Anna merasakan udara hangat menyelimutinya, aroma segar maskulin yang terasa familiar menyambut pagi membangunkannya.
Aroma parfum yang membuat kedua mata gadis itu terbuka perlahan, namun seketika tubuh Anna menegang hebat. 'Aroma ini? Pria itu!' batin Anna bergejolak.Detik itu juga Anna langsung bangkit menyingkap selimutnya dan betapa terkejutnya Anna saat mendapati dirinya berada di atas ranjang."Selamat pagi, Tuan putri," sapa seseorang membuat gadis itu menoleh cepat ke arah pintu balkon.Dada Anna terasa sesak mendapati Arthur berdiri di sana. Dengan pakaian formal, tubuh tinggi besar, wajah segar dan tampan, seringai di bibirnya yang membuat Arthur terlihat semakin misterius untuk Anna. Dan satu, aroma parfum yang Arthur pakai membuat Anna mengingat seseorang di suatu malam lalu."Kenapa kau membawaku ke kamar?" Anna menatap Arthur yang melangkah mendekatinya."Kau berusaha menghindariku di malam pertama, bukan?""Aku sudah bilang, aku ingin tidur sendiri!" seru Anna, ia menyingkap selimutnya.Baru saja Anna turun dari atas ranjang, tubuhnya tiba-tiba terhuyung dan nyaris terjatuh bulan Arthur tidak sigap memeluknya.Tubuh Anna gemetar, aroma wangi segar yang melekat pada Arthur benar-benar seperti wangi tubuh pria yang bermalam dengan Anna tiga bulan yang lalu."Apa kau tidak bisa berhati-hati?" Arthur kian mendekap Anna dalam pelukannya.Anna menatap iris hitam pria itu yang kini dipenuhi dengan guratan cemas. Tapi Anna tidak memikirkan hal itu."Kau," lirih Anna, kedua iris mata Anna bergetar. "Sejak kapan kau memakai parfum ini, Arthur?"Kening Arthur mengerut dan ia terkekeh, sebelum akhirnya dengan perlahan Arthur mendudukkan Anna di tepi ranjang. Pria berparas tampan itu mencondongkan badannya dan mengurung kedua sisi tubuh Anna dengan kedua lengan kekarnya."Kenapa? Kau menyukainya?" Arthur tersenyum tipis memiringkan wajahnya di hadapan Anna yang berkaca-kaca.Tiba-tiba Arthur terkekeh dan menundukkan kepalanya. Hati Anna semakin tidak menentu, pria ini begitu aneh, terasa familiar, namun Anna tidak pernah bertemu dengan Arthur sebelumnya."Aku tidak suka parfum yang kau pakai, membuatku pusing," dusta Anna terucapkan."Oh ya? Padahal parfum ini hanya aku saja yang memilikinya di dunia ini," ucap Arthur menegakkan tubuhnya di hadapan Anna."Aku tidak suka," cicit Anna memalingkan wajahnya."Mengapa? Apa pernah ada aroma segar ini melekat di tubuhmu?" Pria itu bertanya dengan nada meledek.Dan Anna ingin berteriak mengatakan iya. Dalam hati kecilnya timbul tanda tanya besar, siapa Arthur sebenarnya? Aroma parfum ini benar-benar pernah menyatu dengan keringat di sekujur tubuhnya.Arthur membalikkan badannya melirik Anna."Cepat bersihkan tubuhmu, aku akan menunggumu untuk sarapan bersama," perintah pria itu.Tidak ada jawaban apapun dari Anna sampai pintu kamar tertutup. Gadis itu meraih bantal dipeluknya erat-erat.Anna merasa begitu resah. Setelah berbulan-bulan ia mencoba mencari tahu dan mengingat tentang pria yang menidurinya, namun begitu ia menikah dengan Arthur, benar saja aroma tubuh pria itu benar-benar sama, dan hanya Arthur yang memilikinya."Tidak mungkin! Dia pasti bercanda, tidak mungkin dia pria waktu itu, kan?!" geram Anna mengepalkan kedua tangannya dan menggeleng kuat-kuat.Gadis itu menepis jauh-jauh asumsinya, meskipun hati dan perasaannya berkata lain. Namun Anna yakin kalau pria malam itu adalah seorang pria bayaran, dan Arthur adalah seorang Tuan Muda yang terhormat. Asumsi Anna pasti salah.