Share

Bos mesum

Author: Lia Scorpio
last update Huling Na-update: 2022-09-20 19:39:06

Seusai keluar dari kamar mandi, Intan duduk di atas tempat tidur dengan beberapa alat make up di depannya. "Aku tidak terbiasa memakai make up, terus, bagaimana cara memakainya? Kalau tidak pakai make up, nanti pasti terlihat pucat," Intan bermonolog sendiri, bingung.

"Tidak usah memakainya kalau tidak bisa! Yang ada, kamu nanti akan terlihat seperti badut mampang yang ada di trotoar," ejek Lingga, yang baru saja keluar kamar mandi.

Intan menoleh ke arah Lingga, tanpa sadar langsung menutup matanya. "Bapaak! Kenapa keluar kamar mandi hanya menggunakan handuk saja?" jerit Intan.

Lingga memperhatikan tubuhnya sendiri di kaca kamar itu. "Hei! Tidak perlu menjerit seperti itu! Memangnya apa salahnya? Saya ini pria, jadi ini hal wajar saja. Lain lagi kalau kamu yang seperti ini. Dasar aneh! Apa kamu tidak pernah melihat badan pria lain sebelumnya?"

"Cepat masuk ke kamar mandi lagi! Gunakan pakaian Bapak dulu, baru keluar. Bisa-bisa ternoda mata suci saya ini. Ya Allah, ampuni hamba, ya Allah," ujar Intan, membuat Lingga mengerutkan keningnya mendengar ucapan Intan.

"Sudah, sudah! Jangan terlalu banyak drama! Ini saya juga mau pakai baju. Pakai baju di sini saja, tidak usah ke kamar mandi. Buka saja tutup mata kamu itu, tidak ada yang ternoda jika hanya melihat tubuh indahku ini,"

"Pakai saja dulu pakaian Bapak. Bapak yang harusnya jangan terlalu banyak bicara. Menyebalkan!"

Lingga sudah selesai memakai pakaiannya. Kemudian berjalan pelan mendekati Intan yang masih setia menutup matanya.

"Buka matamu! Jangan terlalu sok suci!" bisik Lingga, tepat di samping telinga kanan Intan.

Bulu-bulu kecil tangan dan tengkuk Intan seketika meremang merasakan desahan nafas Lingga yang begitu dekat. Seketika Intan membuka penutup matanya.

"Apa sih Pak? Kenapa berbisik di telinga saya?" Intan spontan memukul pipi Lingga.

Lingga menjauh seraya meringis memegang pipi kanannya. "Hei, berani sekali kamu menampar saya. Saya ini atasan kamu, jangan sembarangan kamu!" omel Lingga.

"Astaga! Maaf Pak, saya tidak sengaja," Intan menutup mulut, saat menyadari kesalahan yang baru saja dirinya buat.

"Maaf tidak diterima! Lihat saja nanti, kamu pasti akan saya pecat!" ancam Lingga, seraya melangkah menuju pintu kamar.

Intan mengutuk dirinya sendiri. Kesalahan fatal yang baru saja dirinya buat, sebentar lagi membawa dirinya dipecat dari pekerjaan yang baru beberapa hari dilakoninya.

"Pak, tunggu saya! Tolong jangan pecat saya!" Intan dengan cepat berlari mengejar Lingga yang sudah lebih dulu berjalan menuju restoran hotel.

Nafas Intan tersengal, langkah Lingga begitu cepat, sampai gadis itu terlihat kesusahan menyusulnya. "Pak! Tunggu dulu!"

Lingga menghentikan langkahnya dengan jarak lima meter dari Intan.

"Ada apa lagi?" tanya Lingga, membalikkan badannya.

"Tolong jangan pecat saya Pak, baru juga kerja masa sudah mau dipecat?"

Lingga menyeringai menatap Intan. " Boleh saja, tapi ada syaratnya,"

"Apa syaratnya?" tanya Intan, perasaannya mulai tidak enak melihat ekspresi wajah Lingga.

Lingga mendekat ke arah Intan. Spontan Intan memundurkan langkahnya. "Bapak mau apa? A-apa syaratnya?" tanya Intan, tergagap.

"Kamu harus memijat aku malam ini!" ujar Lingga, dengan entengnya.

"Hah? Memijat? Bapak? Aku tidak mau! Yang benar saja Pak, masa iya aku harus memijat Bapak? Kita ini bukan muhrim, jadi tidak boleh," tolak Intan cepat.

"Kalau begitu, terima saja nasib kamu!" Usai mengucapkan itu, Lingga melenggang pergi meninggalkan Intan yang masih berdiri mematung di tempatnya.

