Kejora cemberut saat Arjunanya tenggelam dalam perbincangan mengenai bisnis bersama kedua Kakak kembar dan sang Ayah.
Di samping Arjuna ada Uncle Ben ikut menimpali, mendukung apa yang sedang Arjuna ceritakan.
Tanpa segan Kejora menghempaskan dirinya di kursi kebesaran Arjuna.
Membawanya berputar sambil memindai ruang kerja Arjuna, meneliti bagaimana karakter pria tersebut agar bisa mengetahui apa minat dari sang Arjuna yang sampai detik ini menghindari bersitatap dengannya.
Semua bertema mascullin, warna monocrom lebih mendominasi juga tidak terlalu banyak barang memenuhi ruangan.
Kejora menarik laci di meja kerja Arjuna dengan pandangan lurus ke arah sofa set dimana keluarganya sedang berbincang mengenai bisnis.
Tertarik mencari sesuatu atau mungkin ia akan menemukan aib Arjuna yang bisa dijadikan alat agar lelaki itu mau menjadi kekasihnya.
Tapi Kejora harus kecewa karena tidak ada apapun yang mencurigakan, keempat laci hanya berisikan beberapa kertas dan notes yang tidak Kejora mengerti.
“Tuan Narendra, saya yakin perusahaan tersebut akan jauh lebih sukses jika dikelola oleh Tuan ... jika Tuan membeli perusahaan ini, seakan Tuan membuka cabang perusahaan baru di Eropa.” Uncle Ben begitu antusias, ia melihat potensi yang besar dari perusahaan yang sedang dibicarakan namun ia sudah tidak tertarik menjalankan berbisnis di bidang tersebut.
Saat ini Uncle Ben dan Aunty Alisha sedang menekuni bisnis di bidang kuliner.
Restoran milik Uncle Ben dan Aunty Alisha yang tersebar di beberapa kota besar di Jerman selalu dipadati pengunjung apalagi akhir pekan.
Bagi mereka itu sudah cukup, Uncle Ben ingin masa tuanya memiliki banyak waktu bersama sang istri tercinta.
“Sesampainya di Indonesia nanti, saya akan adakan rapat terlebih dulu ... nanti perwakilan dari perusahaan dan mungkin bersama Papa saya akan berkunjung kesini untuk survey,” ujar Ayah Rendra, beliau sudah membayangkan banyak Euro yang bisa dihasilkan dari perusahaan tersebut jika melihat dari data perusahaan sebelumnya.
Uncle Ben mengangguk sebagai tanggapan.
“Dulunya ini adalah perusahaan Ayah dari sahabat saya ... setelah kedua orang tuanya meninggal, sahabat saya tidak mampu menjalankan perusahaan dan akhirnya seperti ini, sungguh di sayangkan jika tidak Om ambil kesempatan emas ini,” kata Arjuna menjelaskan.
“Ini seperti menjalankan franchise, semua sudah tersedia tinggal menjalankannya saja.” Kama mengeluarkan pendapatnya.
Ayah Rendra dan Kalila mengangguk setuju, mata keduanya terpaku pada berkas mengenai perusahaan yang sedang mereka bahas.
Kejora sengaja mengembuskan napasnya kencang agar semua orang yang berada di sofat set di tengah ruangan itu mengalihkan perhatian padanya.
Berjam-jam Kejora menunggu diskusi mereka membuat jiwa dan raganya lelah, seharusnya tadi ia ikut bersama sang Bunda yang langsung menuju rumah Aunty Alisha.
Tadinya Kejora ingin bisa lebih lama bersama Arjuna tapi ternyata tour perusahaan ini sangat membosankan.
“Udah laper ya sayang? Yuk, kita ke rumah Uncle ... .”
Uncle Ben yang tampan itu seperti oase di padang pasir bagi Kejora.
Kejora mengangguk girang apalagi ketika tadi Arjuna sempat melirik ke arahnya sekilas.
Mereka pun akhirnya meninggalkan ruangan Arjuna dengan riang gembira Kejora melangkah beriringan dengan sang Arjuna.
“Dari tadi Abang belum nyapa Kejora, loh!” bisik Kejora kepada Arjuna, tidak lupa menyenggol lengan pria itu hingga kulit mereka bersentuhan.
Berhubung hari ini adalah hari sabtu dan para karyawan Arjuna sedang melakukan lembur, pakaian yang dikenakan pun tidak terlalu formal seperti yang dipakai Arjuna saat ini, hanya memakai kaos dengan celana jeans dan sneakers.
Arjuna hanya melirik, jutek seperti biasa.
“Ayah duluan ke loby ya, Kalila ke toilet bentar.”
