"Tentu saja tidak!" seru Alisha menjawab pertanyaan sang atasan. Meski tak bisa menyembunyikan kegugupannya dengan sempurna, perempuan itu tetap berusaha tampak biasa saja. "Mana mungkin kita pernah bertemu? Bapak kan selama ini tinggal di Paris!" imbuhnya masih dengan suara lantang hanya demi menutupi kegugupannya. Sementara Damian menatapnya dengan sepasang alis berkerut. "Paris? Dari mana kamu tahu kalau selama ini aku tinggal di Paris?"Alisha cukup kaget dengan pertanyaan yang diajukan Damian. Namun, ia tak bisa menunjukkannya begitu saja di depan sang atasan. Ia berusaha keras mencari alasan agar Damian tak curiga. Sebab, tidak mungkin Alisha mengatakan bahwa ia bertemu dengan pria itu dan menghabiskan malam bersama sang atasan selama di Paris. "Ada rumor yang mengatakan kalau Bapak, tinggal di Paris selama ini." Kebohongan Alisha tidak sepenuhnya keliru. Ia memang mendengar rumor yang mengatakan bahwa Damian adalah seorang pria blesteran Prancis dan Indonesia. Namun, buk
Sepasang mata Alfian mengerjap cepat. Lelaki itu berusaha mencerna ucapan Alisha yang terdengar ambigu. Selama menjalin hubungan dengannya, Alisha bahkan hampir tak mau dia sentuh. Berciuman pun, jika lelaki itu tak memaksanya lebih dulu, Alisha tak akan mengizinkan Alfian menyentuhnya. Lantas bagaimana mungkin ungkapan yang terdengar ambigu itu, terucap dari mulut Alisha? Perempuan itu pasti bergurau. Namun, ekspresi serius Alisha membuat lelaki itu meragu seketika. "A-apa maksud kamu, Sha? Kamu ... jadi selama ini ... kamu juga mendua di belakangku?"Tawa Alisha lepas seketika. Ia tak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki yang pernah menjadi kekasihnya itu. "Benar-benar lucu. Kamu kira aku sama kayak kamu?!" ucap Alisha dengan nada mengejek. "Lebih baik kamu pergi sekarang, sebelum aku benar-benar memanggil Satpam!" imbuhnya dengan penuh penekanan. "Tunggu, tunggu! Kamu harus jelaskan dulu apa maksud ucapan kamu, Sha? "Jadi, kamu sudah pernah tidur dengan laki-laki dan ora
Punggung Alisha seketika menegak begitu Damian memanggil namanya. Pria itu baru saja sampai di pintu ruangan departemen kreatif, tapi sudah lebih dulu memanggil si perempuan. "Ke ruanganku sekarang!" imbuhnya masih dengan nada dingin sejak pertemuan mereka sebagai atasan dan bawahan. Pria itu bahkan tak sedikit pun menoleh ke arah Alisha ketika berjalan ke ruangannya. 'Benar-benar manusia salju! Bagaimana bisa dia bersikap begitu hangat malam itu, kalau aslinya kayak Snowman?' bisik perempuan itu dalam hati. Lagi-lagi Alisha terkenang malam panas yang telah dilewati bersama sang atasan. Dan, hal itu membuat pikirannya kembali kacau. 'Fokus, Alisha! Tujuanmu datang ke sini buat bekerja, bukan untuk terlibat hubungan romantis atau semacamnya!' seru Alisha sebelum bangkit dari tempat duduknya. "Ya, Pak." Ia menjawab singkat.Lalu, ia bergegas bangun dan mengikuti langkah kaki Damian menuju ruangan sang pria. "Kamu nggak papa? Kamu bisa tolak kalau orang mempersulit kamu, Sha," uca
Damian paling tidak suka kehidupannya terusik. Dan sejak tadi, ia terusik dengan keberadaan Arlan yang duduk di belakang kemudi. Bukan hanya kinerja lelaki itu yang dianggap buruk, tapi sikapnya pun dianggap berlebihan. Lelaki itu mengemudikan mobil dengan kecepatan rendah, akibat Alisha mengeluhkan kurang enak badan. Padahal perempuan itu sudah mengonfirmasi jika kondisi sudah lebih baik ketika berangkat dinas luar. Meski begitu, Arlan tetap memelankan laju mobilnya hanya demi membuat Alisha merasa nyaman. Tampak jelas jika lelaki itu sedang berusaha menarik simPATI si perempuan. "Cih, manusia bucin!" gumam pria itu pada dirinya sendiri ketika melihat perlakuan Arlan. Lelaki itu baru saja menyodorkan sebotol air mineral pada perempuan yang duduk di sampingnya.Padahal tangan Alisha lebih leluasa ketimbang Arlan yang tengah mengemudi. Justru lelaki itulah yang membuka tutup botol air mineral si perempuan. Sementara Arlan ataupun Alisha yang berada di bangku depan, pura-pura tak
