Waktu baru menunjukkan menjelang siang ketika Felix, Susie, Hvitserk beserta beberapa pengawal tiba di salah satu hotel terbaik berpemandangan lautan biru mediterania.
"Ambu suka di sini?" tanya Felix sambil membuka tutup botol air mineral yang segera ia tenggak dan memberikannya satu botol minuman lainnya pada Susie.
Belum sempat Susie menjawab jika pemandangan lautan mediterania ini mengingatkannya pada Marcella, Mommynya Felix dan anak-anak Salvatore, Felix sudah menambahkan, "Nanti kita akan mencari rumah untuk tinggal sementara di sini. Udaranya meskipun sama-sama panas dengan di Cape Town, Amalfi cukup menyenangkan."
"Bagaimana dengan pekerjaanmu?"
Selama ini Felix menolak berkumpul bersama keluarga besarnya di Palermo dengan alasan pekerjaannya sangat sibuk. Alasan yang sama juga dia selalu utarakan ketika ada yang bertanya mengenai pasangan hidupnya.
"Ada Billy yang akan mengontrol di Cape Town sekaligus turun ke lapangan. aku bisa memantau secara online dari sini." jawab Felix sambil berjalan ke arah sofa besar yang bisa di buka menjadi ranjang empuk untuk ia tiduri.
Selama perjalanan dari Cape Town, Felix hampir tidak memejamkan mata. Ia memeriksa semua laporan, membuat koordinasi dengan semua para staff serta orang-orang kepercayaannya untuk didelegasikan pekerjaan serta tanggungjawab di Cape Town serta Somalia.
Sangat wajar begitu tiba di Amalfi, Felix sangat ingin meluruskan tulang punggungnya dan memejamkan mata sejenak.
Namun, baru saja mata Felix terpejam, rahangnya tiba-tiba menggemeretak kaku, "Aku akan menemukanmu, Veronica! Kau akan membayar kehilangan kami dan aku akan membuatmu menyesal seumur hidup!"
"Fells ...bangun. Berbaringlah di ranjang. Ambu mau pergi jalan-jalan berkeliling sebentar." Susie duduk pada pinggiran sofa, membelai rambut yang menjuntai di kening Felix begitu menyadari putranya itu sepertinya sedang bermimpi karena wajahnya terlihat sangat tersiksa.
"Ambu?! Ma-maaf ..." Felix terbangun menyadari jika tangannya sedang mencengkeram kuat pergelangan tangan Susie, hingga membuat Ibunya tersebut sedikit meringis,
"Berbaring di ranjang. Nanti akan Ambu bangunkan jika makan siang telah siap." ucap Susie lembut dengan pandangan teduh menatap Felix yang langsung bangkit bangun berjalan menuju ranjang.
Susie menahan desahan lirih yang terasa berat keluar dari rongga dadanya, memandangi punggung rapuh Felix yang segera menjatuhkan diri berbaring di atas ranjang.
Diantara semua anak-anak Michael Salvatore, Felix adalah orang yang paling tertutup meskipun dahulunya dia sangat ceria, penyayang juga peduli, sangat tidak tega jika apa yang ia lakukan bisa menyakiti orang lain.
Tapi kini, semuanya berubah. Sejak kematian tragis Marcella bersama Joko, Felix seperti menumpulkan sisi kemanusiaannya dimana dirinya hanya terbuka tersenyum pada keluarganya saja, tetapi tidak pernah lagi bercerita apa yang ada di hati serta pikirannya pada siapapun.
Sikap Felix sangat dingin, bahkan pada para pengawal serta pekerjanya yang selalu ia temukan cara agar mereka tidak bisa membantah perkataannya.
Felix menyimpan trauma kehilangannya akan sosok Marcella seorang diri.
--
"Apakah dia ada di sini?" Felix berbicara melalui earphone yang terpasang di telinganya dengan Simon, keponakannya.
"Ya. Dia ada di dalam." Simon sang ahli hacker selain pekerjaannya sebagai Dokter menjawab pertanyaan Felix.
"Paman belum menjawab pertanyaanku sebelumnya. Apakah Paman jatuh cinta pada Veronica?" Simon mengingatkan dirinya untuk bertanya kembali pada Felix yang mengabaikan pertanyaannya sebelumnya.
