Share

Pernikahan Sampai Sepuluh Bulan!

Anna merasakan udara hangat menyelimutinya, aroma segar maskulin yang terasa familiar menyambut pagi membangunkannya.

Aroma parfum yang membuat kedua mata gadis itu terbuka perlahan, namun seketika tubuh Anna menegang hebat. 

'Aroma ini? Pria itu!' batin Anna bergejolak.

Detik itu juga Anna langsung bangkit menyingkap selimutnya dan betapa terkejutnya Anna saat mendapati dirinya berada di atas ranjang.

"Selamat pagi, Tuan putri," sapa seseorang membuat gadis itu menoleh cepat ke arah pintu balkon.

Dada Anna terasa sesak mendapati Arthur berdiri di sana. Dengan pakaian formal, tubuh tinggi besar, wajah segar dan tampan, seringai di bibirnya yang membuat Arthur terlihat semakin misterius untuk Anna. Dan satu, aroma parfum yang Arthur pakai membuat Anna mengingat seseorang di suatu malam lalu.

"Kenapa kau membawaku ke kamar?" Anna menatap Arthur yang melangkah mendekatinya.

"Kau berusaha menghindariku di malam pertama, bukan?"

"Aku sudah bilang, aku ingin tidur sendiri!" seru Anna, ia menyingkap selimutnya.

Baru saja Anna turun dari atas ranjang, tubuhnya tiba-tiba terhuyung dan nyaris terjatuh bulan Arthur tidak sigap memeluknya.

Tubuh Anna gemetar, aroma wangi segar yang melekat pada Arthur benar-benar seperti wangi tubuh pria yang bermalam dengan Anna tiga bulan yang lalu.

"Apa kau tidak bisa berhati-hati?" Arthur kian mendekap Anna dalam pelukannya.

Anna menatap iris hitam pria itu yang kini dipenuhi dengan guratan cemas. Tapi Anna tidak memikirkan hal itu.

"Kau," lirih Anna, kedua iris mata Anna bergetar. "Sejak kapan kau memakai parfum ini, Arthur?"

Kening Arthur mengerut dan ia terkekeh, sebelum akhirnya dengan perlahan Arthur mendudukkan Anna di tepi ranjang. Pria berparas tampan itu mencondongkan badannya dan mengurung kedua sisi tubuh Anna dengan kedua lengan kekarnya.

"Kenapa? Kau menyukainya?" Arthur tersenyum tipis memiringkan wajahnya di hadapan Anna yang berkaca-kaca.

Tiba-tiba Arthur terkekeh dan menundukkan kepalanya. Hati Anna semakin tidak menentu, pria ini begitu aneh, terasa familiar, namun Anna tidak pernah bertemu dengan Arthur sebelumnya.

"Aku tidak suka parfum yang kau pakai, membuatku pusing," dusta Anna terucapkan.

"Oh ya? Padahal parfum ini hanya aku saja yang memilikinya di dunia ini," ucap Arthur menegakkan tubuhnya di hadapan Anna.

"Aku tidak suka," cicit Anna memalingkan wajahnya.

"Mengapa? Apa pernah ada aroma segar ini melekat di tubuhmu?" Pria itu bertanya dengan nada meledek.

Dan Anna ingin berteriak mengatakan iya. Dalam hati kecilnya timbul tanda tanya besar, siapa Arthur sebenarnya? Aroma parfum ini benar-benar pernah menyatu dengan keringat di sekujur tubuhnya.

Arthur membalikkan badannya melirik Anna.

"Cepat bersihkan tubuhmu, aku akan menunggumu untuk sarapan bersama," perintah pria itu.

Tidak ada jawaban apapun dari Anna sampai pintu kamar tertutup. Gadis itu meraih bantal dipeluknya erat-erat.

Anna merasa begitu resah. Setelah berbulan-bulan ia mencoba mencari tahu dan mengingat tentang pria yang menidurinya, namun begitu ia menikah dengan Arthur, benar saja aroma tubuh pria itu benar-benar sama, dan hanya Arthur yang memilikinya.

"Tidak mungkin! Dia pasti bercanda, tidak mungkin dia pria waktu itu, kan?!" geram Anna mengepalkan kedua tangannya dan menggeleng kuat-kuat.

Gadis itu menepis jauh-jauh asumsinya, meskipun hati dan perasaannya berkata lain. Namun Anna yakin kalau pria malam itu adalah seorang pria bayaran, dan Arthur adalah seorang Tuan Muda yang terhormat. Asumsi Anna pasti salah.

**

Di dalam rumah megah berlantai dua, tiap-tiap ruangannya selalu didesain dengan sangat indah dan mewah.

Anna sejak pagi hanya mengelilingi isi rumah itu sambil terus mencari tahu tentang sosok Arthur.

