Mag-log inKinanti tak pernah mengira hidupnya akan setragis ini. Dia dikejar penagih hutang atas hutang orang lain. Yang lebih menghinakan dia ditawari menikah oleh atasan yang sudah memiliki istri dan anak. Sialnya hanya ini jalan satu-satunya Kinanti mendapatkan uang untuk melunasi semua hutang yang di buat Lisa- sepupunya. dalam keadaan terdesak akhirnya Kinanti meminta bantuan Angga - Atasan plus lelaki masa lalunya. Namun setelah menikah sikap Angga bukan baik, dia selalu bersikap melecehkan Kinanti, seolah dia ingin membalas dendam atas perbuatan Kinanti terdahulu. Akankah Kinanti kuat dengan sikap Angga, atau pada akhirnya Kinanti pergi dari sisi Angga karna sikap lelaki ini, juga sikap istri pertama Angga. ikuti Kisah Kinanti Angga, yang penuh intrik.
view more“Menikah dengan ku maka semua urusanmu akan aku selesaikan.”
Kinanti mendongak menatap lelaki yang berdiri menjulang di depan meja kerjanya. Tanpa menjawab Pertanyaan dari lelaki itu dia kembali menenggelamkan kepala di atas meja. “Aku tunggu 1x24 jam. Setelah ini aku tak akan lagi memberi penawaran. Dan aku tak akan pernah mau menolong, walau kamu memohon.” Lagi Kinan mendongak menatap iris hitam di hadapannya. “Ta-p –“ Belum Kinan selesai bicara Angga berbalik badan meninggalkan gadis ini. Ingin rasanya Kinan berteriak menghadapi problematika hidupnya. Ya Tuhan tak adakah pilihan lain, keduanya pilihan yang sulit. “Pak Angga atau penjara? Dan yang lebih sadisnya aku bisa saja di seret dan di jadikan wanita penghibur oleh para penagih hutang itu.” “Ki, laporan ini harus selesai sore ini.” Kinanti menatap tumpukan map di atas meja, “Gue usahain.” Suara Kinan lemah. Nindia menatap Kinan kasihan, “Kalo gue jadi lo, gue terima tawaran Pak Angga.” “Gila banget, terima tawaran itu sama aja gue masuk ke jurang Palung terdalam. Gue tenggelem dan gak bakal bisa balik lagi.” “CK. Dasar ratu drama. Apa susahnya mencintai bos ganteng model Pak Angga.” “Ganteng? Cinta? Udah sana gue mau ngerjain laporan ini. Mood gue nanti makin ambyar kalo ngomongin dia. Istrinya ama anaknya mau di kemanain? Tersemat cap pelakor kalo gue terima tawarannya.” Nindi meninggalkan Kinan yang masih dengan muka di tekuk, “Iya juga sih, sematan pelakor lebih menakutkan dari apapun,” pikir Nindi. Ponsel Kinan beberapa kali bergetar, gadis ini hanya melirik enggan mengangkat, pasti ini dari si tukang tagih itu, “Emang sialan itu Lisa gara-gara dia sekarang gua di teror tukang tagih,” tukas Kinan. “Ki tolongin gue, gue kehabisan uang, pamor gue bisa turun kalo gue makan di kaki lima, beli tas kw, baju nggak ganti-ganti. Mau di taro mana muka gue ke para follower.” “Duh Lis, utang lo udah banyak banget loh. Buat apa sih pencitraan doang, tapi aslinya lo pusing tujuh keliling begini? Mending hidup biasa aja, tinggalin tuh sosmed yang bikin keuangan lo ancur-ancuran begini!” Kiara kesal karna Lisa terus menerornya. “Kan ini ladang usaha gue, Ki. Gue bisa kerja apa coba? Lo masih mending punya skil kerja kantor.” Lisa masih terus membujuk. “Tapi janji ya, Lo bakal cicil, ini gue pinjemin lagi atas nama gue,” “Biasanya juga gue cicil, Ki, Lo nggak percayaan banget.” Lisa bergumam, merebut ponsel Kinanti. Setelah beberapa saat mengotak Atik ponsel milik Kinan, Lisa kembali menyerahkan ponsel.”Nih foto dulu muka Lo.” “Makasih ya,” pokonya bulan depan gue cicil. Setelah meyerahkan ponsel Lisa segera pergi dari kamar Kinan. Kini Kinan yang di buat terbelalak. “Lis, Lo utang banyak banget buat apaan?” Tapi teriakan Kinan tak mendapat jawaban sebab mobil Lisa sudah keluar dari garasi. Yang semakin membuat Kinan ssmakin pusing sudah 3 bulan Lisa menghilang bak di telan bumi. Parahnya lagi rumah satu-satunya milik Kinan sudah di gadaikan juga oleh Lisa. Kinan di beri waktu satu Minggu untuk meninggalkan rumah itu. Rumah peninggalan kedua orang tuanya yang telah wafat