"Jatuh cinta hanyalah untuk orang yang bodoh!" cetus Felix dengan nada sedikit dingin, memperhatikan restoran The Grill dari dalam mobilnya. "Aku bukan pria bodoh!"
Simon tidak bisa menahan kerutan senyum pada sudut bibir hingga matanya menyipit begitu telinganya mendengar perkataan Felix. Seandainya Zeze, adik perempuannya yang memiliki insting tajam mendengar perkataan Felix, niscaya adiknya itu pasti akan tertawa terpingkal-pingkal guling-guling menggoda Paman tampan mereka.
"Lalu untuk apa Paman sampai mencarinya hingga datang ke Amalfi? Bagaimana jika benar dia telah menikah ..."
"Akan ku rampas dia dari suaminya!"
Lagi, Simon tertawa hingga menggigit jemari telunjuknya sendiri, namun telinga Felix dapat menangkap kata "Oh ...!" dari keponakannya tersebut.
"Ingat, jangan katakan pada siapapun jika aku meminta tolong padamu!" Felix kembali memperingatkan Simon untuk tidak membocorkan rahasianya pada siapapun anggota keluarga besar mereka.
"Jangan kuatir, Paman. Baiklah, Veronica ada dalam ruangan kerjanya di lantai dua. Detail lokasinya sudah ku kirimkan ke ponsel Paman. Selamat bersenang-senang!"
Belum sempat Felix membantah godaan Simon, sambungan telponnya telah terputus berganti notifikasi tata letak ruang restoran The Grill juga menampilkan ruangan kerja yang diberikan tulisan oleh Simon, 'Veronica berada di sini!'
Senja sudah semakin merayap turun berganti gelap. Restoran The Grill memiliki lokasi yang sangat strategis. Banyak turis lokal serta pelancong yang selalu ramai mendatangi restoran The Grill di waktu jam makan malam.
Veronica sangat jarang turun langsung melayani pelanggan. Bagian pelayanan serta pegawai restoran dikoordinasi oleh Selena, adik perempuannya bersama suaminya Keanu.
Veronica mengurus resep masakan di bagian dapur atau bartender serta penanggung jawab utama mengontrol pembelian bahan stok makanan.
Felix mematut dirinya di depan cermin kecil di bagian atas kap mobilnya, membetulkan dasi kupu-kupu serta mengancingkan pergelangan lengan kemeja putih yang ia pakai.
Felix membelai rambutnya yang ia olesi gel agar terlihat rapi juga sangat licin, membuat penampilannya terlihat seperti tenaga staff marketing lapangan yang culun.
Sebelum turun dari mobil, Felix menyandang tas selempang berwarna hitam yang isinya terdapat berkas-berkas penawaran kerjasama dan nantinya akan ia tawarkan pada Veronica.
"Selamat datang ...Anda sendiri atau akan ada rekan yang menyusul?" Selena kebetulan berada di bagian depan, tiba-tiba merasa familiar begitu ia melihat Felix melangkahkan kaki masuk ke dalam restoran The Grill.
Felix mengangguk seperti seorang pegawai yang patuh, menggetarkan sudut bibir untuk berpura-pura tersenyum canggung menatap Selena sekilas, "Saya sendiri. Tapi mau bertemu dengan Nyonya Veronica. Apakah Anda ...Nyonya Veronica?" Felix berkata gagap, memegangi tas selempangnya gugup dipandangi tatapan selidik Selena.
"Silakan duduk dulu. Anda tidak keberatan duduk di depan meja bartender?" Selena mengarahkan lengannya, berjalan membawa Felix menuju kursi tinggi di depan meja bartender karena restoran sedang ramai para lelaki muda berpesta.
"Anda mau pesan minuman apa?" Selena bertanya setelah Felix mendudukkan bokongnya dengan nyaman di atas kursi tinggi.
"Air mineral."
Selena mengangguk, meminta sebotol air mineral pada Keanu, suaminya yang kebetulan sedang berada di balik meja bartender.
"Ada keperluan apa Anda ingin bertemu dengan Veronica, bos kami?" Selena menyodorkan botol air mineral ke depan Felix seraya bertanya tujuan dari customernya itu yang masih ia merasa sangat familiar, tetapi tidak ingat pernah bertemu dimana.
