"Yang mana?" tanya Dika, masih belum menemukan sosok perempuan yang dibicarakan Glenn.
Namun, Azka langsung angkat bicara. "Oh, yang di sana, ya? Yang pakek baju warna merah?" Glenn menoleh ke Azka. "Iya. Tante itu," ucapnya. "Kayaknya udah tiga kali dia ke sini." Glenn menyesap minumannya sampai habis. "Hmm. Emang sering ke sini, sih. Tapi, gue perhatiin dia pasti murung. Ke sini, ya, paling-paling cuma pesen minum, ngerenung, terus pulang. Gak yang seneng-seneng kayak orang-orang itu, tuh!" Azka menunjuk beberapa orang yang sedang asyik berjoget di lantai dansa dengan pasangannya. Entah pasangan halal atau bukan. "Cuma gitu doang? Lah, buat apa dia jauh-jauh dateng ke tempat ini? Kalo ujung-ujungnya masih kesepian kayak gitu? Gak happy." Dika mulai tertarik dengan pembahasan mengenai sosok perempuan dewasa yang sebelumnya tidak dia sadari keberadaannya. Glenn tak banyak berkomentar. Pemuda itu diam saja, tetapi isi kepalanya mulai dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan mengenai sosok perempuan itu. Jika diperhatikan lebih seksama, perempuan berbaju merah itu memang seperti sedang dalam masalah. Entah masalah pribadi atau masalah lain. "Tau namanya, gak Bang?" Dika bertanya seraya beranjak dari duduknya. "Wah, gue gak tau. Coba lu samperin aja. Godain aja, Dik. Siapa tau kecantol sama lu," usul Azka. "Muka lu 'kan cakep, tuh. Nah elu pepet aja." "Galak, gak, ya? Gue trauma sama Tante-tante galak," cicit Dika, yang belum apa-apa sudah bergidik duluan. Glenn berdecak. "Elunya aja kurang pinter jinakinnya." Jinakin apa, coba? Memang kucing dijinakkin? pikir Dika yang idenya sudah berubah lagi. "Coba elu dulu, gih!" Dika malah menarik lengan Glenn supaya maju lebih dulu. "Muka lu 'kan di atas rata-rata cakepnya. Pasti, gak ada tante yang bakalan nolak." "Nah bener. Coba lu deketin, Glenn. Perempuan kalo lagi rapuh gitu biasanya gampang banget buat dirayu. Apalagi modelan Tante-tante kesepian kayak gitu," seru Azka. Sepasang alis Glenn naik. "Lah, kok, malah jadi gue?" "Ya ... kalo elu-nya gak mau, ya, gak pa-pa. Kita gak maksa, kok. Tapi, kalo dia tertarik sama elu 'kan, elu juga yang ngerasain senengnya. Orangnya juga cantik, kok. Mirip artis. Gak keliatan kayak udah berumur," ujar Dika yang sudah kembali duduk. Niat mendekati pun diurungkan. "Iya, Glenn." Azka rupanya ikut-ikutan penasaran. "Kalo diliat-liat dari penampilannya, kayaknya tajir." Glenn diam, dan belum bereaksi. Telunjuknya mengetuk-ngetuk meja bar seraya berpikir. Bukannya dia tidak berminat dengan perempuan di seberang sana. Hanya saja... "Woi! Pakek mikir segala! Lama lu! Keburu orangnya kabur." Dika menepuk pundak Glenn sampai-sampai temannya itu berjingkat. "Sialan lu!" sungut Glenn, menggaruk tengkuk seraya melirik ke arah lain. Kenapa, otak dan hatinya selalu bertentangan, CK! "Ya udah, gue samperin, nih!" Akhirnya pemuda berusia dua puluh empat tahun itu beranjak dari duduknya dan memasukkan ponselnya ke kantong celana. Dika dan Azka tertawa senang. "Nah, gitu dong. Sekali-kali belajar nyari umpan sendiri." Dika terkekeh-kekeh, pun dengan Azka. "Mumpung Mami belum dateng. Janjian lu juga masih lama 'kan?" tambah Dika melirik jam tangannya. "Hmm. Gue janjian jam tujuh." Glenn menyisir rambutnya yang diwarnai dengan jari-jarinya yang besar. "Gue wangi 'kan?" Dia mengangkat kedua lengannya, kemudian mengendus-endus ketiaknya. "Wangi," sahut Dika. "Dah, sono cepetan!" Dia membalik badan Glenn lalu mendorongnya. Sambil menggerutu, Glenn pun akhirnya melangkah mendekati tante cantik itu. Sesekali dia menengok ke belakang, dan melihat Dika serta Azka mengacungkan jempolnya. "Sialan." Langkah Glenn berhenti tepat di samping meja yang hanya diisi dengan satu gelas berkaki tinggi yang isinya tinggal separuh. Mula-mula, Glenn berdeham sambil menelisik penampilan si tante seksi yang ternyata jauh lebih