LOGINSetelah seharian berada di rumah Dika, Glenn tidak langsung kembali ke rumahnya lebih dulu. Melainkan langsung pergi ke kelab bersama temannya itu. Keduanya menunggangi motornya masing-masing, melaju dengan kecepatan sedang di jalanan yang cukup ramai.
Berkat pekerjaan tersembunyinya itu pula, Glenn bisa membeli motor impiannya meski dengan cara dicicil perbulan. Hanya lulusan SMA, mana mungkin dia bisa mendapatkan gaji setara dengan gaji UMR, jika tidak melayani para pelanggannya yang mencari kesenangan. Setibanya di kelab yang beroperasi hampir setiap hari itu, Glenn dan Dika langsung masuk ke dalam. Mereka lebih dulu duduk di tempat biasa sambil menunggu Mami Kumala datang. Keadaan di kelab masih agak sepi karena masih di bawah jam-jam malam. "Bikinin gue minuman dong," pinta Glenn, pada bartender yang biasa meracik minuman di kelab tersebut. Azka namanya. Glenn menduduki kursi berkaki tinggi lalu mengeluarkan ponselnya. "Gue juga, dong." Dika ikut meminta dibuatkan minuman. "Oke!" Azka mengacungkan jempol dan lekas meracik minuman favorit Glenn. "Tumbenan udah dateng jam segini? Janjian sama orang?" tanya Azka sambil mengisi gelas dengan es batu kristal. "Disuruh Mami ke sini. Ya, gue nurut aja," jawab Glenn, sambil melirik meja yang letaknya tak jauh dari tempatnya duduk. "Orangnya aja belum dateng." Azka menuangkan minuman hasil racikannya ke dalam gelas yang sudah diisi es batu. Dika mengamati gelas di hadapannya yang sedang diisi Azka. Tiba-tiba dia ingin bertanya sesuatu. "Bang, gue sama Glenn 'kan belum lama, nih, gabung di kelab ini. Sementara Abang 'kan kayaknya udah lama kerja di sini. Dari dulu Mami Kumala emang bisnis beginian, ya? Dan yang bikin gue heran, selama ini kayaknya aman-aman aja. Tapi, ya ... amit-amit, deh. Jangan sampe ada kejadian aneh-aneh." Dika mengetuk-ngetuk meja bar berulang-ulang. Azka menyodorkan minuman ke depan Glenn dan Dika. Sebagai orang yang sudah lama ikut bergabung di kelab ini, Azka merasa harus menjaga privasi Mami Kumala, yang tak sedikit banyak dia tahu seluk beluknya. "Intinya, kalian nurut aja sama Mami. Dijamin bakalan makmur hidup kalian. Dan, semua itu juga balik lagi ke diri kita masing-masing. Mami Kumala juga baik, kok, orangnya. Dia gak pernah maksa anak asuhnya untuk kerja beginian. Yang ada, merekalah yang menyodorkan diri. Mami cuma perantara. Enaknya lagi, kalian juga gak terikat kontrak apa pun. Karena kerjaan kayak gini, tuh, aslinya memang pilihan dari kita sendiri. Ya, gak?" Azka tersenyum pada kedua anak muda di hadapannya itu. Dia jadi mengingat Raffa dan Vano. Glenn menyimak sambil menikmati minumannya yang sangat enak meski tak memabukkan. Perkataan Azka ada benarnya. Setiap apa yang ingin dilakukan oleh seseorang, itu semua berawal dari sebuah pilihan. Dan, di saat Glenn memutuskan untuk mengambil pilihan tersebut, dia telah memikirkan risiko-risiko yang bisa saja terjadi. Sebagai contoh; tak jarang para pekerja prostitusi selalu terjaring razia di hotel-hotel atau tempat penginapan. Akan tetapi, Mami Kumala dulu sempat berjanji jika dia akan menjamin semuanya tanpa terkecuali. Pun termasuk identitas asli para pekerjanya yang sebagian para anak-anak muda dengan berbagai macam masalah hidup. Terbukti, sampai saat ini. Dua tahun Glenn berkecimpung di dunia malam nan kelam, dan masih aman-aman saja. "Dengar-dengar alumni sini banyak yang jadi orang bener, ya, Bang?" Dika berceletuk lalu terkekeh dengan omongannya sendiri. "Berasa kayak sekolah aja. Ya, gak, sih? Alumni. Alumni kelab Mami Kumala." Glenn ikut tertawa, dan diam-diam melirik sosok yang berada di meja sebrang yang selalu menarik perhatiannya beberapa hari ini. "Gue pernah ketemu sama ... Bang Raffa. Mami juga pernah cerita sedikit, sih. Katanya Bang