"Kakak ..." Selena mengerutkan kening saat melihat Veronica berjalan ke pantry dalam rumah tinggal mereka bersama.
"Wajah kakak pucat, kakak baik-baik aja?" Selena menempelkan punggung tangan ke kening, pipi dan leher Veronica. "Tadi malam kakak pulang jam berapa? Aku tidak mendengar kakak pulang ..."
"Motormu lecet, apakah kau jatuh semalam, Veronica?" Keanu masuk dari pintu depan, langsung bertanya yang menghentikan pertanyaan Selena semakin meneliti penampilan saudari perempuan di depannya.
"Aku tidak apa-apa. Motorku memang jatuh, tapi aku tidak terluka." Veronica menjawab sambil menjawil ujung hidung Selena yang mulutnya masih terbuka memandanginya.
"Sungguh, Selena ...aku tidak apa-apa!" Veronica terkekeh rendah karena Selena memutar tubuhnya dan memindai dari atas sampai ke kaki yang membuat Keanu, suami adik perempuannya itu turut memperhatikannya.
"Gelang tali apa ini? Kakak pergi kemana sebenarnya semalam?" Selena melihat ada gelang tali terpasang pada pergelangan tangan Veronica.
"Oh, aku menemukannya di jalan. Menurutku lucu, jadi ku pakai." Veronica menjawab asal, menarik tangannya, melanjutkan membuat roti bakar srikaya untuk sarapan mereka semua.
"Jika terjadi sesuatu, jangan sungkan untuk bercerita pada kami." Keanu berkata sembari ia mengambil bahan masakan untuk membuat soup, sementara Selena menyiapkan wadah serta menggiling kopi yang kemudian ia seduh untuk mereka bertiga.
Veronica mengangguk tersenyum menanggapi Keanu yang kembali berkata, "Para pemuda tadi malam, sepertinya memiliki niat jahat padamu. Mulai sekarang, aktifkan terus ponselmu dan berhati-hati pergi kemanapun. Atau mau aku sewa pengawal ..."
"Jangan berlebihan, Keanu. Aku baik-baik aja. Tidak perlu kuatir." potong Veronica cepat sambil melirik Selena yang baru saja terdengar mengaduh karena jemarinya tersiram air panas ketika hendak menyeduh kopi untuk cangkir Veronica.
Keanu bergegas menghampiri Selena, membawa tangan istrinya itu untuk diguyur di bawah air kran mengalir pada wastafel.
"Perih?"
Selena menggelengkan kepala, namun ekor matanya melirik ke arah Veronica yang sudah menata sarapan di atas meja, juga mengambil alih pekerjaan Keanu membuat soup.
Sebuah firasat tiba-tiba menyelip ke relung hati Selena yang membuatnya merinding dan termangu selama beberapa saat.
"Guyur sebentar lagi, aku ambilkan salep agar tanganmu tidak melepuh." Keanu segera berlalu untuk mengambil kotak obat.
"Jangan suka melamun, hem?" Veronica menyuapkan potongan roti yang telah ia olesi srikaya ke mulut Selena yang justru airmata wanita muda itu mengalir deras di sudut matanya tanpa bisa ia kendalikan.
"Ada apa? Kenapa kau menangis?"
Selena langsung berhambur memeluk Veronica dan melabuhkan wajah ke atas pundak saudarinya, "Kakak tidak boleh pergi meninggalkanku. Selain Keanu, cuma kakak yang aku punya."
Veronica mengusap lembut punggung Selena, "Dasar bodoh! Sudah lupakah akan janji kita yang akan selalu bersama-sama?" gerutu sayang Veronica sambil menciumi sisi kepala adik perempuan satu-satunya itu.
Setelah banyak hal dan tragedi yang mereka lalui bersama, menyaksikan sendiri Papa kandung mereka tewas dan mengetahui kenyataan jika Mama mereka berdua yang bersaudari juga sama-sama dibunuh oleh orang-orang suruhan Efka Reager, Papa mereka.
Kini Veronica dan Selena hanya memiliki satu sama lain, dimana Selena menikah dengan Keanu, orang yang menyelamatkan mereka berdua dari tragedi.
"Hari ini, kalian pergilah berlibur. Aku akan menghandel area bartender. Stok bahan makanan akan masuk sore, jadi tidak terlalu berat untuk dikerjakan." Veronica berkata setelah melihat Keanu sedikit menautkan alis menatap Selena manja di pelukannya.