cantik kalau dari jarak dekat seperti ini. Dan .... wangi! Glenn berdeham, lalu menyapa, "Permisi ...." Misya menoleh pada sosok yang baru saja memanggilnya. Maniknya menelisik pemuda di hadapan dengan kening mengerut. Rautnya terlihat kaget. "Ya?" Suaranya terdengar sangat merdu di telinga, pikir Glenn, yang sempat terpaku dengan kecantikan perempuan dewasa di hadapannya. Glenn tidak yakin jika usia perempuan ini sudah berumur. Bila diamati, wajah serta tekstur kulitnya pun masih terlihat kencang. Tak nampak sedikit pun garis-garis halus macam kerutan, pada kebanyakan pelanggan yang dia temui. 'Cantik.' Pujian itu terlontar dalam hati Glenn. Sementara Glenn asik melamun, Misya justru terheran melihat pemuda yang entah datangnya dari mana hanya menatapnya tanpa berkedip. Dia menghela panjang, dengan perasaan mulai agak jengkel. Manik Misya memicing, sambil membatin, 'Ini bocah kenapa diem aja, sih? Jangan-jangan dia kena sawan abis liat mukaku.' "Helooooo?" Terpaksa Misya mengangkat tangan ke depan muka si pemuda yang dia pikir kena sawan. Mengibasnya berulang-ulang. Glenn terperanjat, lamunan konyolnya seketika buyar. Dia menggaruk kepala yang mendadak gatal, sambil melirik ke arah Dika dan Azka yang setia memerhatikan di ujung sana. "Maaf ...." Glenn meringis, menutupi rasa malu. Sedangkan Misya menggeleng heran dengan tingkah pemuda itu. "Aku pikir kamu kena sawan abis liat mukaku. Soalnya diem aja." Dia kembali fokus pada minumannya. Glenn tertawa sungkan. "Ya, enggaklah. Masa aku sawan sama wanita cantik. Yang ada aku justru mau ikut gabung. Kira-kira boleh, gak, aku ikut gabung di sini?" Pandangan Misya langsung kembali menatap pemuda yang cukup mempunyai nyali itu. 💜💜💜 bersambung.....Di rumah Glenn~Bu Daniar dan putri bungsunya sedang menyantap makan malam dalam suasana hati yang dilanda sedih. Kini dan esok hari hanya mereka berdua yang mengisi meja makan ini, dan mungkin untuk beberapa Minggu ke depan. Tak pernah rumah sesepi ini, kendati Glenn sering pulang larut malam karena bekerja sampingan. Rumah akan kembali ramai kalau Glenn pulang, dan akan makan bersama di pagi harinya. Meski anak lelakinya itu hanya bekerja di luar kota, dan berjanji akan mengusahakan untuk pulang setiap sebulan sekali. Hati Bu Daniar tetap tidak rela ditinggal jauh-jauh oleh Glenn. Untuk pertama kalinya beliau berjauhan dengan jarak yang cukup jauh, karena itu rasanya belum sanggup. 'Glenn akan usahakan pulang sebulan sekali, Bu. Kalau gak bisa sebulan ya, dua bulan sekali.' Itu yang dikatakan oleh Glenn saat di dalam taksi sepulang dari rumah sakit. Bu Daniar mengusap cairan bening yang menetes di pipi dengan tisu. Selera makannya lenyap. Pikirannya terus saja tertuju pada putra
Suasana di ruangan mendadak panas. Padahal keduanya hanya saling melempar pujian. Bukan pertama kalinya Misya dipuji cantik oleh seorang pria. Dulu, mantan pacarnya yang penipu itu seringkali memujinya apabila ada maunya. Ujung-ujungnya meminjam uang dengan alasan untuk modal usaha. Mengingat itu, sepasang alis Misya naik perlahan. Kecurigaan jika Glenn pun akan melakukan hal yang sama tahu-tahu timbul di pikirannya. 'Muji-muji cantik. Nanti ujung-ujungnya mau minjem duit. Semua cowok sama aja. Gak ada yang bisa dipercaya.' Benak Misya sibuk menduga-duga sikap Glenn yang barusan memujinya. Bahkan tak sadar jika dia sedang diperhatikan oleh pemuda itu. Merasa ada yang janggal, Glenn segera menyadarkan Misya dari lamunannya. "Misya? Misya?" panggilnya seraya melambaikan tangan di hadapan muka Misya yang datar. Misya terhenyak sejenak, mengerjap, lalu buru-buru menyeruput air es dari gelasnya. Bisa-bisanya dia punya pikiran buruk pada Glenn yang jelas-jelas mau bekerja sama memb
