tahu siapa perempuan yang tidur denganku semalam!" perintahnya dengan tegas sebelum meninggalkan kamar hotel.Dua minggu berlalu setelah aksi kabur Alisha ke Paris seorang diri. Namun, aksi nekat perempuan itu tak berhenti sampai di sana. Atas rekomendasi salah seorang seniornya ketika masih di kampus, ia berpindah tempat kerja ke ibukota. Meninggalkan posisinya sebagai Art Director di perusahaan sebelumnya dan memilih memulai kariernya dari awal. Alisha hanya sudah muak harus tetap tinggal di kota keliharannya. Karena hal itu membuatnya bertemu dengan Alfian dan Amanda yang sudah mengkhiantinya. Tak masalah jika mereka menganggapnya pecundang. Alisha hanya tak mau membebani perasaannya hanya dengan memikirkan sakit hati itu secara terus menerus. Lebih baik, ia memilih pergi dan membiarkan mereka berbahagia. Alisha sama sekali tak peduli. Meski pada faktanya, rasa sakit itu tak juga mau pergi. Tangan Alisha kembali mengepal. Nyeri kembali menekan ulu hatinya hingga membuatnya tak sanggup bernapas dengan benar. "Sial!" umpatnya menahan geram. Alisha berusaha menekan perasaan yang mengga
Alisha tak bisa lupa, bagaimana malam panas yang ia lewati bersama seorang pria asing jauh di Kota Paris lebih dari dua minggu yang lalu. Setiap inchi tubuhnya bahkan menolak lupa, bagaimana cara pria itu menyentuh dan memperlakukan dirinya. Meski pertemuan mereka akibat pengaruh alkohol dan di bawah temaram lampu bar, Alisha tak mungkin lupa wajah pria yang sudah menikmati kesuciannya itu. Ia sempat menelisik wajah pria itu sebelum pergi. Namun, yang tak Alisha pahami, mengapa pria itu berada di sini? Bukankah pria yang ia temui melalui aplikasi kencan itu mengaku bahwa dia seorang pengangguran dan mencari uang dengan cara menghibur para wanita yang kesepian? Seperti halnya Alisha pada malam itu. Lantas, bagaimana bisa ia tiba-tiba menjadi Creative Director baru di kantor tempat Alisha bekerja? Apa ini memang sebuah kebetulan? ‘Sial!’ umpat Alisha dalam hati. Ia tak bisa diam saja dalam situasi seperti saat ini. Alisha tak pernah tahu, apakah pria itu mengingatnya atau tidak se
Bibir perempuan itu tak berhenti mengeluh. Ia masih saja syok dengan perintah sang atasan yang diberikan kepadanya. “Gila, aku pasti sudah gila!” keluh Alisha berulang kali. “Bisa-bisanya orang yang kukencani, sekarang justru menjadi atasanku! Apa aku keluar saja, mumpung ini masih terlalu awal? “Dia pasti tak akan mengenaliku kan? Cih, siapa yang mengira kalau dia ternyata pria yang kejam!” gumam perempuan itu seorang diri. Beruntung tak ada orang lain di sekitarnya yang bisa mendengar gumaman Alisha. Kalau saja ada orang lain di sekitarnya, pasti apa yang ia ucapkan akan menjadi rumor dalam sekejap. “Ck, lagian bisa-bisanya dia meminta anak baru yang belum tahu kondisi kantor untuk meminta berkas?” Sudut bibir Alisha tersenyum miring. “Huh, lagipula pertemuan kalian hanyalah sebatas urusan ranjang! Memang kau tahu seperti apa pria itu hanya dengan sekali tidur dengannya?” benak Alisha penuh dengan umpatan yang ditujukan kepada sang atasan. “Aku pasti akan membuat perhitungan
Perempuan itu tergagap. Degup jantungnya begitu keras mendapati pertanyaan yang tak terprediksi. Alisha sama sekali tak menduga pertanyaan dari sang atasan yang cukup mengejutkan.Kalau saja ia tak menutupi penampilannya dengan kacamata dan mengikat rambutnya di sela perkenalan Damian, mungkin dengan mudah pria itu akan mengenalinya. Meski begitu, tetap saja ia susah payah menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang mendadak kering ketika mendengar pertanyaan Damian. Beruntung hal itu tak berlangsung lama. Alisha dengan cepat dapat mengendalikan ekspresi wajahnya. "Tidak, Pak. Kita belum pernah bertemu sebelumnya!" jawab Alisha dengan tegas. Meski sebenarnya, degup jantung di balik tulang rusuk perempuan itu tak juga bisa dikendalikan. Sepasang alis Damian yang hampir saling menyentuh ujungnya, tampak berkerut mendengar jawaban perempuan itu. Sorot mata pria itu menatap tajam sang perempuan yang kini terlihat semakin gelisah. "Kalau gitu, kenapa kau berani mengkritikku?"
