MasukKinanti menatap pantulan dirinya juga Angga yang sedang mengeringkan rambutnya di cermin. Rona merah di pipi menambah kecantikan yang di miliki Kinanti, mengingat Kejadian random di kamar mandi membuat dada Kinanti tak dapat dia kendalikan.
Semalam Kinanti hampir tak bisa memejamkan mata sebab debaran di dada, ingin dia memulai tapi masih ada rasa malu, hingga pagi ini pun anehnya Angga tak melanjutkan kegiatan yang sepertinya sudah sangat ia inginkan? Apakah Angga tak mampu melakukan hal itu? Tapi kenapa? Apakah Angga masih tak mempercayainya? Atau memang tak mencintainya? Atau? Banyak sekali pertanyaan di kepala Kinanti hingga suara Angga membuyarkan lamunannya. “Kita pindah kamar di bawah saja, Ki. Di kamarku mau? Keran airnya harus di benerin dulu. Nanti kamu repot kalau mau mandi.” “Itu kamar Bapak sama Kak Celin. Saya nggak mau di bilang lancang, Pak,” jawab Kinan pelan. Biarpun Celina tak menyukainya, Kinan tak mau lebih melukai CeAnwar duduk di ruang kantor, dia menatap foto keluarga yang berada di atas meja. Dia tak pernah berpikir akan seperti ini, di tinggal oleh dua anaknya terlebih dahulu, dan di beri amanah dua orang cucu. Tangan keriput ini menyentuh gambar Angga dan Celina, mereka penyemangat hidupnya saat kehilangan dua orang anaknya sekaligus waktu itu, walau ayah Angga bukan anak kandung tetapi dia menyayanginya sama seperti anak kandung. Sejak saat itu hidup Anwar di dedikasikan mengembangkan usaha dan merawat kedua cucunya di bantu Martha menantunya. Sedangkan Angga memang sedari lahir sudah yatim, ibunya meninggal ketika melahirkan Angga. Berkat didikan Anwar, perusahaan yang di kelola Angga meroket dengan cepat, tangan dingin Angga mampu mengembangkan usaha dalam hitungan tahun. Anwar merasa senang saat Angga mau menikah dengan Celina, tetapi nyatanya Angga hanya melindungi nama baik keluarga karna pergaulan Celina yang di luar batas. Angga tak pernah menyentuh Celina. Pun Celina enggan
Kedua alis mata Angga mengernyit. “Untuk apa,Kek?” Anwar menghela nafas berat. Dia meraih tangan Angga, menepuk-nepuk perlahan. “Angga, kakek tau kamu tak mencintai, Celin. Kakek minta berusahalah menjaganya, dan menjadikan dia istri sesungguhnya.” Angga menarik tangannya. “Kek, jangan paksa aku untuk hal satu itu. Aku nggak bisa.” Anwar menghela nafas berat. “Kalau kalian sampai bercerai, sebagian perusahaan ini milik Celina.” Angga menatap netra tua Anwar. “Silahkan kalau memang kakek ingin memecah perusahaan ini. Aku tak bisa terus-terusan melindungi Celin, Kek. Dia harus dididik, harus belajar, kalau aku terus melindungi dan mengikuti apapun kemauannya, dia tidak akan pernah pernah berfikir untuk benar-benar berubah.” “Sebab itu jadikan dia istri seutuhnya. Bimbing dia, rangkul dia." “Kali ini aku tidak bisa mengikuti kemauan, Kakek. Dia tak mau bersabar. Dia hanya berambisi, sejak dulu apa yang ingin dia miliki harus dia dapatkan, aku bukan barang yang dengan seenakny