"Bos di tempat kerja meminta saya menawarkan kerjasama dengan Nyonya Veronica,"
Setelah menyesap air mineral di botol, Felix segera membuka tas selempangnya dengan jemari putih lentiknya terlihat bergetar seolah dirinya sangat gugup untuk mengeluarkan berkas penawaran kerjasama penyediaan stok bahan pokok untuk restoran The Grill.
Semua tingkah dan gerakan Felix tidak luput dari pandangan Selena yang kembali tersenyum manis.
"Silakan Anda mencicipi daging steak kami terlebih dahulu, saya akan memberikan harga diskon." tawar Selena terdengar manis. "Untuk penawaran kerjasamanya, mohon datang lagi esok siang. Jika memungkinkan, bawakan kami sampel produk yang kalian punya sebagai pertimbangan kerjasama."
Felix menganggukkan kepalanya cepat menanggapi perkataan Selena, seiring pekikan pemujaan para pria muda di tengah ruangan restoran meneriakkan nama "Veronica ...! We love you!"
Sudut mata Felix memperhatikan wanita yang masih terlihat muda, baru saja menuruni tangga ke lantai bawah, tersenyum tipis menganggukkan kepala ke arah kumpulan anak-anak muda yang sedang berpesta.
Veronica melangkahkan kakinya menuju ke arah Selena yang masih berdiri di samping Felix duduk pada kursi bar.
"Tolong sampaikan pada Keanu, perintahkan pegawai menutup restoran kita lebih awal malam ini. Mereka, jika dibiarkan akan terus mengacau minum sampai mabuk hingga dinihari."
Setelah selama beberapa menit padam, kini semua lampu dan penerangan di kediaman Salvatore, taman serta tempat tinggal pelayan, pasukan khusus juga pengawal, kembali menyala terang.Awan gelap yang menghalangi cahaya rembulan dari atas langit pun kini hilang begitu saja, seakan tersapu oleh angin. "Ini ...?"Tenggorokan Gerardo tercekat memperhatikan sekeliling, sementara sebelah tangan masih mencengkeram kerah baju Luca yang sudut bibirnya menyeringai sinis.Hampir separuh dari orang-orang yang ada di lapangan, para anggota pasukan khusus, pengawal dan pelayan, tubuh mereka jatuh ke tanah, sudah tak bernyawa dengan leher tergorok masih bersimbah darah, seperti ayam yang dibantai. "Maaf, aku menjadi celah masuknya pengkhianat ke keluarga kita." Luca berkata datar pada Gerardo, melepaskan cekalan tangan saudaranya itu, lalu gegas membalikkan tubuh pergi menuju kediaman.Gerardo terpaku, matanya nanar memandangi tubuh-tubuh anak buahnya yang tergeletak tak beraturan di atas tanah, sem
Tenggorokan Jason tercekat mendengar perkataan Megan di depannya. "K-kalau begitu, ku mohon, tolong bunuh aku ..." pinta Jason lirih dengan tatapan penuh harap memandang Megan."Membantu membunuhmu?" Megan memajukan tubuh bagian atasnya merunduk ke arah Jason, bibirnya tersenyum menyeringai sinis, "Kau pikir, siapa dirimu dan memiliki hak untuk meminta bantuan padaku?!" pungkasnya mendengkus seraya melangkah mundur sambil menarik lengan Bonnie yang terus melirik Ubba dari kejauhan. Hera yang dipakaikan jubah oleh Megan sebelum dibawa ke lapangan depan tempat tinggal para pelayan dan pengawal serta pasukan khusus, kini jubah tersebut sudah terkoyak lepas, memperlihatkan gurat-gurat luka menyeramkan pada tubuhnya yang tak lagi indah dan elok dipandang mata. "Ahhh ..." bibir Hera berseru nyaring antara pilu kesakitan dan kenikmatan ketika sebelah tangannya sendiri meremas buah dadanya dan tangan yang lain ia gunakan untuk mengobok-obok sela paha. Meskipun malam hari, lapangan tempat