“Toilet ada di ujung lorong sana,” kata Arjuna memberi tau.
Kalila mengangguk kemudian melangkah cepat menuju toilet sesuai petunjuk Arjuna.
“Ih Abang, Kak Lila enggak tanya ... Abang jawab, giliran Kejora ngomong sama Abang, Abangnya diem aja.” Kejora memajukan bibirnya kesal.
Ayah Rendra juga Kama dan Uncle Ben langsung memberikan lirikan tajam ke arah Arjuna setelah mendengar keluhan Kejora.
Seketika Arjuna tergagap, tidak enak hati kepada Ayah Rendra dan Kama, ia pun tersenyum canggung.
“Tadi ... tadi kamu nanya apa?” Arjuna bertanya, nada suaranya terdengar ramah.
“Tadi Kejora bilang kalau dari tadi Abang Juna belum nyapa Kejora.”
Ayah Rendra dan Kama langsung memutar bola matanya, keduanya pikir jika Kejora bertanya hal penting dan tidak ditanggapi oleh Arjuna.
Lain halnya dengan Uncle Ben yang tergelak sambil mengusak kepala Kejora.
“Kamu lucu ya Kejora,” kata Uncle Ben disela tawanya.
“Iya donk, makanya ... jadiin Kejora, menantunya Uncle ya?” Kejora mengerjapkan matanya berkali-kali membuat Uncle Ben semakin tergelak.
“Dengan senang hati Kejora ... .” Ben membalas ketika tawanya mereda.
“Jadi kapan kita melamar Kejora, Jun?” sambung Uncle Ben bertanya kepada Arjuna yang kemudian raut wajahnya berubah pucat pasi.
Sekarang Ayah Rendra yang tergelak melihat ekspresi Arjuna yang berubah-ubah dalam waktu singkat.
Anak muda itu tersenyum ironi, kemudian meringis lalu menggaruk kepalanya tampak bingung menjawab.
Bagaimana mungkin ia melamar gadis yang tidak ia cintai?
***
Kalila berdecak saat tidak sengaja air terciprat ke bajunya, ia ceroboh karena terburu-buru mencuci tangan selesai dari menuntaskan urusannya di toilet tadi.
Kalila tidak ingin membuat Ayah dan Uncle Ben menunggu.
Sambil mengusapkan tissue pada blousenya, Kalila melangkah cepat meninggalkan toilet.
Bugh!
Kalila menabrak benda keras namun hangat dengan wangi mascullin yang memanjakan indra penciumannya.
Ia nyaris tersungkur ke belakang jika saja dua tangan kokoh tidak menangkap pinggangnya.
Kalila mendongak kemudian mengerjap sambil menahan napas, pria setampan dewa Yunani begitu dekat dengan wajahnya.
Bukan hanya itu, pria itu pun memeluknya erat hingga tubuh mereka tidak berjarak.
Kalika juga merasakan kedua telapak tangan sang dewa Yunani itu berada di atas bokongnya.
Jika saja pria itu tidak menyeringai mungkin Kalila betah berada dalam posisi tersebut menikmati keindahan ciptaan Tuhan di depannya.
Kalila langsung mendorong dada bidang itu dengan kedua tangan, menunjukan tampang judes yang sudah terpatri di wajah cantiknya.
“Apa kau baik-baik saja, Baby?” tanya pria itu sambil melangkah mendekat membuat Kalila mundur beberapa langkah.
“Baby? Yang benar saja?” Kalila mendengus di dalam hati.
Kalimat yang dilontarkan pria itu membuat Kalila muak. Ia benci dengan pria yang suka menggombal.
“Jangan macam-macam!” Kalika mendesis ketika punggungnya nyaris menyentuh tembok.
Sang pria tertawa. “Apa kau tidak sadar jika tadi telah menabrakku? seharusnya aku yang marah karena kau telah ceroboh ... berjalan sambil menunduk.”
“Tapi kau tadi memelukku, menyentuh bokongku!” Kalila berseru tidak terima.
“Aku tidak sengaja ... hanya ingin membantumu, meskipun sebenarnya aku ingin menyentuh yang bagian depan,” ujar pria itu tidak sopan dengan mata tertuju pada dada Kalila.
Kalila menyilangkan kedua tangannya di depan dada, menatap tajam sang pria. “Brengsek!” Kalila mengumpat sambil melewati pria itu.
Gelak tawa terdengar memenuhi lorong, Kalila tidak sudi menoleh ke belakang. Menderapkan langkah hingga ketukan heelsnya hampir menyaingi gelak tawa pria itu.
“Kenapa?” sang Ayah bertanya ketika melihat wajah sang anak yang raut judesnya bertambah sepuluh kali lipat.
