Share

Tawaran Gila

Author: Kuldesak
last update Last Updated: 2025-11-26 00:14:00

"Apa yang diinginkan wanita ini?" pikir Chloe.

Setelah mendengar ancaman ibunya, Chloe akhirnya menurut. Ayahnya, meski pengecut dan konyol, Jerry adalah satu-satunya orang yang bertahan. Laptop untuk tugas, motor bekas untuk ke kampus, hingga biaya semester yang mencekik—semua itu Jerry usahakan, walau harus berutang ke lintah darat dan bekerja serabutan. Ayahnya rela gali lubang tutup lubang agar Chloe tidak berakhir menjadi seperti dirinya.

Chloe tahu, wanita ambisius di sampingnya ini tidak pernah menggertak. Jika Chloe menolak, Jerry akan habis. Dan Chloe tidak akan membiarkan satu-satunya orang yang peduli padanya mati sia-sia.

Sepanjang perjalanan di dalam mobil mewah yang kedap suara, otak Chloe berputar cepat menyusun seratus satu skenario terburuk. Mulai dari dijual ke sindikat perdagangan manusia, dijadikan wanita penghibur, sampai dijadikan kelinci percobaan untuk bisnis ilegal ibunya.

Chloe duduk kaku di kursi kulit, menjaga jarak sejauh mungkin dari Claudia. Matanya menatap tajam pada wanita yang duduk di sebelahnya dengan angkuh.

Dulu, sosok ibu dalam ingatan Chloe berbau bawang goreng dan keringat. Tapi wanita di sampingnya kini berbau uang dan kekuasaan. Tidak ada kerinduan di hati Chloe. Yang ada hanya kebencian yang membeku.

"Aku tahu kamu membenciku," suara Claudia memecah keheningan. Dia tidak menoleh, matanya lurus ke jalanan. "Tapi simpan energimu. Aku membawamu bukan untuk reuni keluarga."

"Tentu saja aku tahu. Kamu memang tak memiliki DNA penyesalan," balas Chloe tajam. "Jadi, untuk apa kamu repot-repot mengundang anak yang sudah kamu buang?"

"Aku sudah katakan, aku ingin kerja sama. Dan aku tidak mau ada penolakan."

Claudia mengambil sebuah map tebal dari tasnya dan melemparnya ke pangkuan Chloe.

"Segera tandatangan!" titah Claudia.

Chloe mengerutkan dahi, rasa ingin tahunya terusik. "Apa ini? Surat pelepasan hak asuh? Atau surat jual beli organ?"

"Kontrak kerja. Dan identitas barumu."

"Apa?! Kau mengganti identitasku..."

"Buka dan baca! Apa kamu ingin aku memberikan peti mati untuk sampah seperti ayahmu?!"

Ancaman itu efektif. Chloe menelan ludah, lalu membuka map itu. Matanya membelalak melihat sebuah KTP palsu yang terlampir di sana.

Fotonya adalah foto Chloe, tapi namanya...

"Eva Mendes?" eja Chloe bingung. "Apa-apaan ini?"

"Mulai detik ini, Chloe Moretz sudah mati. Kamu adalah Eva Mendes. Lulusan sekolah perawat swasta, yatim piatu, tidak punya keluarga," jelas Claudia datar. "Kamu akan bekerja untuk merawat suamiku."

"Suami?" Chloe tertawa sinis. "Kamu menikah lagi? Dan kamu memintaku merawat suami barumu dengan identitas palsu? Kenapa? Takut dia tahu kamu punya anak yang kamu telantarkan?"

"Dia tidak perlu tahu masa laluku. Dan kamu tidak perlu tahu alasannya," potong Claudia tajam. "Bayarannya lima puluh juta per bulan. Bersih. Ditambah bonus kalau kamu bisa membuatnya tidak... mengamuk."

Lima puluh juta.

Angka itu berdengung di telinga Chloe. Itu cukup untuk melunasi utang ayahnya dalam sebulan. Cukup untuk membayar biaya wisuda dan modal usaha kecil-kecilan agar Jerry bisa berhenti kerja serabutan.

"Lima puluh juta untuk ganti popok orang tua?" tanya Chloe skeptis. "Apa suamimu itu kakek-kakek stroke?"

Claudia tersenyum tipis. Sinis. "Namanya Jordan Arsenio. Dan dia bukan kakek-kakek. Dia... monster yang sedang tidur."

"Monster?" Chloe mengangkat alis, rasa ingin tahunya semakin menggelitik. "Kamu berlebihan."

