Aku Ingin Kau Jadi Milikku

Aku Ingin Kau Jadi Milikku

last updateTerakhir Diperbarui : 2025-10-06
Oleh:  Faw fawBaru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
19Bab
19Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Felisha tidak pernah lagi percaya pada cinta. Luka masa lalu terlalu dalam, dan tembok yang ia bangun terlalu tinggi untuk diruntuhkan. Apalagi ketika pria yang mendekatinya adalah Ace-seorang playboy yang terbiasa mempermainkan hati wanita. Namun Ace berbeda kali ini. Bersamanya, Felisha menemukan perlindungan yang tak pernah ia duga. Dan bagi Ace, untuk pertama kalinya dalam hidup, cinta bukan tentang godaan atau kesenangan singkat, tapi tentang keinginan untuk menjaga. Meski dunia terus menguji, meski hati Felisha terus ragu... Ace hanya punya satu tujuan: menjadikan Felisha miliknya, selamanya.

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1 - Sebuah Pagi, Sebuah Takdir

Suara alarm memekik, memecah keheningan pagi di apartemen mungil milik Felisha. Dengan mata masih terpejam, tangannya meraba-raba meja di samping ranjang, menabrak tumpukan buku, kabel charger, dan botol air sebelum akhirnya berhasil mematikan sumber kebisingan itu.

Ia mendesah pelan, masih setengah tertidur.

"Lima menit lagi..." gumamnya, menarik kembali selimut ke atas kepala.

Namun baru dua detik berlalu, ia terduduk, menatap kosong ke langit-langit. Realita pagi terlalu keras untuk diabaikan.

Dengan enggan, Felisha melangkah ke kamar mandi. Air dingin menyentuh wajahnya—seperti tamparan dari dunia nyata. Kantuk menguap, berganti rasa malas yang tak kalah berat. Ia menatap cermin. Rambut awut-awutan, mata sembab, dan kaos tidur longgar yang entah sejak kapan mulai kehilangan bentuknya.

“Cantik sekali,” katanya dengan nada sinis, lalu terkekeh kecil.

Setelah membersihkan diri, ia membuka kulkas dan mengambil sebutir telur. Menu andalannya saat waktu tidak berpihak: telur ceplok dan roti panggang. Suara televisi mulai mengisi keheningan ruangan, menayangkan acara pagi yang terlalu ceria. Presenter tersenyum selebar dunia, seolah hidup hanya berisi pelangi dan cupcake.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar kencang di atas meja. Felisha terlonjak, lalu meraihnya.

“Felisha! Gawat!” suara panik menyambutnya.

“Viola?” Felisha mengucek mata. “Kau sadar ini masih jam tujuh pagi, kan?”

“Mia tiba-tiba sakit. Aku sudah hubungi semua orang, cuma kau yang bisa bantu. Kau harus datang sekarang. Kalau bos tahu barista utama absen—”

Felisha langsung duduk tegak. “Ya ampun… kenapa hari liburku selalu jadi korban?”

“Karena kau malaikat tak bersayap. Cepat ya, sebelum aku mati konyol di balik mesin espresso.”

Felisha tidak bisa menahan senyum tipis. Viola memang pandai memaksa. “Baiklah. Tapi kau traktir makan malam.”

“Deal! Sekarang lari!"

Telepon terputus. Felisha segera bangkit, membuka lemari, dan mengacak-acak isinya. Ia memilih atasan biru dengan renda halus dan celana jeans ketat favoritnya. Musim semi masih sejuk, jadi ia menambahkan cardigan abu-abu tipis.

Setelah menyemprotkan parfum, ia berlari menuruni tangga apartemen dengan setengah roti panggang masih menggantung di mulut. Sampai di halte, satu-satunya bus menuju pusat kota baru saja meninggalkan jejak debu di wajahnya.

“Tidak! Tunggu!” teriaknya, mengangkat tangan. Sia-sia.