"Tidak, hari ini ada janji dengan pihak perusahaan minuman. Jadi, nanti saja kita liburan bertiga." Selena menyahut, memasrahkan tangannya diolesi salep oleh Keanu yang membawanya duduk pada kursi.
"Oh, ya ...kemarin ada pemuda yang ingin bertemu denganmu, Kak. Dia ingin menawarkan kerjasama ...tapi aku minta dia mencicipi steak andalan kita dan dia bilang jika peternakan tempatnya bekerja memiliki kualitas daging jauh lebih baik."
Veronica mengerjapkan kelopak mata seraya ia mengunyah roti di dalam mulutnya. Ia memang menunggu Selena membahas pemuda yang bersama adiknya itu kemarin malam.
Pemuda yang juga membantunya dari para gerombolan mabuk dan gelang tali yang Veronica yakini milik si pemuda, ia pakai pada pergelangan tangannya setelah diperbaiki dan berniat mengembalikannya nanti jika mereka bertemu.
"Aku memintanya agar datang lagi siang ini juga membawa sampel produk yang hendak dia tawarkan pada kita."
"Pemuda culun dengan rambut rapi belah tengah kemarin malam?" Keanu bertanya memastikan karena hanya pria itu yang terlihat berbicara dengan istrinya.
"Benar, itu dia yang ku bicarakan. Kakak juga pasti melihatnya, sayang kekacauan para pemuda mabuk semalam membuatku lupa memperkenalkan kalian,"
"Kau memiliki kartu namanya?"
Selena menggelengkan kepalanya cepat, "Aku lupa, Kak." ringisnya dengan mulut terbuka lebar, memaksakan tawa tanpa suara.
--
Felix ditinggal di hotel dengan pengawalan ketat para pengawal pada bagian luar pintu kamar, sementara Susie pergi bersama Hvitserk melihat rumah yang akan mereka tinggali selama berada di Amalfi.
Sudah menjadi kebiasaan bagi Felix, ia lebih suka tinggal di lingkungan rumah daripada hotel atau apartement.
"Ini terlihat bagus." komentar Susie begitu orang suruhan Hvitserk membawa mereka ke sebuah rumah besar berlantai tiga dengan pemandangan lautan dan memiliki tebing serta pantai pribadi.
Dari lokasi strategis tersebut, bisa dipastikan jika pemiliknya pastilah orang yang berduit banyak pecinta laut dan pantai.
"Tapi, Madam ...ini hanya disewakan sebulan ..."
"Tak masalah!" Susie menjawab cepat, menoleh pada Hvitserk yang langsung tersenyum pada orang suruhannya.
"Bawa berkas penyewaan rumah ini padaku dan berikan kontak pemiliknya sekalian. Katakan pada pihak penyewaan rumah, kami hanya akan melakukan transaksi dengan pemiliknya langsung tanpa perantara!"
"Baik, Bos Hupits. Mengenai orang yang tadi malam Bos besar pinta, siang ini sudah mulai masuk bekerja di restoran The Grill."
"Bicarakan itu nanti. Aku masih membutuhkan bantuanmu selanjutnya, pastikan alat komunikasimu aktif!" tolak Hvitserk yang tidak ingin membicarakan hal tentang para pengawal untuk Veronica atas perintah Felix di depan Susie.
Felix masih merahasiakan tentang Veronica. Maka, sebagai asisten sekaligus sahabat juga tangan kanannya, Hvitserk berkewajiban melindungi apapun yang Felix tidak ingin diketahui oleh orang lain, meskipun itu Susie dan keluarganya sekalipun.
Susie tersenyum tipis menikmati pemandangan laut biru di depannya. Dia teringat ketika pertama kali di bawa ke Karibia untuk membantu merawat Zetha, saudarinya Felix sejak usia dua tahun.
"Felix membeli bisnis restoran di sini?" Susie bertanya pada Hvitserk yang datang membawakannya minuman segar kemasan, tanpa memalingkan wajah dari memandangi lautan di depannya.
"Uhm, Felix belum mengatakannya."
Susie menoleh menatap lekat ke wajah Hvitserk, "Lalu, apakah telingaku tuli jika tadi aku mendengar bawahanmu mengirimkan orang untuk bekerja di restoran The Grill? Katakan jujur, Hvitserk, apakah putraku terlibat bisnis atau ..."