Kalila hanya menggelengkan kepala lalu masuk ke dalam mobil mewah yang sudah menunggu di depan loby.
“Terimakasih Arjuna, sampai bertemu kembali!” pamit Ayah Rendra yang mendapat anggukan dan senyum manis tulus dari Arjuna.
Rendra kemudian naik ke dalam mobil bersama Ben dan Kalila di dalamnya.
Tidak lama mobil tersebut melaju, mobil mewah lainnya berhenti tepat di depan Kejora. Seorang supir turun lalu membukakan pintunya.
“Abang Juna enggak ikut pulang?” tanya Aura tampak sedih raut wajahnya.
“Aku lembur,” jawab Arjuna kaku dan datar.
“Abang ‘kan Bosnya, Abang enggak usah lembur ... pulang aja sama Kejora,” rengek Kejora sambil menarik tangan Arjuna kemudian mengguncangnya.
Kening Arjuna berkerut, sorot mata penuh antisipasi itu menatap lengannya yang sedang diguncang Kejora ke kiri dan ke kanan.
Kama menarik tangan Kejora hingga terlepas dari tangan Arjuna kemudian mendorong tubuh sang adik pelan agar memasuki mobil.
Tidak lupa Kama menepuk pundak Arjuna pelan, pamit dengan caranya sendiri.
Arjuna menghela napas, tampak lega setelah Kejora masuk ke dalam mobil.
“Abaaaang, jangan lupa jemput Kejora hari senin jam tiga di kampus yaaaa!” teriak Kejora dari dalam mobil melalui kaca jendela yang terbuka seiring laju mobil yang semakin menjauh.
“Whatttt!!” Arjuna mendengus.
“Aku bukan supir mu, Nona manja ...,” Arjuna bergumam kemudian memutar tubuh untuk masuk kembali ke dalam gedung.
Beberapa saat lalu ia mendapat pesan dari sahabatnya yang sedang berkunjung ke Jerman, sang sahabat mengatakan jika ia sudah menunggu di ruang khusus tamu.
***
“King Edzard Alterio!!” Arjuna berseru menyapa lalu memeluk sahabat yang jarang ditemuinya itu secara masculin.
“Apakabar Arjuna Bernard Folke?”
“Tidak pernah sebaik ini,” balas Arjuna.
“Sampai kapan kau di sini?” Melihat King yang baik-baik saja, ia melewati pertanyaan basa-basi menanyakan kabar.
“Sekarang aku yang memegang cabang perusahaan di sini, ada banyak kecurangan ... aku harus memperbaikinya,” tutur King memberitau.
“Bagus kalau begitu, kita bisa sering bertemu.”
“Kau harus membawaku ke night club berisi gadis-gadis cantik di sini.”
Arjuna tertawa, ia baru ingat jika telah lama tidak memanjakan dirinya sendiri dengan mengunjungi night club untuk bersenang-senang.
“Bagaimana kalau nanti malam?” tawar Arjuna yang langsung di balas anggukan antusias oleh King.
“Ajak salah satu pegawaimu.”
Arjuna berkerut kening. “Pegawai yang mana?”
“Tadi aku berpapasan dengan salah satu pegawai wanita ketika keluar dari toilet, belum pernah aku melihat wajah jutek yang cantik seperti itu.”
Kerutan di kening Arjuna semakin bertambah. “Tidak ada pegawai perempuan yang lembur hari ini ... bahkan aku tidak meminta sekertarisku untuk datang.”
“Jadi siapa yang aku temui di toilet?” King tampak berpikir.
Arjuna mengangkat kedua alisnya sebagai jawaban jika ia tidak tau siapa yang dimaksud King karena ia sendiri tidak bertemu dengan wanita itu.