Damian membanting pintu di belakangnya begitu sampai ruangan. Wajahnya memerah menahan geram. Kalau saja tak ingat tujuannya datang ke negara ini, Damian pasti lebih memilih hengkang. Jangankan datang untuk memenuhi permintaan Devano, pria itu tak akan sudi datang ke tempat ini. Terlebih terlibat dengan orang-orang bodoh yang membuatnya naik darah setiap saat. Baru beberapa saat lalu, salah seorang stafnya kembali membuat ulah. Iklan untuk media sosial yang seharusnya dikerjakan oleh tim dua, hancur berantakan ketika dipresentasikan di hadapan klien. Ketua tim dua salah memasukkan data yang seharusnya milik perusahaan lain. Akibatnya seluruh iklan harus revisi total dan mereka mendapatkan penilaian buruk dari klien. Padahal Damian baru saja menjalani tugas luar dan masih merasa lelah, tapi sudah dibebani masalah baru lagi. Tok ... tok ... Ketukan di pintu mengalihkan perhatian Damian. Meski begitu, rahang pria itu tak juga mengendur. Justru wajahnya semakin merah bersiap menumpa
Mulut Alisha gatal untuk tidak bertanya. Namun, sisi lain dalam dirinya menahan agar tak sembarangan buka suara. Ia tidak mudah percaya begitu saja pada orang baru. Sekalipun Erika sudah sedikit mengungkapkan tentang latar belakang perempuan itu. Bahwa ia seorang single mom yang memiliki anak satu tanpa terikat pernikahan. Alisha menganggap itu pengakuan yang cukup berani. Namun, tidak mudah bagi Alisha untuk mengungkapkan hubungannya dengan Damian. Toh memang tak ada hubungan apa pun di antara mereka. Ya, kecuali tentu saja malam panas yang pernah mereka lewati bersama kala itu. Dan, tak mungkin bagi Alisha mengungkapkan hal tersebut bukan? Kalau ia memang tak ingin Damian tahu siapa dirinya sebenarnya. Meski begitu tetap saja ia penasaran, dari mana Erika memiliki anggapan bahwa dirinya memiliki hubungan romansa dengan sang atasan? "Loh? Bukan ya?" tanya Erika ketika suasana di antara mereka menjadi canggung. Alisha tersenyum kikuk. Tak memiliki kata yang tepat untuk menjelas
"Tidak mungkin kita tidak pernah bertemu sebelumnya. Aku yakin sekarang, kita pasti pernah bertemu bukan?"Itulah pertanyaan pertama yang justru terucap dari bibir Damian ketika jaraknya begitu dekat dengan Alisha. Sesaat sebelum pria itu memberikan benda pipih yang memancarkan cahaya dari flash light. Damian memang tak melihat dengan jelas wajah si gadis yang telah direnggut keperawanannya lebih dari dua minggu yang lalu. Satu hal yang membuat keyakinan Damian menguat. Aroma orange blossom yang tercium dari tubuh Alisha. Pria itu yakin, aroma yang ia hidu dari tubuh Alisha adalah aroma yang sama dengan si gadis sialan itu. Gadis sialan yang telah menganggap Damian sebagai pria panggilan dan menghancurkan martabatnya. Sementara raut muka Alisha tak hanya terlihat pucat, tapi juga tegang mendapat pertanyaan dari sang atasan. Menjadikan Damian kian mencurigai perempuan itu. "Lihat dirimu, kamu seperti maling yang sudah ketahuan mencuri!" tandas si pria. "Saya benar-benar tidak mem
Semalaman Damian sudah memikirkan cara, bagaimana supaya membuat Alisha mengaku jika perempuan itu adalah perempuan yang sama yang telah melewatkan malam panas bersamanya. Intuisi Damian kian menguat setelah kejadian tadi malam. Mungkin hanya penampilan mereka saja yang berbeda, tapi Damian yakin pasti, hampir tidak ada manusia yang memiliki aroma sama persis. Bahkan satu merk parfum bisa menimbulkan aroma yang berbeda tergantung pemakainya. Ya, mirip atau menyerupai mungkin saja bisa terjadi, tapi jika sama persis, itu tak mungkin. Dan, Alisha memiliki aroma yang sama persis dengan perempuan yang malam itu ia renggut keperawanannya. Mana mungkin Damian bisa percaya begitu saja setelah melewati hal tersebut berulang kali. Berada dalam posisi di mana dirinya mencium aroma kuat yang berasal dari si perempuan. "Permisi, Pak. Boleh saya masuk?" ucap Alisha mengalihkan perhatian sang pria yang tengah fokus menatap layar komputer. Sekalipun pikirannya tengah bercabang. "Silakan!" Dami