'Masa iya aku harus memijat dia? Ini tidak benar, sepertinya aku salah masuk perusahaan. Kalau begini ceritanya, bisa bahaya. Tapi, kalau aku sampai dipecat, berarti aku tidak ada kerjaan lagi? Terus, tinggal di rumah lagi, termenung memikirkan masalah pria brengsek itu dengan mantan sahabat yang brengsek? Ah... aku tidak mau,' gumam Intan, langsung berlari menyusul Lingga.

"Pak! Saya mau, saya terima syaratnya," teriak Intan, tanpa sadar dirinya malah jadi pusat perhatian tamu hotel yang lain.

Lingga yang baru saja mau duduk di tempat makan, langsung menghampiri Intan dan menyeretnya sedikit menjauh dari restoran. "Kamu kenapa teriak-teriak di tempat umum? Bikin malu saja!"

"Salah Bapak sendiri, siapa suruh meninggalkan saya. Saya mana sadar kalau di sana ada banyak orang," gerutu Intan.

"Kenapa malah menyalahkan saya? Hari ini banyak sekali kesalahan kamu. Pertama, kamu menuduh saya macam-macam saat bangun tidur. Kedua, kamu menampar pipi saya. Dan, yang ketiga, kamu malah menyalahkan saya. Sepertinya kamu memang benar-benar sudah siap dipecat," Lingga menatap Intan sinis.

"Bukan begitu maksudnya Pak. Aduh, kenapa salah lagi sih. Iya, saya minta maaf, saya salah. Saya mau menerima syarat Bapak. Saya bersedia memijat tubuh Bapak, tapi tolong jangan pecat saya," Intan terlihat memohon.

Lingga menempelkan jari telunjuknya di kening, seperti setengah berpikir. "Sayang sekali, syarat yang tadi sudah tidak berlaku. Kamu sudah menolaknya, jadi tidak ada tawaran ulang," ujar Lingga, membuat mata Intan melebar sempurna.

"Oh iya, satu lagi. Saya tidak meminta kamu memijat tubuh saya, tapi kepala saya. Tubuh saya terlalu berharga, jika harus disentuh tangan kotor sekretaris cadangan seperti kamu," bisik Lingga, kemudian benar-benar pergi meninggalkan Intan.

Wajah Intan memerah menahan kesal. Rasanya malu sekali mendengar kata-kata seperti itu. "Dasar bos mesum! Aku juga tidak sudi menyentuh tubuh kotormu itu! Dasar menyebalkan!" teriak Intan, sudah tidak memperdulikan lagi tatapan para tamu yang lain, yang menatap aneh ke arahnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Terkurung di kantor

    Agung masuk tanpa persetujuan Lingga. Asisten pribadi Lingga itu langsung menghampiri keduanya yang sudah tertangkap basah ingin berciuman. "Gila, ini kantor Bos," ledek Agung. Intan langsung mendorong Lingga menjauh. Wajahnya memerah menahan malu. Tanpa mengatakan atau membela diri, Intan bergegas keluar dari ruangan Lingga. "Kenapa kamu masuk tidak ketuk pintu dulu?" Lingga menatap tajam Agung yang terlihat santai "Aku sudah mengetuknya, kamu saja yang tidak dengar. Saking fokusnya ingin berciuman, kamu sampai tidak tau," sindir Agung, menyerahkan satu map berwarna coklat kepada Lingga. "Ini jadwal kamu besok sampai satu minggu ke depan, aku hanya mau menyerahkan ini saja," lanjut Agung, tersenyum mengejek. Lingga tidak menerima map itu, hanya matanya yang melirik sinis. "Kamu hanya memberikan ini saja? Cepat keluar sana! Lain kali, kalau mau masuk, ketuk pintu dulu!" usir Lingga, mendorong tubuh Agung, menuju pintu. Agung terkekeh mendapa

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Hampir berciuman

    Intan duduk termenung di kursinya. Kata-kata Agung membuatnya bingung. "Masa iya di kantor besar seperti ini ada kodok sih? Apa benar? Terus, dari mana Pak Agung tau, kalau tuh kodok berjenis betina?" "Aku seperti orang bodoh saja memikirkan ini. Apa jangan-jangan, pak Agung membohongi aku?" lanjut Intan bermonolog sendiri.Sibuk dengan pemikirannya. Telepon kantor di ruangannya berdering. Dengan tergesa-gesa Intan meraih gagang telepon di atas mejanya. "Hello selamat pagi, di sini Intan Sasmita, sekretaris dari perusahaan Lingga Mahendra," "Tidak perlu diberitahu! Cepat keruangan saya sekarang!" titah seorang pria, yang tidak lain adalah Lingga. Intan langsung meletakkan kembali gagang telepon ke tempat asalnya. "Huh, ternyata bos gila itu. Sudah bicara lembut, ternyata bukan orang penting yang menelepon," umpat Intan, dengan malas beranjak dari duduknya. Intan berjalan gontai menuju ruangan Lingga. Terlalu malas jika harus bertemu atasan yang selalu s

