Bima tampak memelototi Brian, seolah memberikan kode kalau tidak usah bertindak macam-macam denganya. Seorang ayah mana mungkin menindas anaknya sendiri.“Bima, apa yang kamu lakukan pada seorang anak kecil seperti Brian?!” bentak Dara lalu memeluk Brian.“Tante, aku takut,” ucap Brian.“Tidak usah takut, Tante akan melindungimu!” seru Dara.Dara mengajak Brian ke dapur untuk menemaninya memasak, daripada nanti ditindas lagi oleh Bima. Entah kesalahan apa yang dilakukan oleh Brian sehingga Bima tega melakukan itu pada anaknya sendiri. Brian menoleh ke belakang saat di gandeng Dara menuju dapur, dia melewekan lidahnya pada Bima seakan mengatakan kalau dia adalah pemenangnya.“Hais, jadi anak itu hanya ingin mendapatkan perhatian dari Dara,” gumam Bima lalu tersenyum.Bima pergi ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian karena tubuh terasa lengket oleh keringat sehabis kerja. Dia mengenakan kaos oblong biasa dan celana santai di rumah. Dia segera menuju ruang makan karena sudah tak s
Brian berharap Dara memang mau memasak untuknya setiap hari. Selain lezat kalau masakan rumahan pasti akan higienis dia jadi tak gampang sakit lagi.“Berapapun boleh,” jawab Bima.“Tante jangan ragu katakan nominalnya, ayahku uangnya banyak,” balas Brian.“Hahaha … Ayahmu uangnya banyak tapi kebutuhannya juga banyak, Brian,” ucap Dara.Brian dan Bima jadi saling pandang, kenapa Dara tidak mau menyebutkan nominal uang untuk menjadi koki di rumah Bima. Padahal dia tinggal bilang, kalau itu wanita lain mungkin sudah menyebutkan nominal yang besar.“Tante, apa tidak mau memasak untukku setiap hari?” tanya Brian yang terlihat lesu.“Aku tidak enak menyebutkan nominal gaji, aku tidak mau dibilang matre dan mencuri kesempatan mengeruk uang Bima,” balas Dara.“Kalau begitu aku akan memberikan kamu sepuluh juta sebulan, untuk memasak, menjaga dan menjadi guru les privat Brian,” ucap Bima.“Hah?!” ucap Dara terkejut dengan nominal yang disebutkan Bima.“Apa kurang banyak, uang sepuluh juta sebu
Dara terbelalak kaget dengan pertanyaan Brian, bukankah itu terlalu mendadak untuknya. Menjadi seorang ibu sambung mungkin nantinya tidaklah mudah untuk dirinya. Dia harus menyesuaikan diri dengan keluarga baru.“Jangan bercanda, Brian,” ucap Dara sembari menghembuskan nafasnya.“Bagaimana jika aku tidak bercanda?” tanya Brian.Jantung Dara menjadi berdetak semakin kuat, jika menolak dia pasti akan merasa canggung kedepannya. Bima akhirnya menengahi percakapan itu.“Brian, biarkan Tante Dara berpikir dahulu,” ucap Bima sembari membelai rambut anaknya.“Ta-pi,” ucap Brian terbata lalu tertunduk lesu.“Brian, ayahmu benar, bagaimana kalau memberikan waktu pada Tante Dara untuk menjawab pertanyaanmu,” balas Dara lembut.“Tante janji nggak marah dan menghindar dari Brian?” tanya Brian.Dara menggelengkan kepalanya, itu menandakan dia tidak menghindar sama sekali. Dia harus menyelesaikan tugas di kantor lebih dulu untuk berhenti kerja dan menemani Brian secara penuh di rumah, mulai dari me
Apapun yang Bima dan Nyonya Handoko lakukan tidak membuahkan hasil. Brian semakin beringas dan membanting semua yang ada di sekitarnya."Aku tidak mau sekolah!" seru Brian lalu berlari menuju kamarnya dan mengunci pintu."Bima, apa anak itu dibully di sekolah?" tanya Nyonya Handoko sambil menangis."Aku juga tak paham," jawab Bima.Bima mondar mandir depan kamar Brian. Sedangkan Nyonya Handoko terus menangis karena Brian tak kunjung mau membuka pintu kamarnya."Brian, tolong buka pintunya ayah mau bicara," ucap Bima sambil mengetuk pintu."Pergilah bekerja!" bentak Brian dari dalam kamarnya.Bima ingin mendobrak kamar anaknya, tapi kalau dipaksa pasti anak itu semakin tak karuan ngambeknya. Bima merasa serba salah dibuatnya."Ayo kita ke sekolah Brian, kita tanyakan apakah ada yang membuly anak itu sehingga tak mau sekolah," ajak Nyonya Handoko."Tunggu Ma, ada cara lain untuk membujuk anak itu agar mau bicara," balas Bima."Apa itu?" tanya Nyonya Handoko."Aku akan meminta Dara untuk