**Di dalam rumah megah berlantai dua, tiap-tiap ruangannya selalu didesain dengan sangat indah dan mewah.Anna sejak pagi hanya mengelilingi isi rumah itu sambil terus mencari tahu tentang sosok Arthur."Tidak ada foto keluarga, atau sebagainya? Dia memang pria yang sangat misterius," gumam Anna berjalan di Selasar lantai dua.Sampai akhirnya Anna berhenti di depan sebuah ruangan yang sedikit terbuka."Aku menikahi Anna karena aku ingin membebaskannya dari Caisan, dia kenyang dipukuli."Suara Arthur yang tengah berbincang dengan seorang pria di dalam ruangan itu.Anna diam di dekat pintu menguping pembicaraan Arthur. Benar apa yang Anna duga, pria itu memang sedikitnya bertujuan menyelamatkan ia dari Papanya yang abusive."Lalu apa yang akan Tuan jelaskan pada Nyonya dan Tuan besar kalau tahu istri Tuan Arthur hamil bukan anak Tuan!" Suara itu, anak buah Arthur yang tengah kebingungan.Deheman Arthur kembali terdengar, pria itu terkekeh pelan dengan nada santai."Anak yang Anna kandung adalah anakku!" tegas Arthur sekali lagi.Mendengar jawaban Arthur di dalam ruangan tersebut, kedua pupil mata Anna melebar. Debaran di dadanya semakin tak karuan dirasanya membuat kedua kakinya lemas.Otaknya dipenuhi dengan kata-kata suaminya barusan, hingga Anna tidak menyadari pintu kayu di sampingnya terbuka.Arthur sedikit terkejut mengetahui Anna yang tengah menatapnya sama terkejutnya, seperti pencuri yang sedang ketahuan."Kau menguping pembicaraanku?" tanya pria itu dengan sangat mengejutkan.Tubuh Anna tersentak, ia langsung menggeleng cepat dan menatapi wajah sang suami dengan sangat tegang."Ti-tidak," jawab Anna, mengelak."Apa yang kau dengar sejak kau berdiri di sini?" desak Arthur maju satu langkah mendekatinya.Anna tidak menjawabnya, namun telapak tangan gadis itu mengusap perutnya."Kau mengatakan tentang anak ini." Lirih Anna mengatakannya, tanpa menatap Arthur. "Anak ini padahal bukan anakmu!""Dia anakku karena kontrak persetujuan sudah kau tanda tangani. Yang benar, anak ini bukan lagi anakmu!" ungkap Arthur bersedekap di hadapan Anna.Wajah Anna tiba-tiba menjadi kecewa, dirasanya tetap saja tidak akan setimpal dengan apapun. Sembilan bulan membawa bayi itu dalam perutnya, bahkan saat masih janin anak itu bukan lagi anaknya, ini sangat miris."Selama ada di perutku, anak ini masih anakku!" Putus Anna, dia mengatakannya tanpa sadar.Arthur tertawa pelan dan mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala Anna dengan lembut sampai dia menarik tengkuk leher sang istri hingga wajah mereka saling berdekatan.Aroma parfum wangi dari Arthur kembali membuat Anna Dejavu. Kening Arthur menyentuh kening Anna, dan seperti biasa dia tersenyum penuh arti."Dengar Anna, kau bisa mencabut perjanjian itu kalau kau tidak ingin aku mengambil anakmu, tapi... Dengan syarat, kau menjadi istriku selamanya dan, tugasmu hanya melahirkan keturunan keluargaku!" bisik Arthur di hadapan wajah Anna yang memucat.Anna meremas ujung dress yang dia pakai, kedua matanya mengerjap. Kenapa kini ia menjadi begitu berat memutuskan.Di antara dua pilihan, menjadi istri Arthur selamanya dan hanya menjadi pencetak keturunan untuknya, atau Anna akan memberikan bayinya untuk pria itu, lalu bagaimana kehidupan Anna setelahnya?"Pikirkan baik-baik, istriku," bisik Arthur tersenyum simpul.Begitu pria tampan itu hendak beranjak, tiba-tiba langkahnya terhenti saat Anna menahan bagian belakang tuxedo hitam yang dia pakai."Tunggu," sela Anna cepat.Arthur menatapnya kembali, ia tahu pasti Anna sangat bimbang dan bingung.Kedua mata Anna bergetar, sejak tadi hal lain yang Anna pikirkan tentang suaminya."Katakan, siapa kau sebenarnya?" lirih Anna. "Kenapa kau memiliki banyak alasan untuk memilihku menjadi istrimu, termasuk karena anak ini. A-apa kau pe-pernah mengenal aku sebelumnya?"Anna menakan keberaniannya dengan kuat, meskipun bibirnya bergetar takut, kini penasarannya terluapkan.Arthur kembali mencondongkan badannya di hadapan Anna, ia membelai pipi lembut gadis itu dan menyeringai."Menurutmu?"Seharian Anna mengurung diri di dalam kamar, ia mengabaikan semua orang yang menawarinya makan, termasuk para pelayan di rumah itu yang sangat cerewet. Sampai hari menjelang malam pun Anna masih duduk diam di atas ranjang diam memikirkan