Raffa itu dulu bintangnya di kelab ini. Paling laris dia, Dik. Sebulan bisa ngehasilin lima digit lebih." "Berarti orangnya ganteng banget, dong. Sama etitude ke pelanggan mungkin oke. Jadi banyak yang pengen makek jasanya. Bener, gak, Bang?" Dika menyesap gelas minumannya. Azka tersenyum apabila mengingat Raffa. "Bener. Raffa emang dulu sempet jadi tambang emasnya Mami. Paling laris dia. Hidupnya juga aslinya udah terjamin dari kecil. Terus malah kecantol sama si Belinda. Istri orang. Sekarang mereka udah nikah dan punya anak. Raffa sekarang nerusin bisnis bokapnya. Tajir itu aslinya." "Oh, jadi nikah sama pelanggannya sendiri?" tanya Glenn. "Hmm. Beda umurnya juga jauh banget," kata Azka. "Cakep, gak?" Dika penasaran. Azka mengacungkan jempolnya. "Banget. Dan beruntungnya lagi, si Raffa yang merawanin Belinda," cicit Azka. Dika dan Glenn sontak memekik serentak. "Serius?" Azka mengangguk. "Menang jackpot, dong, ya?" celetuk Dika. "Bener!" Glenn menimpali. "Tapi, kalo kalian denger kisahnya mereka pasti bakalan lebih terharu. Entar kapan-kapan gue ceritain," ujar Azka. "Iya, Bang. Kapan-kapan ceritain, ya?" kata Glenn yang sebenarnya masih penasaran dengan kisah Raffa. Namun, untuk saat ini ada sesuatu yang lebih menarik untuk dibahas. Glenn melirik lagi pada sosok perempuan anggun yang sedang duduk sendiri di meja paling ujung. "Bang, gue perhatiin, tuh, perempuan sering dateng ke sini sendirian?" Dika dan Azka seketika mengikuti arah pandang Glenn. "Yang mana?" tanya Dika, masih belum menemukan sosok perempuan yang dibicarakan Glenn. *** bersambung...."Tante?" Glenn seketika berdiri dari kursi, menelan ludah, lalu memerhatikan sekeliling dengan raut cemas. Bola matanya berpendar gelisah—memastikan tidak ada yang menyadari jika wanita dewasa di hadapannya mengenali. Misya pun ikut berdiri. Tersirat kekhwatiran di mata bulatnya. "Dia siapa, Glenn? Kamu kenal?" tanyanya, nyaris berbisik sangat lirih. Glenn menoleh ke arah Misya, lalu berbisik, "Dia mantan pelangganku. Namanya Tante Karin." Bola mata Misya melotot mendengarnya. Kaget sudah pasti, tetapi ketakutan lebih mendominasi perasaannya detik ini. Bagaimana bisa mendadak ada mantan pelanggannya Glenn? 'Duh... Gimana, nih?' Misya membatin bingung. "Glenn, kamu kenapa ada di sini?" Wanita bernama Karin itu bertanya, membuat perhatian Glenn teralihkan dengan cepat. Otak Glenn berpikir keras—mencari cara agar identitas aslinya tidak terbongkar. Bisa bahaya! Demi menjaga rahasia serta identitas, pemuda itu pun terpaksa menghampiri Karin. "Ikut aku, Tan," ajak G
Siang ini di toko Misya bakery benar-benar diserbu oleh pengunjung karena kedatangan seorang pemuda tinggi, putih, murah senyum, dan ramah. Pengunjung yang didominasi oleh para betina itu berbondong-bondong masuk ke toko untuk membeli roti sekaligus ingin melihat sosok yang kemarin sempat datang, dan menarik perhatian. Tak disangka, ternyata pemuda tampan yang sempat membuat heboh, rupanya kembali datang dan kali ini turut melayani pembeli. Semua mata para betina-betina yang ada di toko tertuju pada Glenn, yang sedang membantu di bagian kasir. Mereka tak berhenti membicarakan Glenn yang katanya memiliki kegantengan paripurna. Glenn sendiri sebenarnya sadar jika kedatangannya di toko ini menjadi pusat perhatian para pengunjung. Namun, sebisa mungkin dia profesional, membantu Misya yang lumayan keteteran dengan pembeli. Pengalamannya yang sempat menjadi kasir di sebuah minimarket rupanya sangat berguna. Pemuda yang siang itu mengenakan kemeja warna hitam begitu cekatan menggunakan
