Share

Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin
Jerat Cinta Sang CEO Berdarah Dingin
Penulis: Yoru Akira

Malam Panas

"Akh!"

Desahan samar dari mulut Alisha Seraphina membuat lawannya semakin hilang akal. Ciuman mereka semakin dalam tanpa sedikit pun niat untuk saling melepaskan.

Keduanya bertemu di bar beberapa saat lalu, sebelum Alisha melemparkan dirinya untuk dimangsa pria itu. Di bawah pengaruh alkohol yang mereka teguk, di sinilah mereka berakhir sekarang sambil bertukar kenikmatan.

"Tu-tunggu!”

Dengan kasar, pria bertubuh jangkung dan kekar itu mendorong pintu hotel dan melanjutkan ciumannya yang sempat terlepas sesaat.

Alisha kehabisan napas dan tak sanggup mengimbangi lumatan pria asing yang dijumpainya di bar beberapa waktu lalu. Berkat itu pula, ia mendapatkan kembali sedikit kesadarannya.

Tangannya yang mungil, mendorong tubuh si pria asing yang tetap bergeming. Justru pria itu semakin menuntut ketika Alisha mendorong dadanya.

"Tu-tuan ...."

Ucapan Alisha tak tuntas, sebab pria asing itu tak memberinya kesempatan untuk bicara.

"Bukankah ini yang kau inginkan, Nona?" Suara bariton si pria asing menambah kesan maskulin hingga membuat Alisha kembali terbuai.

Sentuhan lembut di bibir perempuan itu membuatnya melayang. Alisha tak sanggup mengendalikan dirinya yang kini jatuh dalam pesona si pria asing.

Samar-samar Alisha masih bisa menghidu aroma lavender yang membuatnya semakin hilang akal. Aroma yang lembut dan menenangkan membuat perempuan itu semakin terlarut dalam pergulatan panjang.

Dengan rakus ia membalas ciuman hangat dan basah milik pria yang ia temui di bar beberapa waktu lalu melalui aplikasi dating.

Bahkan mereka tak saling melepaskan diri sejak berada dalam taksi yang membawa keduanya ke hotel. Ciuman mereka sangat panas dan dalam, hingga tak ada satu pun di antara mereka yang ingin mengakhiri.

Ketika sampai di kamar hotel pun, mereka saling melucuti pakaian masih dengan saling berciuman. Sekarang Alisha bahkan dapat melihat bagaimana liatnya tubuh pria asing yang tengah bergelut dengannya.

Otot perut yang menonjol membuat Alisha semakin belingsatan.

‘Ini seperti mahakarya,’ bisik Alisha dalam benaknya. Tak sanggup lagi mengendalikan gejolak dalam dirinya.

Brukk!!

Pria itu mendorong tubuh Alisha hingga terjatuh di tempat tidur. Dengan cepat ia meloloskan pakaian terakhir yang masih melekat di tubuhnya, sebelum menindih tubuh polos Alisha tanpa sehelai benang pun yang sudah tak berdaya di bawah kungkungannya.

Ucapan pria yang terdengar lembut dan seksi di telinga Alisha, membangkitkan sesuatu yang telah bergejolak di dalam sana sejak tadi. Ia memejamkan mata dan merasakan setiap gerakan yang dilakukan oleh pria itu.

“Akh!”

Jeritan tertahan Alisha membuat pria asing itu semakin tertantang untuk mengusai tubuh perempuan yang tak berdaya di bawahnya.

Ia bahkan tak peduli ketika lawan mainnya tampak meringis menahan nyeri yang luar biasa.

Saat itulah, Alisha mendapatkan kembali setengah kesadarannya yang semula hilang di bawah pengaruh alkohol.

Seketika ia merasa menyesal. Namun, saat menatap lawan mainnya yang balas menatap Alisha sambil terus menggerakkan tubuhnya, membuat perempuan itu kehilangan akal sehatnya.

Ini terlalu nikmat bagi Alisha meski ia melakukannya tanpa dasar cinta.

Mereka baru benar-benar berhenti setelah si pria mengerang panjang dan melepaskan pencapaiannya di dalam tubuh Alisha.

Sinar matahari yang menerobos masuk melalui celah kecil jendela yang tertutup kelambu membangunkan Alisha dari mimpi panjang yang sama sekali tidak ia ingat.

Hanya saja, ia merasakan tubuhnya sangat remuk dan ada sesuatu di bawah sana yang membuatnya meringis kesakitan.

"Aduh." Ia mengaduh pelan ketika dirinya menggeliat dan merasakan sesuatu di bawah sana semakin terasa nyeri.

"Apa yang terjadi denganku?" bisiknya dengan suara serak.

Kerongkongan perempuan itu masih terasa panas akibat menegak minuman keras. Meski begitu, ingatannya belum sepenuhnya kembali.