"Dia lumpuh dari pinggang ke bawah akibat kecelakaan enam bulan lalu. Sejak itu, dia memecat dua puluh perawat. Tiga di antaranya masuk rumah sakit karena dilempar asbak. Sisanya lari ketakutan," jelas Claudia. "Tugasmu simpel. Pastikan dia tetap hidup, pastikan dia minum obat."

"Hah, hanya itu?"

"Ya. Aku harus pergi ke Singapura besok untuk urusan bisnis. Aku butuh orang yang bisa dipercaya untuk mengawasi Jordan. Atau setidaknya, seseorang yang tidak akan lari karena ketakutan."

Chloe menatap KTP palsu di tangannya. Ini gila. Ini penipuan identitas. Tapi risikonya sebanding dengan nyawa Jerry.

"Kalau misalnya, suamimu tahu aku anakmu?" tanya Chloe menyelidik.

"Dia akan membunuhmu. Secara harfiah," jawab Claudia tanpa keraguan sedikit pun. "Jordan tidak suka pembohong. Dan dia punya koneksi untuk menghilangkan mayat tanpa jejak."

Chloe terdiam. Ancaman kematian itu nyata. Tapi bayangan Jerry yang babak belur oleh preman lebih menakutkan.

"Baik," kata Chloe tegas. Ia mengambil pena dari saku kemejanya. "Aku tanda tangan. Tapi uang muka lima puluh persen cair malam ini. Aku harus memastikan utang Papa lunas sebelum aku bekerja denganmu."

Claudia mengangguk, lalu menyerahkan amplop tebal yang sudah disiapkan.

"Deal."

Chloe menandatangani kertas itu. Eva Mendes lahir malam ini di dalam mobil mewah yang melaju kencang.

"Satu hal lagi," tambah Claudia saat mobil mulai melambat memasuki gerbang mansion megah. "Jangan pernah jatuh cinta padanya. Dan jangan pernah biarkan dia menyentuhmu. Jordan punya pesona yang... mematikan. Bahkan saat dia lumpuh sekalipun."

Chloe mendengus remeh. "Tenang saja, Nyonya. Seleraku bukan pria cacat temperamental yang hobi melempar asbak."

"Semoga begitu."

*

*

Jordan Arsenio terbaring di atas kasur King Size yang luas. Tubuhnya yang dulu perkasa, yang pernah menaklukkan pasar saham Asia, kini teronggok tak berdaya di dalam kegelapan kamar mewahnya. Keringat dingin membasahi keningnya.

"Sialan! Sudah jam berapa ini?!" maki Jordan pada kekosongan.

Wajah tampannya meringis menahan siksaan duniawi yang paling memalukan: sakit perut.

"Claudia! Mogi! Kalian di mana, Bangsat?! Apa kalian semua sudah mati?!" teriak Jordan parau.

Dia mencoba meraih interkom di meja nakas. Tangannya gemetar menahan sakit.

Bruk!

Sia-sia. Benda pemanggil pelayan itu jatuh ke lantai karpet tebal. Jauh dari jangkauan.

"Arrrgggh! Mengapa sekarang aku menjadi tidak berguna seperti ini?!" jerit Jordan, memukul kasurnya sendiri dengan frustrasi.

Perutnya melilit hebat. Bunyi gemuruh dari dalam perutnya terdengar, seolah menertawakan ketidakberdayaannya.

"Tidak. Tidak boleh," bisik Jordan panik. "Jordan Arsenio tidak akan mempermalukan dirinya sendiri dengan buang air besar di celana seperti bayi!"

Dia menatap kursi roda yang hanya berjarak satu meter. Dengan sisa tenaga, Jordan menghentakkan tubuh bagian atasnya, menyeret kakinya yang mati rasa ke tepi ranjang. Dia melempar tubuhnya ke arah kursi roda.

BRUK!

Tubuh kekar itu menghantam lantai dengan bunyi gedebuk yang menyedihkan.

"AARRRGH! SIALAAAAN!" raung Jordan.

Pinggangnya sakit luar biasa. Harga dirinya hancur lebur. Kini dia terbaring tertelungkup seperti kura-kura terbalik di atas karpet impor, menahan mulas yang sudah di ujung tanduk, sendirian, dan menyedihkan.

"Claudia! Seseorang tolong aku sebelum aku benar-benar—" Jordan menahan napas, wajahnya pucat pasi. "—berak di sini."

***

"Bi Sumi akan mengantarmu ke kamarmu," ucap Claudia dingin saat mereka tiba di lobi mansion Jordan Arsenio. Tanpa menunggu jawaban, wanita itu berlalu pergi.