"Aku, sih sebenernya juga khawatir. Terutama sama reaksi ibuku kalo semisal dia tau kerjaanku," ujar Glenn, bicara jujur apa adanya. Misya makin prihatin dan salut dengan usaha Glenn agar bisa membiayai pengobatan ibunya serta sekolah adiknya. "Siapa sih, yang mau kerja kayak gini? Enggak ada 'kan? Kalo gak karena terpaksa dan tuntutan biaya hidup, aku juga gak akan pernah mau terjun ke dunia kelam ini," lanjut Glenn dengan mata berkaca-kaca dan raut sedih. "Aku sampe bela-belain bohong ke ibu kalo aku dapet kerja di luar kota. Itu semua demi masa depan kami yang cuma dari kalangan kelas bawah." "Enggak semua hal buruk dipandang buruk. Gak semua hal baik dianggap baik. Semuanya sama rata. Termasuk hidup yang sekarang ini kamu jalanin, Glenn. Apa yang kamu lakuin memang salah, tapi itu semua ada alasan yang bisa diterima dengan logika. Kamu memilih jalan ini bukan karena maumu tapi karena Tuhan percaya kalo kamu bisa melewati jalan itu," ujar Misya sambil menyentuh pundak Glenn k
Bola mata Salim hampir loncat dari rongganya, saat mendengar Gunawan menceritakan tentang pacar baru Misya. Gunawan juga menyebutkan secara detail fisik Glenn beserta tanda lahir yang tak sengaja dilihatnya. "Kamu serius, Gun?" Salim masih kurang percaya dengan pemaparan Gunawan soal Glenn. Sebab, menurutnya itu terdengar sangat tidak masuk akal. Mana ada kebetulan semacam itu, pikirnya. "Aku serius, Lim. Makanya aku sampe ga bisa tidur gara-gara mikirin itu," sahut Gunawan, lalu meraup kasar wajahnya yang kembali lesu. "Seandainya aja Leon masih hidup, mungkin sekarang dia serumuran Glenn." Salim menarik panjang napasnya, mendengar Gunawan yang berandai-andai hal yang mustahil. "Kamu gak usah terlalu berharap dan berandai-andai kayak gitu, Gun. Farhan udah tenang di sana, Leon juga," sahutnya yang tak ingin ikut larut dalam kenangan yang begitu menyesakkan dada. Perkataan Salim ada benarnya. Tak mungkin orang yang sudah meninggal bisa bangkit lagi dari kuburnya. Akan tetap
Video berdurasi kurang lebih dari lima menit itu cukup menjawab rasa penasaran Glenn yang sejak tadi mengusik. Ternyata video ini yang dimaksud oleh Gunawan. Dalam video tersebut mempertontonkan Misya yang sedang dimaki-maki bahkan disiram air oleh wanita hamil. Melihat perlakuan tersebut membuat hati Glenn merasa miris. "Gak mungkin Misya kayak gitu." Glenn tidak memercayai semua yang dituduhkan kepada Misya. Merebut suami orang? Lucu sekali kedengarannya. Bahkan dengan kecantikan paripurna seperti itu, Misya bisa memacari pria manapun yang dia inginkan. Bukan malah menggoda suami orang yang istrinya sedang hamil. Glenn berdecak berkali-kali saat melihat perempuan yang mengaku istri pacarnya Misya itu, terus saja nyerocos mirip petasan. "Gak ngotak nih perempuan satu!" Ada rasa marah, sedih, dan iba ketika melihat Misya dituduh demikian. Seandainya saat itu dia benar-benar ada di tempat kejadian. Mungkin dia akan membela Misya. "Kenapa gue baru tau videonya, sih?"
"Nak Glenn..." Gunawan menunggu Glenn menjawab pertanyaan mengenai video putrinya yang sempat viral beberapa hari yang lalu. Namun, pemuda itu malah terbengong-bengong mirip orang yang kebingungan. Misya berusaha memikirkan cara supaya papinya tidak lagi mendesak Glenn, yang tak tahu menahu soal videonya. 'Duh... gimana, nih?' Sudut mata perempuan itu melirik Glenn yang bungkam. Tidak ada cara lain untuk mengalihkan perhatian papinya. Terpaksa dia pun yang angkat bicara, "Papi, bisa gak, enggak bahas video itu lagi? Misya malu tau, Pi." Bibir bawahnya mencebik—kesal apabila mengingat kejadian paling memalukan di hidupnya. Perhatian Gunawan spontan teralihkan pada putrinya yang terlihat sensitif. Benar juga. Harusnya dia tidak perlu menanyakan hal memalukan itu lagi. Terlebih pada pria yang sebentar lagi akan menjadi suami putrinya. "Maaf. Papi gak ada maksud apa-apa," ucap Gunawan, yang terlihat menyesal. Sementara Glenn terlihat bernapas lega, karena Misya sudah memba