Kilau putih dari pedang di tangan Zeze terlihat menyilaukan bagaikan petir di malam dengan penerangan cahaya bulan dan lampu temaram jauh dari resort. Shhraangg!! Suara itu sangat tajam dan melengking, membuat ngilu dan tubuh menjadi merinding Laras senapan baja prajurit yang beberapa detik lalu berdentum besar menembak Zeze dalam jarak dekat, kini terpotong sempurna, layaknya lilin bagi pedang floret. "Ackhhh ..." pekikan pilu terlontar begitu saja dari mulut para prajurit yangmana selanjutnya tubuh mereka jatuh menggelosor tak beraturan satu persatu ke atas tanah dengan leher hampir putus terbabat. Kilauan ujung pedang Zeze masih terus berlanjut, bergerak sangat cepat seperti kilatan cahaya, sudah berdiri di depan Pierre, berhadapan dengan prajurit ahli beladiri. Para prajurit ahli beladiri di depan Zeze, semuanya tegak terpaku. Mata mereka melebar begitu mengenali gadis muda yang rambutnya berantakan karena ikatannya terlepas. Zeze Salvatore! Gadis muda yang vid
Prajurit di depan Zeze yang penutup wajahnya terlepas, menolehkan pandangan ke rekan-rekannya yang langsung bereaksi mengancam Zeze, mengelilingi Pierre dengan ujung senapan siap tembak. Hanya satu gelengan kepala samar, rekan-rekan prajurit pun langsung serentak menurunkan senapan mereka. Sang prajurit menatap Zeze yang terlihat sangat kecil, muda serta rapuh di matanya, "Jessica punya misi, dia tak ada di sini. Tapi kau dipastikan mati malam ini!" ucapnya pelan, bersuara dalam dan sangat tenang namun lengan besarnya berayun cepat mencekik leher Zeze yang lambat bereaksi karena mencerna kata-kata. "Zee!" Pierre maju selangkah, namun terhenti begitu prajurit merentangkan sebelah lengan ke arah dadanya. "Tulang leher wanitamu ini akan patah jika kau berani maju selangkah lagi!" Pierre menelan ludah, menatap Zeze yang memberi kode dengan kedipan kelopak mata agar menuruti perkataan sang prajurit. Dari kejauhan telinga Zeze bisa mendengar suara kapal berlabuh di pantai, kemudian d
Begitu turun dari mobil, Hera di seret oleh Megan menuju lapangan tempat para anggota pasukan khusus, para pelayan dan pengawal tinggal di bagian belakang serta samping kediaman besar Salvatore. Sementara Ubba menarik tengkuk pakaian Jason yang sudah compang camping, berjalan terseok-seok, tak punya tenaga dan daya untuk memberontak sama sekali, mengikuti Megan yang lebih dulu menyeret Hera. Bonnie berjalan diam di belakang Ubba, yangmana mereka juga diikuti para pengawal yang menjaga Hera dan Jason sebelumnya di gedung serba guna. "Ada yang harus ku lakukan, kau bawa dia dulu ke lapangan sana." Ubba berkata pada Bonnie yang hanya mengangguk tanpa berkata apapun selain sudut bibirnya tersenyum tipis namun tatapan mata sangat sendu. "I love you, Bon-bon!" Ubba memberikan kecupan ke kening Bonnie yang lagi-lagi hanya mengangguk, seakan sedang menahan sesak di dalam dada. Ubba sudah berlalu, memasuki kediaman Salvatore menggunakan pintu samping, meninggalkan suasana malam menjadi sem
Deru suara motor terdengar nyaring membelah jalanan malam yang masih sibuk dengan hiruk pikuk manusia mencari hiburan. Pierre membonceng Zeze di sepeda motor sportnya, tak membiarkan gadisnya itu mengendarai sendiri. Lokasi yang disinyalir sebagai resort tempat tinggal Jessica, diberitahu Luca pada Zeze terletak pada bagian atas Sorrento, tepi tebing laut dengan pemandangan sangat indah, tenang serta termasuk hunian mewah. Di Palermo, Luca masih memantau layar monitor yang ia proyeksikan di depannya. Pada atas meja, ada ponsel milik Hera yang akhirnya berhasil di retas oleh Luca. "Sayang ...belum tidur?" Michele masuk sambil membawa meja beroda yang terdapat piring camilan malam untuk Luca. "Damon tidur bersama Ayah dan Ibu, tadi sudah pompa ASI." Michele memberitahu sebelum Luca bertanya tentang bayi mereka. "Aku ingin tidur bersamamu, sudah beberapa malam kita tidak tidur bersama." tutur Michele seraya memangkas jarak dengan Luca, memberikan kecupan ke kening dan bibir suaminy