Ia mengumpat pelan, menoleh kanan-kiri. Di ujung jalan, sebuah taksi melaju pelan.

“Yes!”

Felisha melambai-lambaikan tangan sambil menyeberang, tak lepas dari ponselnya yang sedang digunakan untuk membalas pesan Viola. Tapi tiba-tiba sebuah bus besar melintas, menghalangi pandangannya. Ia tidak sadar bahwa taksi itu tidak berhenti.

Namun pandangannya langsung menangkap sebuah mobil hitam berhenti di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, ia membuka pintu dan masuk.

“Cepat, ke Kafe Lenorè di pusat kota!” katanya tergesa, jari masih sibuk mengetik pesan balasan pada Viola.

Hening.

Baru beberapa detik kemudian, suara seorang lelaki terdengar—tenang, berat, dan terdengar geli.

“Maaf… kau siapa?”

Felisha mengangkat kepala dengan kaget. Yang duduk di balik kemudi bukan sopir taksi berusia paruh baya, melainkan seorang pria muda tampan dengan jas kasual. Rambut hitamnya tertata dengan gaya modis bak artis, mata sipit tajam menatapnya penuh seloroh.

“Eh… ini… bukan taksi?” tanyanya gugup.

Pria itu menyeringai kecil. “Sayangnya bukan. Tapi kau duduk di sana dengan percaya diri. Jadi, apa aku harus pura-pura jadi sopir taksi saja?”

Wajah Felisha langsung memanas. Ia buru-buru meraih tas. “Astaga, maaf! Kupikir taksi. Aku keluar saja—”

“Terlambat,” ucap pria itu ringan sambil menekan pedal gas. Mobil melaju mulus. “Pegang yang erat, Nona. Sopir edisi terbatas ini tidak suka jalan pelan.”

Felisha melongo, tubuhnya menegang. “Hei! Aku bisa terlambat kalau kau bercanda begini!”

“Bukankah tujuanmu Kafe Lenorè?” tanyanya sambil melirik spion.

Felisha terdiam. “Kau… dengar?”

“Ya. Dan kebetulan aku tahu jalannya. Jadi tenanglah. Kau aman di tangan sopir tampan ini.”

Felisha memutar bola mata. “Sopir taksi tidak seharusnya narsis.”

“Benar. Tapi aku kan bukan sopir taksi. Jadi aku boleh narsis.”

Felisha tidak menjawab. Ia menempelkan punggung ke kursi, mencoba menutupi rasa malunya dengan raut masam. Lelaki ini jelas bukan tipenya. Terlalu percaya diri. Terlalu lancar berbicara.

Sesampainya di depan kafe, Felisha buru-buru keluar, lalu menyodorkan beberapa lembar uang. “Ini ongkosnya.”

Pria itu menolak, mendorong tangannya pelan. “Gratis. Tapi kalau kau merasa berutang… traktir aku kopi lain kali.”

Felisha mendecak. “Aku tidak mau berutang apa pun.”

“Kalau begitu, anggap saja aku sudah punya kupon traktir,” jawabnya sambil mengedipkan mata.

Felisha membeku. Pipi merona. Sebelum ia sempat membalas, mobil itu sudah melaju pergi.

“Ya Tuhan…” desisnya sambil menutup wajah dengan kedua tangan. “Memalukan sekali.”

***

Kini Felisha duduk di ruang istirahat kafe, menutup wajahnya dengan kedua tangan.

“Ya ampun... aku bodoh banget...” gumamnya.

Viola duduk di depannya, menyeruput kopi. “Jadi kau memaksa pria itu mengantarmu ke sini?”

“Ya! Aku kira dia sopir yang lambat. Dan dia cuma senyum-senyum! Astaga, aku ingin menghilang saja!”

Viola tertawa terpingkal-pingkal. “Lucu banget! Kau bikin pagi orang itu jadi berwarna!”

Felisha mendecak. “Lucu ya, kalau itu bukan aku.”