Arthur dan ucapan suaminya pagi tadi. "Tidak mungkin kalau pria malam itu adalah Arthur." Anna mendongakkan kepalanya pusing. Gadis itu mengerang marah memeluk bantal dan menekan sedikit perutnya dengan kedua mata terpejam. Puas Anna menangis memikirkan segalanya. Tentang kehamilannya, pernikahan sementara, dan tentang siapa Arthur sebenarnya. "Aku tidak punya bukti apapun," gumam Anna sedih. "Dia pasti bercanda. Mana mungkin Tuan Muda sepertinya tidur dengan sembarang wanita. Aaarrgghhh, aku benci ini semua!"Di tengah kemarahan yang Anna rasakan, tiba-tiba pintu kamar kembali terketuk, Anna menoleh dengan wajah kesal. Pelayan wanita itu membuka pintu kamar Anna membawa nampan berisi makanan dan minuman. Namun dia terdiam menatap makan siang An
"Makan yang banyak, Anna. Pelan-pelan ya nak," ujar Alea mengusap pucuk kepala Anna dengan sabar. Anna tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Di rumah Arthur memang ia ingin mual saat menghirup aroma masakan para pelayannya, entah mengapa. Merasakan sup daging yang Mamanya masak, senyuman Anna langsung merekah seketika. "Masakan Mama memang paling enak," sanjung gadis itu dengan wajah merona berseri-seri.Alea pun tersenyum dengan sanjungan putri kesayangannya, namun karena tanpa sengaja pandangannya teralih pada Arthur yang tengah menatapi Anna yang sedang makan. Tatapan mata yang tenang dan teduh, laki-laki itu begitu terlihat tulus. Namun siapa yang tidak mengenal Arthur Anderson di dalam dunia bisnis antar negara di Eropa, dia terkenal akan kepopulerannya dan juga mempunyai julukan Pria Tampan Licik yang Lembut. "Mama ke belakang sebentar," pamit Alea saat menyadari Arthur ingin memperhatikan Anna lebih lama lagi. Anna sibuk memakan sup daging kesukaannya, namun tiba-tiba kuny
'Ukhh, tubuhku rasanya sangat kaku.'Anna meremas selimutnya dengan kedua mata yang masih terpejam. Hawa mengantuk masih menyelimutinya setelah tubuhnya terasa sangat lelah. Tok.. tok.."Nyonya Anna, selamat pagi. Sarapannya sudah saya siapkan di bawah!" Kedua mata Anna terbuka lebar mendengar ketukan pintu tersebut. Ia langsung bangun dan terduduk di atas ranjang. Kesadaran belum terlalu memenuhi pikiran gadis itu hingga tiba-tiba ia merasakan sesuatu menyentuh punggung polosnya. "Tubuh yang cantik," sanjung seseorang yang tengah menyenangkan jemarinya di kulit punggung Anna. "Kau sudah tidak malu lagi saat selimutmu terjatuh, Istri Sepuluh Bulan-ku?"Hah!!Bagai genderang dipukul di kepala Anna, sontak ia menunduk dan mendelik saat tahu selimutnya melorot dan menunjukkan bagian tubuh atasnya. "Kyaaa... Arthur!" teriak Anna menarik selimutnya tinggi-tinggi dan menatap ngeri pada sosok suaminya yang entah sejak kapan dia di samping Anna, mungkin pria menyebalkan itu belum bangun
Sejak pagi, Anna sibuk berjalan-jalan dan bersenang-senang bersama Arthur. Sang suami mengenalkan ruangan-ruangan megah dan tempat indah di kediamannya. Tapi sore ini Anna merasa tidak nyaman dengan tubuhnya, terutama pada perutnya yang terasa nyeri dan sakit. Anna berdecak berulang kali dan tetap kelimpungan di atas ranjang. "A-apa yang terjadi? Kenapa perutku terasa tidak nyaman? Apa aku salah makan?" Perlahan-lahan Anna turun dari atas ranjang. Gadis itu melangkah ke lantai satu terbungkuk-bungkuk memegangi perutnya. "Arthur, di mana dia?" Anna menatap semua penjuru rumah. Sampai akhirnya Anna melihat pintu ruangan kerja Arthur yang terbuka, Anna pun melangkah mendekati pintu ruangan itu hingga ia mampu mendengar suara seseorang marah-marah dalam telepon yang tengah berbicara dengan suaminya. "Apa-apaan kau Arthur! Bisa-bisanya kau menikah tanpa sepengetahuan Mama dan Papa?! Wanita mana yang kau nikahi, Arthur!" Suara teriakan dari sambungan telepon itu membuat Arthur menjau