"Mari, Non Eva. Saya antar," ucap wanita paruh baya berseragam pelayan itu dengan sopan.

Chloe mengangguk, mengikuti langkah Bi Sumi. Sepanjang lorong, mata Chloe tak henti-hentinya memindai kemewahan di sekelilingnya dengan rasa ingin tahu yang besar. Lukisan asli, vas keramik kuno, karpet sutra.

Rumah ini indah, tapi dingin. Seperti mausoleum.

"Kamar Nona di sebelah sini," kata Bi Sumi ramah, menunjuk sebuah pintu di ujung koridor. "Dan kamar Tuan Jordan ada di seberangnya, yang pintu hitam besar itu."

Chloe menatap pintu hitam besar itu. Pintu itu terlihat kokoh, mengintimidasi, seolah menyembunyikan binatang buas di dalamnya.

Rasa penasaran Chloe terpancing. Monster macam apa yang tinggal di sana?

"Tuan Jordan belum tidur?" tanya Chloe.

"Belum, Nona. Beliau... sedang susah tidur akhir-akhir ini. Kalau Nona dengar suara-suara aneh, abaikan saja ya," bisik Bi Sumi dengan wajah cemas. "Pelayan lain tidak ada yang berani mendekat kalau malam."

"Suara aneh?" ulang Chloe bingung.

Belum sempat Bi Sumi menjawab, terdengar suara benturan keras dari dalam kamar Jordan, diikuti bunyi benda pecah belah yang nyaring.

PRANG!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Sarapan Beracun

    Sinar mentari pagi menembus jendela besar ruang makan Mansion Arsenio, meja panjang yang penuh dengan hidangan mewah. Namun, Chloe yang berdiri di samping kursi kosong Tuan Rumah justru menatap hamparan makanan itu dengan horor.Tubuh Chloe yang ringkih masih terasa linu di sana-sini. Semalam adalah hal paling sial yang pernah ia lalui. Pertempuran melawan ratusan nyamuk ganas di ruangan sauna tanpa ventilasi telah meninggalkan jejak nyata: bentol-bentol merah yang menghiasi leher, lengan, dan bahkan betisnya yang kini tertutup stoking tebal. Wajah Chloe juga tidak kalah mengenaskan; lingkaran hitam di bawah mata begitu pekat, tanda dia hampir tidak tidur sedetik pun karena sibuk menampar diri sendiri.Tapi insting ahli gizinya tetap bergejolak begitu melihat menu di meja."Sosis bakar, bacon goreng, telur orak-arik dengan heavy cream, dan roti putih?" batin Chloe ngeri. "Siapa yang menyusun menu ini untuk pasien cedera tulang belakang?! Ini bom kolesterol!"Aroma lemak jenuh menguar

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Pemandangan Terlarang

    Chloe baru saja tiba dalam kamar, tubuh wanita itu merosot perlahan, punggungnya bersandar pada daun pintu. Topeng "Eva si Perawat" yang ia pakai seharian luruh seketika. Chloe mengangkat tangan kanannya yang terbalut perban. Denyut nyerinya makin menjadi-jadi."Papa..." bisik Chloe lirih, matanya menerawang ke langit-langit kamar mewah yang asing ini."Lihatlah anak perempuanmu ini, Pa. Sakit, tapi masih bisa berlagak semua baik-baik saja di depan orang agar Papa nggak merasa gagal jadi ayah. Kayaknya cuma di kamar ini, aku bisa jadi diriku sendiri. Jadi Chloe yang cengeng."Ingatannya melayang pada wajah ayahnya yang terus menerus dikejar penagih hutang. Sejak rentenir dan ibunya mengobrak-abrik apartemen, ponsel ayahnya tidak bisa dihubungi. Chloe meremas ujung seragamnya."Besok aku ke kampus, terus mampir ke kedai kopi. Papa harus ada di sana, ya? Kita makan enak. Papa mau Pizza? Atau jalan-jalan? Kita habisin waktu berdua sepuasnya sebelum aku benar-benar nggak bisa kembali."C

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Terbayang Sensasi

    TOK! TOK! TOK!Suara ketukan itu tidak terlalu keras, namun di telinga Chloe yang sedang tegang, bunyinya seperti ledakan bom."Aaaa!" Chloe memekik tertahan, melompat mundur dari ranjang seolah kasur Jordan baru saja berubah menjadi bara api. Matanya melotot horor ke arah pintu. "I-ibu... maksudku Nyonya?! Mati aku! Aku harus sembunyi di mana? Kolong kasur? Lemari?"Jordan yang masih berbaring menatap kepanikan gadis itu dengan kening berkerut. Tangan kanannya perlahan turun dari balik bantal, menjauh dari pistolnya. Ketukan itu... dia kenal ritmenya."Tenanglah, Gadis Bodoh," desis Jordan. "Siapa di sana?" teriak Jordan ke arah pintu."Kiko, Tuan. Saya membawa berkas yang Tuan minta!" terdengar suara sahutan dari balik pintu. Bahu Jordan rileks seketika, sementara Chloe menghembuskan napas lega. "Aku pikir setan bersanggul." Chloe mengelus dada. Jordan menatap Chloe tajam. "Kamu dengar itu? Itu asistenku. Sekarang, rapikan bajumu yang kusut itu dan keluar dari sini. Aku muak meli

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Salah Sambung Saraf

    "Sekarang?" cicit Chloe, matanya melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, lalu kembali menatap wajah Jordan yang tak terbantahkan. "Ya, sekarang! Kamu mau menunggu sampai tahun baru monyet, hah?!" sentak Jordan tidak sabar. "Lima menitmu berjalan, Perawat Eva." Chloe meringis, mengangkat tangan kanannya yang terbalut perban tebal. "Tuan, ini melanggar HAM. Tangan kanan saya ini baru saja Tuan jadikan adonan geprek tadi malam tepat jam 7. Tulangnya masih nyeri, bengkak pula. Mana bisa saya melakukan... manuver stimulan?" "Itu bukan urusanku," jawab Jordan dingin. Matanya melirik ke arah nakas tempat pistol tadi ia letakkan. "Apa aku harus menggunakan pistol, supaya kamu mau menurut?" Chloe menelan ludah kasar. "Oke! Oke!Saya kerjakan!" Dengan jantung berdegup kencang dan pipi memanas, Chloe menarik napas panjang. Otaknya mulai memutar kembali semua memori anatomi tentang stimulasi vital. 'Tuan, maafkan kelancanganku,' batin Chloe merutuk. 'Ini demi

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Nona Perawat, Tolong di Cek

    "Aku tanya sekali lagi," tekan Jordan. "Sebenarnya, apa niatmu? Kamu dikirim untuk membunuhku, huh?" Mendapatkan ancaman moncong pistol di dahi dan kesalahpahaman ini, membuat otak Chloe berputar lebih cepat daripada gasing. Menangis? Tidak berguna. Memohon? Klise. Jordan Arsenio akan memakan rasa takut sebagai camilan. Chloe harus menggunakan satu-satunya senjata yang dia punya: Logika. "Huff! Chloe membuang napas. "Tuan ... Tolong turunkan benda yang Tuan pegang—" "Katakan!" "Oke. Oke. Jadi ... Secara teknis..." cicit Chloe, suaranya bergetar tapi dagunya terangkat sedikit demi memberi jarak pada pistol itu. "Kalau aku datang untuk niat membunuh, aku akan membekapmu dengan bantal Bukan mencolek... itu-mu dengan jari telunjuk." Hening. Mata Jordan menyipit. Cengkeramannya di pergelangan tangan Chloe tidak mengendur, justru semakin kuat hingga perban di tangan Chloe terasa sesak. "Mencolek?" ulang Jordan, nada suaranya penuh ketidakpercayaan. Cengkeramannya mengeras. "Kamu mer

  • Jerat Obsesi Ayah Tiri Lumpuh   Penasaran

    "Kamu ceroboh," desis Claudia dingin begitu pintu ruang kerjanya yang mewah tertutup rapat. "Baru satu jam kerja, kamu sudah membuat suamiku hampir mematahkan tanganmu. Apa kamu berniat mati?" Chloe meringis, meniup-niup punggung tangannya yang kini merah padam, bengkak, dan berdenyut nyeri. Rasanya seperti baru saja digeprek palu. "Mana aku tahu Ibu mempunyai suami gila?" keluh Chloe sambil mendudukkan dirinya di kursi tamu tanpa dipersilakan. "Ingat, panggil aku Nyonya!" ralat Claudia. "Iya, Nyonya! Heran, Binatang kok dijadikan suami. Ini tangan! Bukan daging potong!" kekuh Chloe. "Aku sudah memperingatimu," balas Claudia tanpa simpati. Ia berjalan ke meja kerjanya, mengambil kotak P3K dari laci, dan melemparnya ke pangkuan Chloe. "Obati sendiri. Jangan manja." Chloe menatap ibunya dengan tatapan tak percaya. Namun, ia segera membuka kotak itu dengan satu tangan yang gemetar. Ia mengambil salep, lalu melilitkan perban elastis ke tangannya yang memar sambil menahan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status