"Bisnis, Ambu." Hvitserk menjawab cepat.
Susie mendesah pelan. Susie sangat paham jika Felix akan menggunakan berbagai macam trik agar bisa mendapatkan bisnis apapun yang sudah dia targetkan.
Tapi untuk apa bisnis restoran di Amalfi ini? Keluarga Salvatore memiliki restoran mewah di Hawaii.
--
Malam sudah sangat larut, tetapi Veronica yang berkata akan pulang naik taksi karena motornya sedang diperbaiki, masih belum tiba di rumah.
Selena berjalan bolak-balik, ponselnya masih berdering tetapi tidak kunjung ada jawaban dari Veronica.
"Tunggu di rumah, aku akan menyusul ke restoran." Keanu bangkit mengambil jaket dan kunci mobil hendak pergi keluar.
"Aku ikut!" Selena tidak mau ditinggalkan seorang diri. Seharusnya tadi ia memaksa tinggal bersama Veronica di restoran dan pulang bersama ke rumah.
"Aku takut para pemuda kemarin menaruh dendam pada Kakak dan menculiknya ..." cicit Selena sedih mengerjapkan kelopak mata agar tidak menangis.
Di tempat lain, Veronica duduk dengan kelopak mata terpejam rapat pada kursi belakang taksi yang sebelumnya ia tumpangi untuk membawanya pulang ke rumah.
Sang sopir taksi menyeringai sinis, melirik Veronica dari spion setelah menyemprotkan aroma mengandung obat bius, tepat ketika Veronica membuka pintu taksi lalu duduk pada jok belakang.
Sudah berbulan-bulan Knox dan pria cleaning service bergaul, namun Knox belum mengetahui identitas dari pria yang ponselnya sering ia pinjam tersebut. Knox juga sering menyelinap keluar, berkat bantuan dari sang pria cleaning service yang memberikan pakaian tertutup dari ujung kaki sampai kepala juga menutup wajah layaknya beberapa staff di tempat yang disebut Eleanor sebagai 'rumah aman'. Kenyataannya, rumah aman tersebut memiliki terowongan bawah tanah, tersambung langsung ke pusat laboratorium, serta lokasinya tak berada jauh dari gedung tempat tinggal pribadi Eleanor. Kini, sang pria cleaning service membuka pakaian dan penutup wajahnya di depan Knox. "Kau?!" Knox tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, "Tony!" lanjutnya berseru dan merentangkan kedua lengan untuk menyambut pelukan dari 'Tony', sahabatnya. "K-kenapa kau harus menutup wajahmu padaku? Kenapa tak dari awal kau memperlihatkan wajahmu? Ada yang kau sembunyikan?" Knox menyipitkan sebelah matanya setelah pertanyaa
'Netaya' Pria staff khusus perang yang sebelumnya sangat gagah menembaki mobil Pierre hingga meledak, kini hanya bisa menuliskan satu kata 'Netaya' pada secarik kertas yang diberikan penyidik kepolisian karena lidahnya sudah di potong oleh Anne. Sang pria pemimpin syndicate meninju meja kaca. layar laptopnya bergetar dan dokumen rahasia berhamburan ke udara lalu jatuh berantakan ke atas lantai.Pada layar monitor laptop, beberapa pemimpin operasional syndicate juga tersambung, semuanya terlihat marah begitu pemimpin kepolisian kepolisian New York menampilkan tulisan tangan staff khusus menyebut Netaya.Netaya adalah seorang wanita, pemimpin negara di Timur tengah yang bertahun-tahun menjadi rekan dan tangan kanan dalam misi-misi rahasia syndicate, benarkah ia berkhianat? Beberapa saat kemudian, sambungan telpon dan video 'meeting' pemimpin syndicate sudah terputus, "Kau sudah memberikan misi pada priamu?" pria tampan pemimpin syndicate bertanya melalui sambungan telpon pribadi ke