Saat keadaan sudah membaik, Anna pun terbangun dari tidurnya. Gadis itu terdiam menatap Arthur yang tertidur dengan posisi duduk dan bersedekap. Menatap wajah suaminya, Anna tidak mengerti kenapa laki-laki ini seolah dia kadang terlihat tega pada Anna, tapi sosoknya yang asli begitu cemas dan berteriak kepanikan kalau hal buruk terjadi pada Anna, siapa sebenarnya sosok Arthur ini?"Arthur," lirih Anna, ia mengulurkan tangannya dan hendak menyentuh wajah laki-laki itu. Ya, saat ini Anna bisa menyebut kalau Arthur, adalah lelakinya. Pergerakan tangan Anna terhenti saat ujung jemarinya menyentuh rahang laki-laki itu dengan sangat lembut. "Ada apa, Istriku?" Arthur meraih tangan Anna dan menggenggamnya. Anna sedikit terkejut begitu Arthur langsung meresponnya dengan cepat. "Emm, kau tidak tidur?" tanya gadis itu. Arthur terkekeh pelan dan menggelengkan kepalanya masih dengan kedua mata terpejam. "Aku takut kau pergi," jawabnya begitu tak masuk akal. Barulah Arthur mengembuskan na
"Bisakah kau tidak menemui dan muncul lagi di hadapan Anna?!" Arthur mengatakan hal mengejutkan itu pada Caisan, Papa kandung Anna yang kini berdiri di hadapannya, di luar ruangan Anna di rawat di rumah sakit.Wajah Caisan sedikit terkejut dengan apa yang Arthur katakan barusan, laki-laki itu terlalu membutuhkan Arthur hingga dia mengangguk dan tertawa renyah. "Ya, tentu saja kalau itu yang kau mau. Aku tidak akan datang lagi menemui Anna. Tapi Arthur, kalau bisa kau harus memaksa anak itu untuk makan dan melakukan hal yang baik untuk bayinya, agar anak kalian sehat-sehat nantinya," seru Caisan dengan tampang yang tak berdosa. Arthur tersenyum tipis. "Bukannya kau menyebut anak itu, anak haram?" tanya Arthur lagi.Arthur tidak punya pertimbangan apapun pada laki-laki tua menyedihkan di depannya ini. Ia juga tidak menimbang-nimbang rasa sungkan untuk memanggilnya dengan sebutan Papa mertua. Laki-laki itu terlalu jahat untuk Anna hingga tidak akan pantas disebut Papa. "Arthur, aku
Setelah beberapa hari sudah membaik kondisinya, Anna terbiasa tinggal bersama dengan Arthur sebagai seorang suami. Bahkan di sela kesibukan seorang Arthur, Anna tahu setiap malamnya suaminya selalu menyempatkan menatap wajahnya dan mengecup kening Anna seolah-olah dia benar-benar mencintai Anna. Seperti saat ini contohnya. Arthur mengusap pipi gembil Anna saat istrinya itu belum bangun, tapi Anna hanya pura-pura. "Tertidur pun kau tetap sangat cantik, Istriku," bisik Arthur mengecup lagi pipi hingga dagu Anna. Sudut bibir gadis itu berkedut, dia ingin tersenyum. Melihatnya, Arthur menarik gemas hidung gadis itu. "Aku tahu kau hanya pura-pura," ujar laki-laki itu. "Aku masih mengantuk, kau jangan menggangguku," seru Anna cemberut menatap suaminya. "Ya, tidurlah lagi." "Sudah tidak bisa! Kau mengangguku terus sampai mengantukku hilang, aku tidak akan bisa tidur pulas lagi!" seru Anna dengan wajah muram, masam, dan kesal. Arthur mengulurkan tangannya mengusap pucuk kepala istrin
Menyelidiki suami sendiri adalah kegiatan yang melelahkan, apalagi Arthur seperti sedang mempermainkannya. Anna kelelahan seharian berpikir keras memikirkan Arthur, hingga kini wanita itu tertidur pulas di sofa yang ada di balkon kamar dengan posisi terduduk. "Anna!" Suara Arthur terdengar, laki-laki itu membuka pintu kamarnya dan kosong, dia tidak menemukan istrinya. Arthur berdecak. "Ke mana dia? Apa dia mengeliling mansion lagi?" gumam Arthur. Sampai tiba akhirnya perhatian Arthur teralihkan saat melihat pintu balkon terbuka, ia berjalan keluar dan melihat Anna tertidur memeluk bantal dengan posisi terduduk. "Astaga, apa yang dia lakukan?" lirih Arthur mendekati Anna. Menatap wajahnya dari dekat, degup jantung Arthur berpacu. Bibir tipis, dagu mungil dan kulit putih bening, Arthur merasakan kesempurnaan yang Anna miliki adalah hadiah dari Tuhan untuknya. Perlahan-lahan Arthur mengangkat tubuh mungil Anna, dibawanya masuk ke dalam kamar dan ia rebahkan di atas ranjang kamarny