sejak Kinan masih SMP. Tuntutan pekerjaan membuat pikiran Kinan teralihkan dari otak ruwetnya, tanpa sadar jam kantor telah usai. Kinan membereskan berkas-berkas, berniat besok lagi melanjutkan pekerjaan yang belum selesai. “Ayo Ki, bareng.” “Bentar tunggu, Bos.” Tak lama pintu kantor utama terbuka. Kinan menatap wajah angkuh di depan pintu, sesaat netra mereka bertemu. Kinan mengalihkan pandangan menatap lantai, kembali mengingat masalah hidupnya “Ya Allah, kenapa harus dia yang bisa menolongku.” Rutuk Kinan dalam hati. Nindia menarik tangan Kinan, melangkah mengikuti Angga menuju lift. Di dalam lift mereka terasa canggung, beruntung ada Nindia yang mencairkan suasana. “Pak, besok jangan lupa, rapat pagi.” Hmm. Hanya gumaman yang keluar dari mulut lelaki angkuh ini. “Oh iya, Pak, rapat besok penentuan di terima atau tidaknya tender, seandainya di terima biasanya perusahaan akan kasih f*e jalan-jalan, kira-kira kita mau kemana, Pak?” tanya Nindia. “Kamu pengen kemana, Ki??” pertanyaan Angga membuat Kinan gelagapan. “Kok tanya aku, Pak?” “Kamu nggak mau ikut? Di catat Nind, lumayan mengurangi pengeluaran.” Lelaki ini gegas keluar dari lift meninggalkan dua wanita ini dalam kebingungan. “Loh!! CK.” Kinanti berdecak, kakinya sedikit di hentak, membuat bibir Angga berkedut, tanpa di ketahui Kinanti. Hal menyenangkan bagi Angga mengerjai Kinan gadis yang pernah menolaknya hingga saat ini. Nindi hanya meringis, dia tau apa yang terjadi antara Kinan dan Angga di masa lalu. Dan sekarang semesta mempertemukan mereka kembali dengan keadaan yang berbeda. Angga langsung masuk ke dalam mobil yang sudah menunggu di depan loby, netranya menangkap dua orang berbadan besar sedang duduk di atas motor Kinan. Lelaki ini mengusap-usap rahang, tersenyum miring.Mobil baru saja berhenti di pelataran rumah ketika ponsel Kinanti bergetar. Nama Angga muncul di layar. Dada Kinanti langsung mengencang—ia tahu cepat atau lambat Gerry pasti melapor. Kinanti menarik napas panjang sebelum mengangkat. “Halo, Mas …” Kinanti menyapa. “Kamu lagi apa, Ki?” Suara Angga terdengar biasa saja, bahkan terdengar santai. Pertanyaannya ringan, tapi justru membuat Kinanti makin gugup.“A-aku baru sampai rumah,” jawab Kinanti sambil menggenggam ujung bajunya. “Tadi… habis dari rumah kakek.” “Hm.” Di sebrang sana terdengar suara keyboard mengetik, mungkin Angga masih bekerja di Jogja. “Ketemu Kayla? Ngobrol apa sama kakek?""Ketemu Kayla, dia di tinggal kak Celina ke Eropa, Mas." Kinanti duduk di depan televisi menyandarkan bahu. Dan obrolan mengalir membicarakan Celina dan Kayla, Kinanti merasa kasihan melihat Kayla di tinggal Celina."Ya sudah, kamu istirahat. Jangan
Pintu rumah milik Kinanti di buka perlahan oleh Gerry. Ia mendorong kursi roda Lisa masuk ke ruang tamu. Rumah yang dulunya sempat berantakan akibat ditinggalkan lama kini tampak bersih—lantai mengilap, bau segar, dan tertata rapi. Lisa meremas ujung selimut yang menutupi kakinya. Tubuhnya masih lemah, sedikit gerakan pun membuatnya meringis. “Rumahnya sudah siap ditinggali,” kata Gerry lebih sopan. “Obat dan kebutuhan Anda sudah disiapkan.” Lisa mengangguk kecil. “Terima kasih, Pak Gerry.” Gerry memeriksa tas, kemudian masuk sebentar ke dapur. Begitu ia menjauh, ponsel Lisa bergetar. Satu pesan masuk dari nomor tak dikenal. Ternyata nomor Bram. [Kamu sudah sampai.] — Bram mengirim pesan. Lisa mengetik cepat: [Sudah.] - balas Lisa singkat. Masih khawatir karna Gerry masih berada di rumah ini. Gerry kembali membawa segelas air. Lalu duduk menatap Lisa. Mendapati tatapan Gerry Lisa kikuk. dia memutar kursi roda mengambil remote televisi lalu menyalakan benda segi empat itu. S