Bima melihat ke arah mamanya, dia sungguh tidak tahu sesuatu tentang Brian dan sekolahnya. Dia mempercayakan semua pada mamanya selama ini, setiap pulang kerja dia hanya memastikan anaknya baik-baik saja lalu membacakan cerita saat akan tidur.“Ma, apa ada?” tanya Bima pada mamanya.“Acara kekompakan orang tua dan anak, ya,” jawab Nyonya Handoko.“Tahun lalu kamu tidak menemani Brian acara itu, mama dan papa yang datang, mungkin Brian iri melihat orang tua temannya pada kompak,” imbuh Nyonya Handoko.Bima mengangguk pelan, dia mengerti sekarang. Mungkin Brian ngambek ingin mempunyai orang tua yang utuh untuk memeriahkan acara di sekolahnya itu.“Apa aku telpon ibunya Brian saja, ya,” ucap Bima sambil menganggukkan kepalanya. Dia ingin membuat anaknya bahagia untuk sekali saja.“Ehemm … sepertinya itu tidak perlu,” balas Nyonya Handoko yang memberi isyarat bahwa di sini ada Dara dan tidak perlu wanita lain untuk menemani Bima di acara sekolah anaknya.Bima menjadi tak enak hati pada Da
Bima duduk di samping Brian dan memeluknya. Dia merasa bersalah karena selama ini sibuk bekerja. "Maafkan ayah," ucap Bima."Ayah akan mencoba untuk menyesuaikan jadwal kerja ayah agar bisa menemanimu menghadiri acara sekolah," imbuh Bima."Ayah harus hadir," balas Brian."Tidak bisa janji nanti kamu kecewa," ucap Bima.Brian melepaskan pelukan ayahnya. Dia kecewa karena sang ayah belum memastikan apakah bisa hadir diacara sekolahnya atau tidak. Dia terlihat marah dan lari keluar rumah. "Brian mau kemana?" teriak Nyonya Handoko. Anak itu tak mengindahkan teriakan sang nenek dan terus berlari."Biar aku yang membujuknya," ucap Dara."Dara aku minta tolong padamu, selama ini tak pernah ada yang dia dengarkan," pinta Bima."Aku mengerti," balas Dara lalu mengejar Brian.Brian sampai di gerbang, karena dia tidak bisa membuka gerbang itu dia marah pada satpam. Tapi akhirnya Dara yang sudah sampai gerbang mengangguk kepada satpam pertanda gerbang boleh dibuka."Apa kamu mau membuat kami d
Dara hanya mengangguk, tapi tidak menjelaskan dengan detail siapa wanita yang mereka temui saat ini. Toh mereka mungkin hanya sekali bertemu dan tidak akan bertemu lagi dengannya dikemudian hari. “Kenal tapi tidak akrab,” ucap Dara. “Tapi dia menghina Tante,” balas Brian. “Biarkan saja, kalau kita membalas kejahatan apa bedanya kita dengan dia,” ucap Dara. Setelah selesai berbelanja mereka langsung membayar belanjaan lalu pulang ke rumah. Seperti biasa Dara langsung ke dapur dan memasak spageti yang tadi dibeli dari minimarkert setelah jalan-jalan ke taman bersama Brian. Anak kecil itu sedang menonton kartun kesukaannya di ruang tengah. Lalu Nyonya Handoko mengahmpiri Dara yang sedang di dapur.***"Kamu benar-benar hebat, bisa membujuk anak itu," puji Nyonya Handoko."Mungkin hanya kebetulan saat aku datang hatinya sudah melunak," ucap Dara sambil mengaduk saus spageti."Dia nyaman berada di dekatmu," balas Nyonya Handoko sambil tersenyum.Dara hanya tertawa kecil menyiapkan spa
Dara menggelengkan kepalanya, tidak ada yang ketinggalan barang miliknya di dalam mobil Bima. Yang akan Dara bahas adalah tentang Brian.“Bisakah kamu hadir di acara sekolah Brian besok sekitar pukul sepuluh pagi?” tanya Dara.“Aku akan usahakan,” jawab Bima.“Terima kasih, tolong berikan dia ingatan yang indah dimasa kecilnya,” balas Dara.Bima mengangguk, Dara benar juga. Walau orang tua Brian tidak utuh, seharusnya Brian mendapatkan kenangan masa kecil yang indah dari Bima sebagai ayah kandungnya.“Aku akan mengusahakannya, tolong ingatkan aku,” pinta Bima.“Siap, selamat malam,” balas Dara.Dara melambaikan tangan ke arah Bima yang sudah melajukan lagi mobilnya. Bima sangat senang mendapatkan teguran tentang anaknya dari Dara. Kenapa tidak dari dulu mereka bertemu lagi, kenapa harus sekarang saat semuanya telah berbeda. Bima tidak akan menyia-nyiakan Dara yang telah hadir kembali di hidupnya.“Dara kali ini aku tidak akan melepaskanmu,” gumam Bima sambil menyetir mobilnya. Dia jug