"Tidak ada foto keluarga, atau sebagainya? Dia memang pria yang sangat misterius," gumam Anna berjalan di Selasar lantai dua.

Sampai akhirnya Anna berhenti di depan sebuah ruangan yang sedikit terbuka.

"Aku menikahi Anna karena aku ingin membebaskannya dari Caisan, dia kenyang dipukuli."

Suara Arthur yang tengah berbincang dengan seorang pria di dalam ruangan itu.

Anna diam di dekat pintu menguping pembicaraan Arthur. Benar apa yang Anna duga, pria itu memang sedikitnya bertujuan menyelamatkan ia dari Papanya yang abusive.

"Lalu apa yang akan Tuan jelaskan pada Nyonya dan Tuan besar kalau tahu istri Tuan Arthur hamil bukan anak Tuan!" Suara itu, anak buah Arthur yang tengah kebingungan.

Deheman Arthur kembali terdengar, pria itu terkekeh pelan dengan nada santai.

"Anak yang Anna kandung adalah anakku!" tegas Arthur sekali lagi.

Mendengar jawaban Arthur di dalam ruangan tersebut, kedua pupil mata Anna melebar. Debaran di dadanya semakin tak karuan dirasanya membuat kedua kakinya lemas.

Otaknya dipenuhi dengan kata-kata suaminya barusan, hingga Anna tidak menyadari pintu kayu di sampingnya terbuka.

Arthur sedikit terkejut mengetahui Anna yang tengah menatapnya sama terkejutnya, seperti pencuri yang sedang ketahuan.

"Kau menguping pembicaraanku?" tanya pria itu dengan sangat mengejutkan.

Tubuh Anna tersentak, ia langsung menggeleng cepat dan menatapi wajah sang suami dengan sangat tegang.

"Ti-tidak," jawab Anna, mengelak.

"Apa yang kau dengar sejak kau berdiri di sini?" desak Arthur maju satu langkah mendekatinya.

Anna tidak menjawabnya, namun telapak tangan gadis itu mengusap perutnya.

"Kau mengatakan tentang anak ini." Lirih Anna mengatakannya, tanpa menatap Arthur. "Anak ini padahal bukan anakmu!"

"Dia anakku karena kontrak persetujuan sudah kau tanda tangani. Yang benar, anak ini bukan lagi anakmu!" ungkap Arthur bersedekap di hadapan Anna.

Wajah Anna tiba-tiba menjadi kecewa, dirasanya tetap saja tidak akan setimpal dengan apapun. Sembilan bulan membawa bayi itu dalam perutnya, bahkan saat masih janin anak itu bukan lagi anaknya, ini sangat miris.

"Selama ada di perutku, anak ini masih anakku!" Putus Anna, dia mengatakannya tanpa sadar.

Arthur tertawa pelan dan mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala Anna dengan lembut sampai dia menarik tengkuk leher sang istri hingga wajah mereka saling berdekatan.

Aroma parfum wangi dari Arthur kembali membuat Anna Dejavu. Kening Arthur menyentuh kening Anna, dan seperti biasa dia tersenyum penuh arti.

"Dengar Anna, kau bisa mencabut perjanjian itu kalau kau tidak ingin aku mengambil anakmu, tapi... Dengan syarat, kau menjadi istriku selamanya dan, tugasmu hanya melahirkan keturunan keluargaku!" bisik Arthur di hadapan wajah Anna yang memucat.

Anna meremas ujung dress yang dia pakai, kedua matanya mengerjap. Kenapa kini ia menjadi begitu berat memutuskan.

Di antara dua pilihan, menjadi istri Arthur selamanya dan hanya menjadi pencetak keturunan untuknya, atau Anna akan memberikan bayinya untuk pria itu, lalu bagaimana kehidupan Anna setelahnya?

"Pikirkan baik-baik, istriku," bisik Arthur tersenyum simpul.

Begitu pria tampan itu hendak beranjak, tiba-tiba langkahnya terhenti saat Anna menahan bagian belakang tuxedo hitam yang dia pakai.

"Tunggu," sela Anna cepat.

Arthur menatapnya kembali, ia tahu pasti Anna sangat bimbang dan bingung.

Kedua mata Anna bergetar, sejak tadi hal lain yang Anna pikirkan tentang suaminya.

"Katakan, siapa kau sebenarnya?" lirih Anna. "Kenapa kau memiliki banyak alasan untuk memilihku menjadi istrimu, termasuk karena anak ini. A-apa kau pe-pernah mengenal aku sebelumnya?"

Anna menakan keberaniannya dengan kuat, meskipun bibirnya bergetar takut, kini penasarannya terluapkan.

Arthur kembali mencondongkan badannya di hadapan Anna, ia membelai pipi lembut gadis itu dan menyeringai.

"Menurutmu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status