Kinanti berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Sesekali dia menggigit jari kukunya. Hari ini Lisa di jadwalkan pulang dari rumah sakit, rasa hati Kinanti ingin menjemput Lisa tapi peringatan Angga membuat nyali Kinanti ciut, ia tak ingin melanggar apa yang tak di perbolehkan Angga, tapi hati lain merasa kasihan pada Lisa.“Mbak Ning, Lisa wa lagi nggak?” tanya Kinanti pada asisten kepercayaannya, semenjak Angga membatasi pertemuannya dengan Lisa, Kinanti meminjam ponsel Ningsih untuk berhubungan dengan Lisa.“Nggak, Non. Wa yang terakhir itu tadi, Non maaf kalau saya lancang, sebaiknya Non patuhi Pak Angga, saya lihat Non Lisa itu—““Lisa itu sodara saya, dia nggak punya siapa-siapa lagi selain saya.”“T-tapi –““Udah, saya yang nanggung kalo Angga marah. Ayo aku mau jemput Lisa.” Kinanti tak mau mendengarkan saran Ningsih.Ningsih membuang nafas, dia merasa Kinanti sudah terlalu jauh melanggar apa yang tidak di perbolehkan Angga. Tapi Ningsih tak bisa berbuat banyak, dia pun tak
Pagi ini Angga terlihat lebih tampan dari biasanya. Kinanti memasangkan dasi di leher jenjang Angga. Dengan terampil tangan Kinanti memasang tali simpul. Setelah selesai telapak tangannya menepuk dada Angga, bibirnya mengulas senyum bahagia.“Sudah sayang, makin tampan aja.” Tanpa aba-aba Kinanti mengecup bibir lelakinya.Belum juga membalikkan badan Angga sudah menarik pinggang yang sudah semakin berisi ini. “Tambah lagi, kok kilat.” “Ish, udah segitu aja. Malam nanti aku tambahin.”“Aku nanti langsung ke Jogja kamu lupa?” Angga semakin mengikis jarak. “Tapi kamu udah rapih, nanti minta lebih.” Suara Kinanti rendah. Sungguh gairahnya tak bisa ia kuasai. Setelah mengandung dia tak bisa dekat-dekat dengan Angga.Angga menghentak tubuh kinanti mengangkat bokong istrinya. Kaki kinanti melingkar di pinggang Angga. mata mereka saling menatap, lalu senyum terbit di bibir mereka. “Pegangan yang kuat aku gendong kamu ke bawah.” Lelaki ini keluar kamar lalu turun perlahan dengan dengan
“Ada apa? Kenapa kamu selalu curiga!!" Suara Angga terdengar tak suka selalu di tuduh. “Ini ada noda lipstik, Mas?” Hati Kinanti terbakar cemburu. Dulu dia memang tipe wanita pencemburu. Tetapi belakangan rasa cemburunya semakin berlebihan. Angga melepas kemejanya, melihat kerah yang di tunjuk kinanti, ingatannya kembali pada saat Celina memeluknya. “Oh ini?" Suara Angga melunak "Tak usah salah paham, Ki. Aku tak melakukan apapun. Aku hanya ngobrol biasa dengan Celina, aku tak mau dia salah jalan lagi pergi dengan lelaki tak tepat " Kinanti bergeming masih menatap dengan penuh tanda tanya. Angga mengulas senyum teduh, tau persis Kinanti masih menaruh curiga. “Kamu cemburu?” Wajah Kinanti memberengut. Kepalanya mengangguk. Melihat reaksi Kinanti Angga meletakkan telapak tangan di perut Kinanti. Mengelus-elus halus perut yang masih rata. Lalu mengecup pipi wanita ini. Kinanti mendorong tubuh Angga. Tetapi Angga mendekap tubuh Kinanti, walau berontak wanita ini tak dapat melonggar
Ruangan terasa hening. Angga menatap Celina intens, dia mengamati setiap gerakan yang dilakukan wanita cantik ini. “Aku tau ada yang kamu sembunyikan. Katakan apakah Niko sudah beristri?”Celina mencebik. “Aku bisa mengurus diriku sendiri? Tak usah selalu ikut campur.” “Apa ikut campur? Kamu pikir apa yang aku lakukan ikut campur? Aku melindungi kamu, Lin. Aku tak mau kamu terluka.”“Omong kosong, kamu tak sadar sudah melukaiku?” Celina memalingkan wajah.Kedua telapak tangan Angga mengepal, rahangnya mengetat. Perlahan Angga menarik nafas dalam lalu menghembuskan perlahan, berusaha mengontrol emosinya. Dia sadar kemarin sempat melukai Celina. Angga bangun dari duduk berjongkok di hadapan Celina lalu menyentuh telapak tangan wanita cantik ini. Bola mata mereka saling menatap. “Kalau terjadi apa-apa langsung hubungi aku.”Ada rasa nyeri di hati Celina saat iris mereka bertemu, ada sedikit penyesalan kenapa dia tak memperjuangkan Angga, dia selalu mengikuti egonya, genggaman tangan le






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments