Share

Tidur berpelukan

Penulis: Lia Scorpio
last update Terakhir Diperbarui: 2022-08-15 13:38:13

Perjalanan yang ditempuh harusnya hanya delapan jam, kini harus di luar dari perkiraan, karena ada kesalahan. Intan dan Lingga akhirnya tiba di hotel yang mereka tuju menjelang tengah malam. Hotel mulai terlihat sepi, hanya ada satu atau dua orang saja yang berjalan melewati meja resepsionis. Lingga menarik tangan Intan menuju meja resepsionis untu memesan kamar.

"Permisi Mbak! Saya mau pesan dua kamar," ujar Lingga.

"Maaf sekali Pak, kamar yang tersisa hanya sisa satu," sahut resepsionis itu, menangkupkan kedua tangannya di dada.

"Hanya ada satu kamar? Apa tidak ada kamar lain lagi?" tanya Lingga, tidak percaya.

"Maaf Pak, tidak ada," jawab resepsionis itu lagi.

"Hotel sebesar ini, masa iya tidak ada kamar lagi, Mbak?" Kali ini Intan yang bertanya, menurut Intan mustahil jika kamar hanya tersisa satu saja.

"Maaf Mbak, memang hanya sisa satu. Dikarenakan banyak sekali kunjungan ke tempat wisata, dan ini adalah satu-satunya hotel di tempat ini, makanya kamar-kamar banyak yang mengisi," jelas resepsionis itu.

Lingga menoleh ke arah Intan, lalu menariknya sedikit menjauh.

"Bagaimana? Apa kamar itu diambil saja?" tanya Lingga.

"Ya, mana mau bagaimana lagi? Kata mbak itu, di sini hanya hotel ini yang ada. Kalau tidak diambil, kita mau tidur di mana, Pak? Ini juga sudah tengah malam, mencari tempat lain juga percuma," sahut Intan, sudah mulai pasrah.

"Kamu benar juga. Yasudah, saya ambil kamar itu. Tapi, awas saja kalau kamu macam-macam nanti, saya masih perjaka!" Lingga memperingati Intan, sebelum kembali ke meja resepsionis.

"Saya ambil satu kamar itu Mbak," ucap Lingga.

***

Di dalam kamar yang ukurannya sedang dengan satu ranjang muat dua orang, kini Lingga dan Intan berdiri. Keduanya nampak termangu menatap ruangan itu. Tidak ada sofa ataupun barang lain yang bisa membuat mereka tidur terpisah.

"Hanya ada satu ranjang di kamar ini. Karena saya atasan kamu, jadi saya yang akan tidur di ranjang ini sendirian. Kamu tidur di lantai!" perintah Lingga.

Wajah Intan memerah, emosinya kali ini benar-benar di ujung tanduk. Badannya sudah letih sekali karena perjalanan panjang, niat hati ingin beristirahat dengan nyaman, malah dirinya haru tidur di lantai.

"Saya tidak mau! Bapak saja yang di lantai, saya kan wanita. Masa iya saya yang tidur di bawah. Kenapa Bapak yang laki-laki tidak mau mengalah?" tolak Intan.

"Maaf, saya tidak berminat mengalah," ucap Lingga, melangkah menuju tempat tidur.

Intan yang tidak mau tidur di lantai. Berlari lebih dulu ke arah tempat tidur. "Dari pada kita berdua ribut masalah tidur. Kita tidur berdua saja di sini, dengan guling ini sebagai pembatasnya. Jadi sama-sama adil," saran Intan, meletakkan gulung di tengah ranjang.

"Kenapa kamu yang mengaturnya? Yang bos di sini, saya atau kamu?" Lingga kesal dengan tingkah Intan.

"Sudahlah Pak, jangan terlalu banyak protes! Ini darurat, dari pada besok saya sakit karena semalaman tidur di lantai. Saya sudah membagi area masing-masing. Jadi, saya harap Bapak jangan macam-macam! Saya masih perawan soalnya," ujar Intan, membalas kata-kata Lingga saat di meja resepsionis tadi.

"Kamu!" Kata-kata Lingga terhenti, saat Intan dengan cepat menutup mulut Lingga.

"Jangan terlalu mengomel Pak, saya gerah, mau mandi dulu!" sela Intan, kemudian beranjak dari tempat tidur.

Lingga masih terdiam, tangan Intan yang menurutnya memiliki harum yang khas, membuat hasratnya tiba-tiba saja menggelora.

'Ah sial, kenapa aku jadi begini? Sadar Lingga, dia itu hanya gadis kecil. Jangan berpikiran yang tidak-tidak. Asal usulnya juga masih belum jelas,' batin Lingga, membuang pikiran kotornya.

Setelah Intan selesai mandi, Lingga langsung membuang muka saat melihat Intan yang terlihat lebih segar dengan memakai piyamanya. Wangi sabun mandi dan shampo, menyeruak memenuhi rongga pernafasan Lingga. Tidak mau berbuat yang aneh-aneh, Lingga dengan cepat berlari menuju kamar mandi membawa peralatan mandinya.

Intan tidak terlalu memperdulikan tingkah aneh bosnya itu. Badannya terlalu letih, matanya juga sudah mulai mengantuk. Intan berjalan menuju tempat tidurnya. Tanpa menunggu Lingga menyelesaikan ritual mandinya. Intan memilih untuk tidur lebih dulu.

***

Pagi hari, saat keduanya terbangun, Intan tiba-tiba saja berteriak keras. Hal itu membuat Lingga yang masih tidur langsung terbangun karena teriakan keras Intan. "Kamu kenapa sih? Dasar aneh! Kenapa berteriak seperti itu?" geram Lingga, masih belum menyadari sesuatu.

"Seharusnya saya yang marah. Apa yang sudah Bapak lakukan? Kenapa Bapak memeluk saya seperti ini?" tanya Intan, langsung mendorong Lingga sampai terjatuh dari tempat tidur.

"Aw, sakit!" rintih Lingga, bangkit dari tempatnya terjatuh. "Kenapa kamu mendorong saya? Berani sekali kamu!" sentak Lingga tidak terima.

"Salah Bapak sendiri, bukannya tadi malam saya sudah bilang. Jangan sampai melewati batas guling ini! Kenapa Bapak malah melanggarnya? Bapak juga memeluk saya tadi. Bisa saja Bapak melakukan hal yang lain saat saya tidur tadi," tuduh Intan.

"Enak saja kalau bicara. Memangnya kamu pikir, kamu itu siapa? Hanya sekretaris cadangan saja! Kamu juga bukan tipe saya, jadi tidak mungkin saya tertarik dengan wanita seperti kamu," sanggah Lingga. "Coba lihat guling itu! Jatuhnya di mana? Sedangkan saya tidurnya di mana?" lanjut Lingga bertanya, menunjuk ke arah guling yang jatuh di samping tempat tidur Intan.

Mata Intan membulat melihat guling itu tergeletak begitu saja di lantai tepat di samping dirinya tidur. "Mungkin itu hanya kebetulan saja, atau itu hanya akal-akalan Bapak saja. Supaya, seolah-olah saya yang menyingkirkannya," sanggah Intan, tetap menyalahkan Lingga, walaupun dirinya sendiri tidak yakin jika pria di hadapannya berniat jahat.

"Kalau tidak percaya, kita cek cctv saja! Biar jelas semuanya!" ujar Lingga, mencoba mencari bukti.

"Tidak perlu. Semua ini sudah jelas salah Bapak! Saya peringatkan sekali lagi, jangan pernah menyentuh saya lagi! Bisa-bisa keperawanan saya hilang, karena di sentuh Bapak," sahut Intan, bergegas berlari ke kamar mandi.

"Hei, keperawanan itu tidak mungkin hilang kalau hanya bersentuhan," teriak Lingga, tidak terima jika dirinya disalahkan.

Intan membuka pintu kamar mandi, lalu mengeluarkan kepalanya. "Bisa saja hilang, kalau terlalu lama bersentuhan, bisa-bisa yang lainnya juga bersentuhan, dan akhirnya terjadi pembuahan," sahut Intan, lalu menutup pintu kamar mandi lagi.

Lingga mengacak-acak rambutnya kasar. Baru kali ini dirinya bertemu wanita seperti Intan. Hanya seorang sekretaris magang, sudah berani menuduh, bahkan mendorongnya sampai terjatuh ke lantai.

'Gadis ini benar-benar lain dari yang lain. Kenapa aku jadi penasaran dengan dia? Sepertinya aku harus mencari informasi tentang gadis ini. Dari sikap dan caranya bicara, sepertinya dia dari keluarga terpandang. Para wanita tidak ada yang berani menolakku, sedangkan dia secara terang-terangan melakukan ini." batin Lingga, menatap lekat pintu kamar mandi yang sudah terkunci rapat.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Terkurung di kantor

    Agung masuk tanpa persetujuan Lingga. Asisten pribadi Lingga itu langsung menghampiri keduanya yang sudah tertangkap basah ingin berciuman. "Gila, ini kantor Bos," ledek Agung. Intan langsung mendorong Lingga menjauh. Wajahnya memerah menahan malu. Tanpa mengatakan atau membela diri, Intan bergegas keluar dari ruangan Lingga. "Kenapa kamu masuk tidak ketuk pintu dulu?" Lingga menatap tajam Agung yang terlihat santai "Aku sudah mengetuknya, kamu saja yang tidak dengar. Saking fokusnya ingin berciuman, kamu sampai tidak tau," sindir Agung, menyerahkan satu map berwarna coklat kepada Lingga. "Ini jadwal kamu besok sampai satu minggu ke depan, aku hanya mau menyerahkan ini saja," lanjut Agung, tersenyum mengejek. Lingga tidak menerima map itu, hanya matanya yang melirik sinis. "Kamu hanya memberikan ini saja? Cepat keluar sana! Lain kali, kalau mau masuk, ketuk pintu dulu!" usir Lingga, mendorong tubuh Agung, menuju pintu. Agung terkekeh mendapa

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Hampir berciuman

    Intan duduk termenung di kursinya. Kata-kata Agung membuatnya bingung. "Masa iya di kantor besar seperti ini ada kodok sih? Apa benar? Terus, dari mana Pak Agung tau, kalau tuh kodok berjenis betina?" "Aku seperti orang bodoh saja memikirkan ini. Apa jangan-jangan, pak Agung membohongi aku?" lanjut Intan bermonolog sendiri.Sibuk dengan pemikirannya. Telepon kantor di ruangannya berdering. Dengan tergesa-gesa Intan meraih gagang telepon di atas mejanya. "Hello selamat pagi, di sini Intan Sasmita, sekretaris dari perusahaan Lingga Mahendra," "Tidak perlu diberitahu! Cepat keruangan saya sekarang!" titah seorang pria, yang tidak lain adalah Lingga. Intan langsung meletakkan kembali gagang telepon ke tempat asalnya. "Huh, ternyata bos gila itu. Sudah bicara lembut, ternyata bukan orang penting yang menelepon," umpat Intan, dengan malas beranjak dari duduknya. Intan berjalan gontai menuju ruangan Lingga. Terlalu malas jika harus bertemu atasan yang selalu s

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Kodok betina

    Dengan sangat terpaksa Lingga hanya bisa menuruti kemauan Agung saja untuk tidak memotong gajinya. Ancaman dari asistennya itu, benar-benar membuat Lingga tak berdaya. "Sana keluar! Kerja yang benar, awas saja kalau ada yang salah!" "Kamu tenang saja Bos, semua kerjaan aman di tangan asisten handal seperti aku," sahut Agung, dengan penuh percaya diri. "Eh, tapi apa Bos yakin, tidak mau melihat sekretaris baru yang sesuai kriteria perusahaan?" tanya Agung, menggoda Lingga. "Keluar atau aku pecat kamu!" Lingga benar-benar dibuat kesal pagi ini. Agung langsung berlari keluar dari ruangan Lingga sambil terus tertawa. Mengerjai atasan itu, benar-benar ada kebahagiaan tersendiri, apalagi atasan yang seperti Lingga. Lingga melemparkan pena ke arah pintu yang baru saja Agung tutup, lalu memutarkan kursinya ke arah belakang. "Aduh!" Intan mengusap keningnya yang sakit. Mendengar suara yang familiar, Lingga langsung memutar kembali kursinya menghadap

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Mencari Intan

    Tak jauh berbeda dengan Intan. Lingga hanya bisa berbohong untuk saat ini. Tidak mungkin dirinya menceritakan kejadian saat di kamar mandi, saat dirinya tidak sengaja memegang satu diantara gunung kembar milik Intan karena lampu padam. "Bukannya tidak mencari kamar lain Ma, tapi saat itu memang semua kamar sedang penuh. Mama dan Papa kan tau sendiri kota itu bagaimana? Kota itu tempat wisata, pasti banyak yang datang," jelas Lingga, memberi alasan yang masuk akal. "Banyak alasan kamu Ga. Memangnya di kota itu cuma ada satu hotel saja? Masih banyak hotel lainnya, belum lagi penginapan, tidak mungkin semuanya penuh. Kalau mau memberi alasan, yang masuk akal sedikit. Memangnya kamu pikir, Mama dan papa ini bodoh?" omel sang mama. "Sudahlah Ma, semuanya juga sudah terlanjur. Tapi, kamu benar-benar tidak melakukan apa-apa kan, Ga? Jangan macam-macam kamu Ga! Reputasi kamu bisa hancur kalau sampai punya skandal dengan sekretaris. Itu juga akan ber

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Alasan Lingga

    Cukup lama Intan terdiam, gadis bermanik hitam itu akhirnya mendongakkan kepalanya. "Tidak Yah, Intan memang sempat masuk ke kamar pak Lingga waktu itu. Tapi bukan karena tidur satu kamar. Ada berkas yang Intan ambil untuk persiapan meeting," ujar Intan berbohong. Sang ayah menghela nafas lega. "Syukurlah kalau begitu. Kalau sampai kalian tidur satu kamar, Ayah pastikan kalian menikah saat itu juga," sahut ayah Intan. Intan menelan air liurnya kasar. "Ah, Ayah, tidak mungkin Intan satu kamar," "Hem, iya. Besok kamu mulai masuk kerja lagi? Apa kamu betah kerja di sana?" tanya ayahnya. "Betah kok Yah, besok Intan kerja lagi. Memangnya kenapa Yah?" "Baguslah kalau kamu betah. Kalau tidak betah, kamu kerja di perusahaan Ayah saja. Tidak kenapa-kenapa sih, Ayah cuma khawatir saja. Apa kamu tidak mendengar berita di kantor itu, bagaimana Lingga memimpin. Ada banyak karyawan dan sekretaris yang dia pecat, karena ti

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Intan diinterogasi ayahnya

    Tak terasa, pekerjaan luar kota Lingga dan Intan akhirnya selesai. Setelah kejadian pegang memegang beberapa hari lalu, Intan seolah menjaga jarak, walaupun Lingga beberapa kali meledeknya. "Kamu kenapa sekarang pendiam sekali? Apa kamu masih marah karena kejadian itu?" tanya Lingga, merasa tidak nyaman diabaikan. Intan menggeleng sambil membenahi kopernya. "Saya sudah melupakan kejadian itu. Jadi, saya mohon jangan diungkit lagi! Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa!" Kopernya sudah siap, Intan berdiri memegang kopernya. "Saya sudah siap," ujar Intan, sudah tidak sabar ingin segera pulang. Lingga tidak melanjutkan percakapannya lagi. Tanpa mengatakan apa-apa, Lingga langsung berjalan menyeret koper besar miliknya keluar dari kamar hotel. Perjalanan pulang kali ini tidak terlalu lama seperti saat mereka datang. Keduanya sudah sampai di bandara, menunggu pesawat yang membawa mereka sebentar lagi berangkat. "Apa kita makan dulu?" tanya Lingga,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status