“Tenang, di kota sebesar ini, kau tidak akan bertemu dengannya lagi. Kecuali... kalian berjodoh.”

“Jangan mulai.”

Tepat saat itu, bel pintu kafe berdenting. Felisha yang baru hendak berdiri, menoleh refleks ke arah pintu.

Dan di sana—berdiri pria itu.

Ace. Si sopir taksi dadakan.

Mengenakan jas hitam kasual dan senyum seperti iklan parfum mahal, ia masuk bersama seorang wanita tinggi dalam gaun merah menyala.

Felisha terpaku. “Itu dia...” bisiknya.

Viola ikut membeku. “Pria yang tadi itu??”

Felisha mengangguk pelan. Jantungnya berdetak kacau.

Ace berjalan ke kasir. Tatapannya langsung mengarah pada Felisha.

“Selamat datang,” ucap Felisha kaku, mencoba bersikap profesional.

Ace menyeringai. “Jadi... sudah kau pikirkan soal traktiran kopinya?”

Felisha mengangkat alis, sinis. “Kopimu gratis. Hutangku lunas.”

“Gratis itu bukan traktiran. Aku maunya kau yang bayar pakai hati.”

“Kalau begitu, cari wanita lain. Hatiku mahal.”

“Justru itu yang bikin menarik,” jawab Ace, mengedipkan sebelah mata.

Wanita di sebelahnya—Selena—masih sibuk membaca menu, seolah tak menyadari percakapan mereka.

Ace akhirnya memesan dua kopi, lalu duduk di meja dekat jendela. Viola masih melongo dari balik mesin kopi.

“Fel, kau tidak bilang kalau dia sangat tampan. Seperti aktor!”

Felisha mendengus. “Dia pria penggoda. Datang dengan wanita lain, tapi masih sempat menggodaku. Aku tidak sudi berurusan dengan pria seperti itu.”

Viola hanya mengangkat bahu sambil menahan tawa.

Dengan kesal, Felisha melepas celemek baristanya. “Gantian, ya. Aku ke belakang sebentar.”

“Tapi aku baru—”

“Please.”

Viola mengalah, mengangguk pasrah.

Di ruang staf, Felisha duduk dan menarik napas panjang. Ia membuka ponsel. Satu pesan baru masuk.

'Kita perlu bicara. Ini penting.'

Tatapan Felisha berubah kosong. Pikirannya langsung melayang, bukan kepada Ace, melainkan kepada pengirim pesan tersebut. Yaitu seseorang dari masa lalu yang tak ingin ia hadapi lagi.

***

Sementara itu, di kantor pusat Shirohige Group, seorang pria paruh baya dengan tubuh besar dan aura dominan duduk di balik meja besar berkayu mahoni.

Edward Newgate, pemilik perusahaan raksasa itu, sedang mengamuk.

“Marco!” suaranya menggelegar.

Seorang pria berwibawa dengan rambut keemasan dan sorot mata tenang masuk ke ruangan dengan langkah hati-hati. “Ya, Ayah?”

“Di mana Ace?! Sudah tiga hari dia tidak datang. Aku tidak membangun perusahaan ini untuk diwariskan pada seorang pemalas!”

Marco tetap tenang. “Dia sedang... mencari inspirasi, Ayah.”

“Inspirasi? Yang dia cari itu cuma masalah!”

Marco menunduk hormat. “Dia akan kembali. Aku yakin.”

“Aku tidak peduli! Seret dia ke sini kalau perlu! Kalau dia masih ingin punya nama di keluarga ini, dia harus belajar tanggung jawab!”

Marco mengangguk. “Baik. Aku akan mencarinya.”

Tapi dalam hati, ia tahu: menemukan Ace mungkin mudah. Membuatnya patuh?

Itu seperti mencoba menghentikan badai dengan tangan kosong.

Dan badai itu—Ace—baru saja mulai mengusik hidup seorang gadis bernama Felisha.

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

Tidak ada komentar
19 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status