Rahang Damian seketika mengeras begitu mendengar penuturan lugas sang karyawan baru. Tangannya mengepal. Kalau saja Alisha bukan perempuan, ia pasti telah memberikan peringatan kejam. Sebuah cengkeraman di kerah bajunya, sepertinya cukup untuk memberinya pelajaran. Lagipula bisa-bisanya perempuan itu mengucapkan sebuah kata dengan begitu ringan. Sementara ketika berada di dalam ruangan Damian, ia sangat gemetar ketakutan. Apa perempuan itu beranggapan bahwa sang atasan tak akan berani macam-macam ketika di hadapan banyak orang? Seringai dingin membingkai wajah Damian. Ia mendekati si perempuan yang kini menutup mulut dengan kedua tangan. "Kau menyebutku manusia salju?" tanya Damian dengan nada dingin dan menjadikan ruangan makin mencekam. "Ti-tidak, Pak. Bu-bukan begitu maksud sa-saya." Alisha tergagap. Ia kesulitan mengatur napas ataupun tempo bicaranya akibat terlalu gemetar. "Lalu?""Sa-saya ...." Alisha tergagap. Ia tak sanggup lagi mengucapkan sepatah kata pun dan hanya m
Arlan membalas senyum Damian tak kalah sinis. "Kalau itu yang Anda inginkan, Pak. Saya tidak masalah," ucap Arlan begitu santai.Tantangan Damian, disambut begitu saja oleh lelaki itu. Tanpa diketahui Arlan, bahwa Damian dikenal sebagai pria berhati dingin. Dalam benaknya, beragam skenario untuk mempersulit langkah Arlan, sudah mulai dipikirkan. Damian bahkan tak melewatkan bagian sekecil apa pun. Ia tak akan segan menghukum siapa pun yang berusaha menghalangi jalannya. Termasuk memberikan pelajaran kepada Alisha yang telah menerobos garis batas tak kasatmata yang selama ini digariskan Damian. Apalagi Arlan yang notabene seorang lelaki dan jelas-jelas ikut campur dalam urusan mereka. Damian paling tidak suka, kesenangannya diusik. Lantas, bisa-bisanya Arlan bersikap seolah menjadi pahlawan di saat yang sama sekali tak tepat. Maka, ia pun akan melihat, seberas apa kemampuan yang dimiliki oleh lelaki itu. Untuk melindungi apa yang dimiliki. Dimiliki? Damian tersenyum sinis saat k
Langkah Damian berhenti di balik pintu. Ia baru saja menerima panggilan yang membutuhkan privasi khusus ketika kembali ke ruangannya. Seseorang yang baru saja meneleponnya memberikan informasi penting yang ia cari selama dua minggu terakhir. Seharusnya ia merasa lega begitu kembali ke ruang kerjanya. Namun, perasaan Damian memburuk seketika. Saat itu indra pendengarannya menangkap suara bising dari balik pintu ruangannya berada. Senyum sinis seketika membingkai wajah sang pria. Di mana pun, semua anak buah sama saja. Mereka pasti akan membicarakan atasannya di belakang. Begitu juga para staf creative departement yang resmi dikepalai Damian mulai hari ini. Padahal, ia sudah rela meninggalkan kota tempat dirinya tinggal sekarang.Hanya demi membantu sang teman yang merupakan pimpinan perusahaan untuk memajukan perusahaan periklanan tersebut. Namun, anak buah yang harusnya bisa diajak bekerja sama, memiliki mental pengecut. Bagaimana bisa perusahaan ini mencapai target bahkan melamp
Lirikan sesama karyawan begitu mendengar ucapan sang direktur utama, membuat Damian sigap membawa pria berkacamata itu ke dalam ruangannya. Sebelum semua orang semakin gempar akibat pengakuan sang pria yang terkadang suka lepas kontrol itu. Memang itulah susahnya memiliki partner besar mulut yang suka membicarakan hal-hal tak terduga seperti Devano. "Lanjutkan pekerjaan kalian!" ucap Damian sambil mendorong punggung sang direktur utama. "Alisha, tolong bawakan minuman untuk kami," imbuhnya lagi tanpa menunggu tanggapan dari perempuan yang menatapnya dengan raut tidak percaya. Damian tak hendak peduli. Ia harus menyelamatkan diri sebelum si pria berkacamata itu semakin bicara omong kosong di hadapan para staf. "Apa aku membuat kesalahan?" ucapnya begitu Damian menutup pintu di belakang punggungnya. Pria itu membuang napas geram. Tangannya sudah mulai mengepal dan bersiap melayangkan pukulan ke wajah Devano. Sang direktur utama yang menyeretnya ke tempat ini. Kalau bukan hubunga