“Ki. Nggak usah di kejar, sudah biarkan saja.” Kinanti mengibas tangan Angga. “Lisa harus bertanggung jawab atas perbuatannya, Mas.” Dengan cepat Kinanti keluar dari toko mencari-cari keberadaan Lisa. Netranya berkeliling bahkan dia melongok ke lantai bawah tetapi Lisa sudah menghilang. Kinanti berjalan gontai. Menatap Angga yang sedang duduk di kursi tunggu dengan beberapa paperbag belanjaan. Angga tak bergeming, menatap Kinanti datar. “Kenapa masih di kejar? Kamu masih belum iklas menikah denganku?” tanya Angga dingin. Kinanti menggeleng, dia tak menyangka Angga akan tersinggung. “Aku hanya ingin dia bertanggung jawab.” Angga tak menjawab, dia bangun dari duduk mengangkat paperbag dan berjalan cepat ke arah parkiran. Kinanti baru menyadari, karna dia terus mengejar Lisa, membuat Angga merasa Kinanti masih terpaksa menikah denganya. Hingga sampai di mobil Angga tetap di
Celina duduk di sofa, menatap lelaki yang menyorot matanya degan intens. “Kamu yakin dengan apa yang akan kamu lakukan?” tanya Bram. Netra Celina berkilat penuh kemarahan, dendam juga kebencian. Kini dia benar-benar terluka, dia terhina oleh Angga. Sekarang dia akan melakukan segala macam cara untuk menghancurkan Angga. Celina mengambil gelas wine di atas meja, menyesap perlahan, bibir merahnya tersenyum penuh rayuan pada lelaki di hadapannya. “Ya, aku sangat yakin. Lagi pula aku sudah lama tak melakukan. Kalau kamu bisa memuaskan aku mungkin kita bisa partner ranjang untuk waktu yang lama.” Bibir Celina menyeringai. “Aku suka tawaranmu, Nona. Bisa kita mulai sekarang, aku sudah tak tahan ingin menikmati tubuh indah milik Celina Atma Wijaya. Bodoh sekali Angga, menyia-nyiakan istri secantik ini.” “Lakukan, Tuan.” Celina merentangkan tangan, di sambut oleh Bram, dengan tangkas lelaki ini mengangkat Celina membawanya ke pem
Suara Kayla tertawa riang, menggema menyemarakkan suasana rumah yang lengang, terlihat Kayla sedang bergurau dengan Anwar. “Assalamualaikum, Kek.” Angga menghampiri kakeknya, lalu mencium tangan Anwar. Lelaki ini menjawab salam cucunya. Lalu menyuruh Kayla mencium tangan Angga. Setelah itu merangsek pada pelukan lelaki tampan ini. “Kayla nggak sekolah?” Gadis kecil ini menggeleng malas. “Kok nggak bergairah begitu kenapa?” Angga mengangkat tubuh gembul Kayla duduk di pangkuannya. “Aku mau papah bobok di sini?” Bibir Angga tersenyum, lalu mencium pipi gembul Kayla. “Kok sekarang manja, di ajarin siapa?” Kayla menggeleng. “Nggak ada yang ajarin. Temen aku punya adik, aku juga mau adik, kata mama kalau mau punya adik, papah harus tidur di dekat Mama.” Anwar dan Angga saling tatap, mereka saling berbicara lewat tatapan mata. “Nanti di kasih adik sama Mamah Kinanti, ya?” Lagi-lagi Kayla menggeleng. “Nggak. Aku maunya adik dari mama Celin!” Teriak Kayla. “Aduh sa
Kinanti memelengoskan wajah. Angga kembali mendekati Kinanti. Menyentuh bahunya, tetapi di tepis oleh gadis ini. Ayo ke ruang kerja. Di sana kita bisa liat cctv yang terhubung di semua area rumah ini.” Kinanti gegas turun dari ranjang, memakai sandal dengan gerakan kesal. Membuat Angga tersenyum. Dia senang melihat kecemburuan yang di tunjukkan Kinanti. Setelah di dalam ruang kerja, Angga membuka laptop lalu membuka rekaman cctv. Empat pasang mata ini jeli melihat tiap pergerakan, terlihat saat Kinanti masuk dan saat Kinanti keluar, Kinanti terlihat berlari ke arah tangga masuk ke dalam kamarnya. Angga menghentikan sementara vidio. “Kamu liat apa, Ki?” Kinanti menatap penuh kecemburuan pada bola mata Angga. “Kamu pikir aku liat apa?” suara Kinanti galak. Tanpa Kinanti duga Angga menyentuh kepala belakang, lalu mencium bibir gadis di dekatnya. Aw ... Angga mengerang dan melepaskan ciuman. “M