Samar-samar, Alisha ingat bahwa lelaki yang ia cintai berselingkuh dengan sahabatnya. Lantas ia nekat kabur ke Paris seorang diri. Ia bahkan mengunduh aplikasi dating dan menyewa seorang pria panggilan untuk menemaninya tidur semalam.

Sepasang mata Alisha mengerjap cepat, sebelum menyadari keberadaan sosok pria yang tidur tengkurap di sampingnya. Mengambil paksa kesadaran perempuan itu untuk segera menyadari apa yang telah terjadi.

"Astaga!"

Hampir saja ia menjerit kalau saja tidak mengingat adegan panas yang mereka lewati semalam akibat kebodohannya.

Potongan adegan semalam seakan mengejek Alisha dalam benaknya.

Wajah Alisha seketika terasa panas. Apalagi saat mengingat kehebatan teman kencannya. Tak bisa dimungkiri, pengalaman yang diberikan pria yang tengah tidur di sampingnya itu sangat hebat dan membuatnya mencapai puncak berulang-ulang.

"Shit! Harusnya kamu menyesal, bukannya malah memuji kehebatan pria itu!" bisik Alisha dengan suara rendah.

Perlahan, ia berniat turun dari tempat tidur. Namun, Alisha lupa jika semalam ia menegak alkohol terlalu banyak hingga membuatnya mabuk dan berimbas pada dirinya pagi ini.

Kepala Alisha mendadak pusing. Sesuatu dari dalam perutnya mendorong perempuan itu bangun dari tempat tidur dengan cepat dan berlari ke kamar mandi.

Tanpa bisa dicegah, Alisha mengeluarkan seluruh isi dalam perutnya dan membuatnya tergeletak lemas sesaat kemudian.

Namun, demi menghindari si pria dalam keadaan sadar dan tidak terpengaruh alkohol, ia bergegas membersihkan diri di kamar mandi.

Dengan cepat ia mengenakan kembali pakaiannya yang berserakan di lantai kamar hotel yang tak lagi berbentuk. Selimut serta bantal berserakan di bawah lantai kamar hotel.

"Maaf, tapi aku harus pergi seekarang, Tuan!" bisik Alisha sambil menatap punggung pria yang tidur dengannya semalam.

Tatto di punggung pria itu, sempat menarik atensi Alisha. Namun, tak ada waktu untuk mengagumi pria itu.

Setelah mengambil uang tunai dari dalam tas dan meninggalkan pesan singkat di atas nakas, ia segera bergegas pergi dari kamar hotel sebelum teman tidurnya menyadari keberadaan perempuan itu.

Tak lama setelah Alisha meninggalkan kamar hotel, pria itu menggeliatkan tubuhnya. Ponselnya berdering dan terpaksa membuatnya menjawab panggilan telepon itu dengan suara serak.

“Ya?”

“Tidurmu nyenyak, Tuan? Di mana Anda sekarang?”

“Hotel.” Jawaban singkat terucap begitu saja dari mulut si pria.

“Tuan Besar sudah menunggu Anda, Tuan Damian. Sebaiknya Anda segera menemuinya.” Suara di seberang telepon membuat pria itu mendengus kesal.

Ia memutuskan panggilan telepon begitu saja tanpa menanggapi ucapan si penelepon. Kepalanya masih sedikit pusing dari sisa alkohol yang ia minum semalam.

"Ah, ya. Aku bahkan tidur dengan seorang wanita," bisik Damian saat mengingat adegan panas yang ia lalui bersama seorang wanita tak dikenal semalam.

Lantas menoleh ke sisi tempat tidur yang kini tak lagi berpenghuni. Sepasang matanya membuka dengan sempurna ketika menyadari tak ada sosok wanita yang semalam menghangatkan ranjangnya.

Seketika, ia bangun dari tempat tidur dan mencari keberadaan si wanita. Mulai dari kamar mandi hingga balkon kamar hotel yang ia pesan semalam.

Nihil. Wanita itu tak ada di mana pun.

"Sial! Beraninya dia pergi sebelum aku bangun!"

Hal ini tak pernah terjadi sebelumnya dalam hidup Damian. Setidaknya pasti pria itulah yang lebih dulu meninggalkan teman kencannya sebelum si wanita bangun.

Namun, kali ini Damian ditinggalkan begitu saja oleh seorang wanita yang bahkan masih terlihat sangat muda.

Mendapati fakta bahwa si perempuan pergi begitu saja, membuatnya terusik. Terlebih ketika pandangannya tertuju pada noda merah di atas tempat tidur. Senyum puas membingkai wajah Damian.

Pantas, ia merasakan sesuatu yang begitu luar biasa semalam.

“Ternyata dia masih perawan?” gumamnya mempertahankan senyum di wajahnya.

Namun, senyum itu pudar begitu saja saat ia melihat setumpuk uang tunai dan secarik kertas di atas nakas.

'Ambil bayaranmu. Anda sudah memberikan yang terbaik. Terima kasih.'

"Jadi, dia menganggapku pria bayaran?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status