Selamat membaca, jangan lupa follow IG @elangayu22
Mata bulat itu bergerak-gerak, lalu terbuka perlahan.
“Bumi.”
Bumi melirik, memejamkan mata kembali. Kemudian membuka lagi pelan, mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyesuaikan diri. Pandangannya menyeluruh ruangan. Dimana dirinya berada?
“Syukurlah kau sadar, kau baik aja?”
Bumi menoleh, menatap heran. Raga menatap penuh khawatir di sampingnya, ia duduk di kursi samping tempat tidur.
“Ga? Kenapa kau di sini? Aku....” Bumi mencoba mengingat kej
Bumi masih tertidur di pangkuan Langit dengan tenang, entah untuk berapa lama. Lelaki tampan itu tadi memindah Bumi yang bersandar di bahunya untuk berpindah ke pangkuan setelah gadis madu itu terlelap pulas. Dengan punggung bersandar di sofa, Langit ikut terlelap beberapa saat.Saat terbangun, ditatapnya wajah ayu di pangkuan. Diusapnya pipi lembut gadis itu. Sentuhan dahsyat yang meremangkan gai*** Langit. Anakan rambut yang berantakan di wajah Bumi disingkapnya ke pinggir. Makin jelaslah wajah ayu itu terpampang di sana.Semakin ke bawah, ditelusurinya setiap inci tubuh Bumi. Leher jenjang eksotis, belahan dada tanpa sengaja terlihat begitu menggoda netranya. Cardigan yang berantakan dengan daster bagian atas hanya terbuat dari karet. Bagian dalamnya tercetak sempurna dilihat dari luar. Pemandangan indah itu mampu menimbulkan gelenyar aneh memabukkan.Pucuk gunung kembar muncul begitu saja di otak Langit. Belum lagi warna kecoklatannya mampu menimbulkan hasra
Selamat membaca, jangan lupa follow instagram @elangayu22, @wahyuwidya22“Bumi,” suara lirih Langit semakin mendesakkan hasrat yang selama ini selalu dijaganya dengan baik. Kewarasan kenapa selalu lenyap di saat genting seperti ini? Ia kembali ke bibir ranum gadis madu dalam pangkuan. Menyesapnya sangat dalam. “Mas...,” mata Bumi terbuka, melihat Langit yang reflek menghentikan ciuman. Nafas keduanya masih memburu, sama-sama menginginkan hal itu berlanjut hingga tuntas. “Kita nikmati Bumi...,” sahut Langit kembali ingin menyecap bibir di hadapannya, tapi wajah gadis ayu itu dimundurkan. Langit menarik tengkuknya, akhirnya hanya ciuman sesaat. “Sepersekian detik saja, Bumi.”&nbs
“Kena kau, Bumi,” gumam Langit sendiri.Dalam ruang tengah, Langit tersenyum miring melihat chatnya hanya terbaca saja oleh Bumi. Rencana yang sudah diangankan beberapa waktu yang lalu, akhirnya terlaksana juga. Ia tak mau didahului Raga. Tidak boleh! Langit kembali tekun menatap layar laptop.Drrttt drrttt...“Halo,” sambar Langit tanpa melihat layar ponsel.“....”“Apa?” mata Langit melotot menatap layar ponsel, lalu mematikannya tergesa. Dikiranya Bumi, kenapa malah Dara yang meneleponnya? Akhir-akhir ini Dara memang jarang menghubungi, paling hanya chat melalui WA. Itupun tak pernah digubris Langit.Drrrttt drrrttt...Suara posel terus berbunyi, Langit mengabaikannya. Ia sedang tak mau diganggu siapapun, kecuali Bumi. Lelaki tampan itu selalu berharap gadis eksotis itulah yang menghubunginya. Seperti tadi ketika Bumi kaget dengan motor baru yang dikirimkannya.Itu
“Tak bisakah kita menikmatinya hingga selesai, Bumi?” tanya Langit di sela desah nafas yang memburu. Bumi tetap memejamkan mata, ia tak sanggup untuk berkata apapun jika tangan Langit sudah bergerilya. “Mas... ahhh.” Kali ini, Langit yang menghentikan aktivitas, menetap Bumi dengan tatapan sepenuhnya. Penghentian itu membuka netra Bumi yang berkabut. “Kau menginginkanku?” Tanya Langit terus menatap tanpa jeda sedikitpun. Tak ada jawaban, tapi Bumi merenggangkan pelukan Langit. “Komitmen selalu menjadi alasanmu, Bumi.”Keduanya kini sama-sama saling pandang.“Mau di sini terus?” tanya Bumi mengalihkan pembicaraan.
Semakin tak mampu menahan diri, Langit tak berhenti bergerilya. Desahan demi desahan terdengar. Buket bunga mawar merah perlahan luruh dari pegangan gadis eksotis itu. “Kamu milikku, Bumi, tak akan kubiarkan orang lain menyentuhmu,” kata Langit tepat di telinga Bumi. Nafas yang makin memburu, malam yang kian beranjak, menempatkan kedua orang itu dalam suasana tak mudah untuk dihempaskan begitu saja. Menghentikan cumbuan, Langit memandang penuh kabut gadis semampai itu, mengelus punggungnya perlahan. “Aku nggak suka Raga sering ke sini, Bumi, kau masih mengharapkannya?” Wajah gadis manis itu menengadah,
Bunyi bel garasi berbunyi kembali, kenapa ia tadi tidak mendengar suara mobil? Bumi menggerutu sendiri. Bukannya cepat membukanya, gadis manis itu menghela nafas berat hingga bel berbunyi kembali. Ia melangkah ke pintu belakang, menuju garasi dan membuka pintu. “Pagi Bumi,” sapaan ramah Raga mau tak mau menciptakan senyum di bibir mungil gadis ayu itu. “Pagi, Ga, tumben?” tanya Bumi datar. “Pingin main aja,” sahut Raga. “Udah sarapan belum? Aku beliin bubur ayam.” Mata gadis semampai itu membola. Pagi-pagi ke sini bawain bubur ayam? Rumah Raga jauh lo! “Oh....”
Mengerjapkan mata, lelaki tampan itu mulutnya terbuka beberapa saat. “Mas,” kata Bumi lirih, mendekat ke ranjang. “Bumi... kok... k... kamu di sini?” tanya Langit tergagap. Tak terpikirkan sama sekali olehnya kalau Bumi ada di rumahnya sekarang ini. Di samping tempat tidurnya. “I... iya,” jawab Bumi kikuk. “Masih pusing?” Setelah dapat menguasai diri, Langit menarik selimut dan membetulkan letak bantal. Pelipisnya mendadak berdenyut. Tadi memang suara motor Bumi, tapi ia tak berharap Bumi akan menemuinya di sini. Lantas, kenapa Bumi tak memakai motor baru pemberiannya? &ld
Oh, adakah yang tahan dengan semua kenikmatan ini? Bumi melingkarkan tangan di leher Langit, ia menikmati semuanya. Tok tok tok. Seolah tak mendengar apapun, gerakan Langit makin panas menyentuh tiap inci tubuh gadis eksotis dalam kungkungannya. Bibirnya tertahan di bibir mungil Bumi, ia menyesap apapun yang ada di bibir gadis manis itu. Sesekali ia lepaskan, hingga Bumi dapat menghirup oksigen. Dan sebelum tuntas sekali, Langit menyambarnya dengan cepat. Tok tok tok. Kali ini Bumi menahan tangan Langit yang menyentuh bahu. “Mas, ada yang ketuk pintu,” kata Bumi menghindari kecupan Langit.