"Baiklah Pierre, aku minta maaf sudah menyeretmu ke dalam situasi ini, jika kau tak mau bangun, bearti kau tak layak untuk Zee, adikku!"Simon berkada dingin lalu bangkit berdiri, ia sudah melakukan apa yang bisa dilakukan untuk membantu Pierre siuman."Atas nama Luca, saya juga minta maaf." Luciano turut mengikuti Simon, berhenti memompa dada Pierre yang tetap terbaring kaku dengan wajah pucat seakan darah pun berhenti mengalir dalam tubuhnya."Aku akan mengobati tubuhmu, jangan kuatir." sejalan dengan duo lelakinya, Zetha meraih tas medis, berniat menjahit ulang cidera bekas peluru yang kembali terbuka pada tubuh Pierre."Maaf, mungkin kau memang tak layak untuk Zee. Tapi sebagai ibunya, aku tetap harus berterima kasih padamu." Zetha berbisik sudah siap dengan benang dan jarum di tangan.Beep ...Beepp ...Bep!Monitor portable yang dihubungkan Simon ke organ vital Pierre berdetak, semakin naik dan naik.Tangan Simon yang sudah menyentuh gagang pintu ruangan untuk berganti pakaian ba
Zeze menutup mulutnya dengan telapak tangan, airmata sudah membanjir membasahi wajah cantiknya namun pandangannya tak berkedip memperhatikan layar proyeksi besar di depannya. Luca di sebelah Zeze, menggenggam telapak tangan keponakannya itu, jantung dalam rongga dadanya berdentam-dentam, tak siap kehilangan siapapun lagi anggota keluarganya. Pierre sudah termasuk bagian dari keluarga besarnya karena calon suami yang disukai Zeze, keponakannya. Jika Pierre dan Simon tak selamat, bukan hanya Zeze yang akan terpuruk, tapi mereka semua. Keluarga besar Salvatore mungkin akan kecewa pada Luca yang menjalankan misi diam-diam, terkesan brutal juga dadakan dan terburu-buru tanpa persiapan matang. "I love you, Young Lady." "Aku mencintaimu, Zee." Simon dan Pierre sama-sama berbisik rendah, memejamkan kelopak mata, bersiap untuk kematian yang menyapa di depan mereka. Tiba-tiba ...Netra Luca yang tadinya tegang dan gugup, kini bersinar cerah melihat siluet dua motor sport melaju sangat c
New York, salah satu kota pusat perbankan di dunia, kota yang dikenal tak pernah tidur, lalu lintas padat dan suara sirene samar bergema dari arah mana-mana seakan bersahutan, bercampur dengan deru klakson mobil.Bangunan markas besar NYPD (New York City Police Department Headquarters) berdiri kokoh dengan kaca gelap dan struktur baja, terletak di One Police Plaza, Manhattan, menjadi tujuan Gurkha yang dikemudikan oleh Ted dengan Luca Spencer duduk pada kursi penumpang.Dari arah jalan lain Simon dan Pierre saling berpacu dengan tujuan yang sama dengan Ted dan Luca Spencer. Di halaman depan gedung NYPD, terdapat barikade besi dan lampu sorot yang membuat tempat tersebut seperti benteng.Polisi berseragam terlihat masuk-keluar seakan seperti rutinitas yang biasa, meskipun sudah menjelang dinihari. Mereka membawa berkas, berbicara lewat radio, sebagian naik ke mobil patroli yang berjejer di sepanjang jalan.[Semua siap?] terdengar suara Luca Salvatore bertanya melalui sambungan radio ke
"Ambu ..." Felix bergumam serak saat Charles memberitahu ada helikopter keluarga Jakovsky mendarat di halaman belakang. Susie gegas turun dari helikopter lalu berlari masuk ke kediaman Felix dan Freyaa pun meloncat langsung memanjat ke gendongan Susie begitu wanita separuh baya yang masih terlihat sangat sehat juga seksi tersebut memasuki ruangan tengah. "Oh, Sayang ...apakah kau baik-baik aja? Apakah ada cidera? Bagaimana perasaanmu?" cecar Susie sambil mendekap Freyaa erat-erat dalam pelukannya. Kepala Freyaa mengangguk-angguk, tak ada kata yang berhasil meluncur keluar, tenggorokannya tercekat dan titik air hangat jatuh meluncur di sudut matanya yang sengaja gadis kecil itu sandarkan wajah ke atas pundak Susie. "Sekarang ada ambu di sini, kau akan baik-baik aja, hem?" Susie membelai lembut punggung Freyaa yang bisa ia rasakan tubuh putri bungsunya Zetha dan Luciano tersebut bergetar menangis. Tak lama kemudian, Felix datang menyambut Susie, menekan tombol pada kursi rodanya se