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Kodok betina

    Dengan sangat terpaksa Lingga hanya bisa menuruti kemauan Agung saja untuk tidak memotong gajinya. Ancaman dari asistennya itu, benar-benar membuat Lingga tak berdaya. "Sana keluar! Kerja yang benar, awas saja kalau ada yang salah!" "Kamu tenang saja Bos, semua kerjaan aman di tangan asisten handal seperti aku," sahut Agung, dengan penuh percaya diri. "Eh, tapi apa Bos yakin, tidak mau melihat sekretaris baru yang sesuai kriteria perusahaan?" tanya Agung, menggoda Lingga. "Keluar atau aku pecat kamu!" Lingga benar-benar dibuat kesal pagi ini. Agung langsung berlari keluar dari ruangan Lingga sambil terus tertawa. Mengerjai atasan itu, benar-benar ada kebahagiaan tersendiri, apalagi atasan yang seperti Lingga. Lingga melemparkan pena ke arah pintu yang baru saja Agung tutup, lalu memutarkan kursinya ke arah belakang. "Aduh!" Intan mengusap keningnya yang sakit. Mendengar suara yang familiar, Lingga langsung memutar kembali kursinya menghadap

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Mencari Intan

    Tak jauh berbeda dengan Intan. Lingga hanya bisa berbohong untuk saat ini. Tidak mungkin dirinya menceritakan kejadian saat di kamar mandi, saat dirinya tidak sengaja memegang satu diantara gunung kembar milik Intan karena lampu padam. "Bukannya tidak mencari kamar lain Ma, tapi saat itu memang semua kamar sedang penuh. Mama dan Papa kan tau sendiri kota itu bagaimana? Kota itu tempat wisata, pasti banyak yang datang," jelas Lingga, memberi alasan yang masuk akal. "Banyak alasan kamu Ga. Memangnya di kota itu cuma ada satu hotel saja? Masih banyak hotel lainnya, belum lagi penginapan, tidak mungkin semuanya penuh. Kalau mau memberi alasan, yang masuk akal sedikit. Memangnya kamu pikir, Mama dan papa ini bodoh?" omel sang mama. "Sudahlah Ma, semuanya juga sudah terlanjur. Tapi, kamu benar-benar tidak melakukan apa-apa kan, Ga? Jangan macam-macam kamu Ga! Reputasi kamu bisa hancur kalau sampai punya skandal dengan sekretaris. Itu juga akan ber

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Alasan Lingga

    Cukup lama Intan terdiam, gadis bermanik hitam itu akhirnya mendongakkan kepalanya. "Tidak Yah, Intan memang sempat masuk ke kamar pak Lingga waktu itu. Tapi bukan karena tidur satu kamar. Ada berkas yang Intan ambil untuk persiapan meeting," ujar Intan berbohong. Sang ayah menghela nafas lega. "Syukurlah kalau begitu. Kalau sampai kalian tidur satu kamar, Ayah pastikan kalian menikah saat itu juga," sahut ayah Intan. Intan menelan air liurnya kasar. "Ah, Ayah, tidak mungkin Intan satu kamar," "Hem, iya. Besok kamu mulai masuk kerja lagi? Apa kamu betah kerja di sana?" tanya ayahnya. "Betah kok Yah, besok Intan kerja lagi. Memangnya kenapa Yah?" "Baguslah kalau kamu betah. Kalau tidak betah, kamu kerja di perusahaan Ayah saja. Tidak kenapa-kenapa sih, Ayah cuma khawatir saja. Apa kamu tidak mendengar berita di kantor itu, bagaimana Lingga memimpin. Ada banyak karyawan dan sekretaris yang dia pecat, karena ti

  • Jerat Gairah Lelaki Penguasa   Intan diinterogasi ayahnya

    Tak terasa, pekerjaan luar kota Lingga dan Intan akhirnya selesai. Setelah kejadian pegang memegang beberapa hari lalu, Intan seolah menjaga jarak, walaupun Lingga beberapa kali meledeknya. "Kamu kenapa sekarang pendiam sekali? Apa kamu masih marah karena kejadian itu?" tanya Lingga, merasa tidak nyaman diabaikan. Intan menggeleng sambil membenahi kopernya. "Saya sudah melupakan kejadian itu. Jadi, saya mohon jangan diungkit lagi! Anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa!" Kopernya sudah siap, Intan berdiri memegang kopernya. "Saya sudah siap," ujar Intan, sudah tidak sabar ingin segera pulang. Lingga tidak melanjutkan percakapannya lagi. Tanpa mengatakan apa-apa, Lingga langsung berjalan menyeret koper besar miliknya keluar dari kamar hotel. Perjalanan pulang kali ini tidak terlalu lama seperti saat mereka datang. Keduanya sudah sampai di bandara, menunggu pesawat yang membawa mereka sebentar lagi berangkat. "Apa kita makan dulu?" tanya Lingga,

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status