Beberapa menit kemudian~ Mungkin Misya sedang tidak sadar jika saat ini dia sedang menggandeng tangan Glenn, dan menuntunnya masuk ke ruangannya. Entah atas dasar apa perempuan dua puluh delapan tahun itu mendadak menjadi posesif. Sementara Glenn senyum-senyum sendiri dengan sikap posesif calon istrinya ini. Bukannya dia tidak tahu, jika di luar tadi dia menjadi bahan perbincangan para betina. Karena itu, Glenn sengaja menggoda Misya. "Cieee... kalo kayak gini Misya keliatan kayak calon istri yang lagi cemburu." Cekalan tangan Misya buru-buru dilepas karena perkataan Glenn barusan. Dia berbalik, dan memicing ke arah Glenn. "Jangan ge-er, ya! Misya tuh cuma gak pengen ada keributan di toko ini gara-gara kamu," sahutnya, menampik. "Masa, sih?" Glenn menahan senyum. Lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruang kerja Misya yang wanginya sudah mirip roti sungguhan. Aroma macam-macam kue mendominasi ruangan minimalis itu. Rapi sekaligus bersih. 'Lagian siapa suruh sih ke sini dengan
Beberapa jam sebelum tiba di toko~ Dari rumah, Glenn menumpangi taksi online menuju ke sebuah tempat terlebih dahulu sebelum dia menemui Misya di tempat yang sudah mereka sepakati. Untuk sandiwara yang dia jalani, Glenn memang harus semaksimal mungkin supaya tidak menimbulkan kecurigaan pihak-pihak lain, yang akan terkait dalam drama pernikahan kontrak ini. Professional menjadi pegangan Glenn ketika dia sudah berurusan dengan para pelanggannya. Dan Misya adalah termasuk pelanggan VIP bagi Glenn. Pemuda itu tidak bisa sembarangan. Dia harus lebih teliti dan hati-hati. Karena itu, Glenn yang dibantu Mami Kumala sengaja menyewa sebuah apartemen mewah yang berada di kawasan elit. Kata mami—apartemen tersebut sebagai penunjang Glenn yang mengaku sebagai model. Tak hanya apartemen. Mami Kumala juga meminjamkan salah satu koleksi mobilnya kepada Glenn. 'Pakek aja mobil mami. Kamu harus keliatan kayak orang kaya beneran, Glenn. Biar papinya Misya gak curiga. Mami juga udah sewain
Isi rumah sederhana milik Bu Daniar kini bisa dibilang sangat lengkap. Semua barang-barang yang dibeli oleh Glenn kemarin sangat berguna bagi sang ibu. Sekarang, pemuda itu bisa merasa tenang meninggalkan rumah tersebut. Rencananya, dia akan pergi siang ini menemui Misya di suatu tempat. Lalu malamnya, Misya hendak mengajaknya menemui papinya. Glenn sungguh sangat gugup meski semua yang mereka lakukan hanyalah sebuah sandiwara. Di kamar berukuran sederhana itu Glenn terlihat sedang mengemasi barang-barangnya. Memasukkan beberapa pakaian ke dalam koper. Sebenarnya, Misya melarangnya agar tidak membawa apa-apa karena dia yang akan membelikannya ketika sudah tinggal serumah. Namun, Glenn tetap memaksa. Dia tetap membawa barang-barangnya agar sang ibu tidak curiga. Akan terlihat aneh jika dia tidak membawa apa pun sementara yang ibunya tahu kalau Glenn hendak pergi ke luar kota. Semuanya sudah beres. Glenn keluar dari kamar sambil menyeret gagang koper berukuran sedang. "Bu..." pan
Setelah malam itu, Misya dan Glenn memutuskan untuk bekerja sama. Keduanya sepakat akan menikah secara kontrak selama dua tahun. Namun, sebelum Misya memperkenalkan Glenn pada papinya, dia membiarkan calon suami bayarannya itu membereskan masalah di rumah. Hari ini, Glenn yang sudah mantap menerima tawaran Misya, hendak bicara pada sang ibu. Kemungkinan besar dia pun akan kembali membuat kebohongan, sebab tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya. Glenn tidak mungkin mengaku pada sang ibu jika dia mendapat tawaran sebagai suami bayaran dari seorang perempuan kaya. Bisa-bisa ibunya tidak akan setuju. Oleh sebab itu, Glenn terpaksa mengarang cerita supaya sang ibu memberinya restu. Kebetulan hari ini adalah jadwal Bu Daniar cuci darah, dan seperti biasa Glenn yang mengantar dan menemani di rumah sakit hingga selesai. Proses cuci darah memakan waktu cukup lama. Tiga jam yang dibutuhkan untuk sekali sesi, karena bu Daniar tergolong pasien pengidap gagal ginjal kronis. Bu Dania