“Morning my handsome Daddy,” sambut Angel yang sudah duduk di meja makan.“Selamat pagi Putri Daddy yang paling cantik,” balas King menggunakan bahasa Indonesia agar anak-anaknya tidak melupakan tanah kelahiran sang MommyKing mengecup kepala Angel yang berumur empat tahun lalu mengusap kepala El dan Ev secara bergantian. Ia pun duduk di singgasananya, kursi yang berada di ujung meja.“Siap untuk ke sekolah?” King bertanya kepada tiga anaknya. Mereka sangat lucu memakai pakaian sekolah dengan jas dan dasi untuk anak laki-laki sementara anak perempuan menggunakan blazer dan syal.Kalila yang selalu cantik meski di rumah saja datang menghampiri diikuti para pelayan yang membawa menu sarapan pagi.“Hari ini Daddy yang akan mengantar kalian,” ujar Kalila sambil membenarkan dasi yang melingkar di leher King.“Oke Mom,” balas El dan Ev kompak.Kalila mengisi piring kosong ketiga anaknya dengan menu sarapan pagi yang telah ia buat, tidak lupa ia juga melayani sang suami tercinta lengkap den
Saat ini perusahaan yang dibangun Arjuna dengan kerja kerasnya sedang berada di puncak kejayaan.Pria itu juga menikah dengan gadis yang sangat dicintainya. Sudah dikaruniai seorang Putri cantik yang empat bulan lalu lahir dengan cara normal.Arjuna menyaksikan sendiri buah cintanya bersama Kejora lahir ke dunia.Semua itu menjadikan Arjuna sebagai pria paling berbahagia, hidupnya terasa sempurna.Lelah akibat seharian bekerja, sirna seketika saat melihat Kejora sedang bermain bersama Princes di atas ranjang mereka.“Papa pulang!” Kejora berseru bahagia membuat Princess menoleh.Senyum Arjuna melebar, akhirnya ia bisa melihat Princes secara langsung setelah seharian bekerja dan hanya mendapat kabar dari sang istri yang mengirimkan banyak foto sang Princes.Kini galeri hingga walpaper di alat komunikasi canggih itu penuh berisikan foto-foto Princes.“Papa ganti baju dulu ya.” Arjuna harus membersihkan diri dan mengganti pakaian sebelum memeluk Princes.Jarang-jarang Arjuna mandi di ma
Kebahagiaan karena kelahiran anggota keluarga baru hanya bertahan sementara karena saat ini di ruang tunggu rumah sakit sudah berkumpul kembali orang-orang yang menyayangi Kalila termasuk kedua mertuanya.Mereka semua berharap banyak dan tidak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan Kalila dan sang janin.King tidak sempat membawa Kalila ke Hamburg, kondisi Kalila yang lemah karena pendarahan hebat membuatnya memasrahkan keselamatan sang istri beserta calon anaknya pada Dokter terbaik di rumah sakit itu.Tadi Dokter mengatakan jika janin yang baru menginjak tiga puluh minggu itu harus dikeluarkan.Tubuh King melemas setelah mendengarnya terlebih ia merasa tidak berguna duduk di sini sementara sang istri sedang bertaruh nyawa di atas meja operasi.“Kalila dan bayimu akan selamat,” ujar Arjuna menenangkan.“Kembalilah ke kamar dan temani Kejora, dia lebih membutuhkanmu.” King merasa tidak enak hati karena Arjuna harus menemaninya, sahabatnya itu meninggalkan Kejora di kamar rawat.“Betu
Satu yang ingin Elma lakukan setelah keluar dari rumah sakit jiwa yaitu menghancurkan hidup Arjuna.Ia telah mendengar dari para sahabatnya jika Arjuna telah menikah dengan Kejora dan hidup bahagia.Dengan sengaja Arjuna menyingkirkannya, memasukan dirinya ke rumah sakit jiwa hanya untuk bersama Kejora.Dendamnya bertahun-tahun ia pendam dan harus segera terbalaskan, hidupnya tidak akan tenang sebelum melihat Arjuna dan Kejora menderita.Kebetulan sekali saat Elma keluar dari rumah sakit jiwa, ia mendengar bila Kejora sedang hamil besar dan tidak lama lagi akan melakukan persalinan.Elma menahan dirinya untuk melampiaskan dendam hingga hari itu tiba.Ia telah mengatur sebuah rencana untuk membalaskan dendamnya dan di sini lah ia sekarang.Di rumah sakit dimana Kejora melakukan persalinan, langkah Elma begitu mantap menuju ruang bayi.“Permisi, boleh saya tau yang mana bayi dari Tuan Folke?” Elma bertanya pada salah satu suster penjaga.Ekspresi wajah sang suster berubah antisipasi. “S
“Sayang?” Arjuna sontak menegakan tubuhnya, pria itu terkejut karena tidak menemukan sang istri di atas ranjang mereka.“Kejora? Sayaaang?” Arjuna melompat dari atas ranjang menuju kamar mandi namun sang istri tercinta yang beberapa minggu ini sedang merajuk, tidak ia temukan juga.Arjuna mengusap wajahnya kasar, khawatir Kejora minggat karena masalah Elma belum juga usai meski segala kalimat janji untuk tidak meninggalkan Kejora telah Arjuna lontarkan.Salah siapa pernah meninggalkan Kejora dan memilih Elma? Kejora jadi tidak mempercayai ucapan Arjuna lagi meski terkadang jika mood Kejora sedang baik—perempuan itu akan bersikap manis terutama ketika jadwal mereka bercinta.Tidak sengaja Arjuna menoleh ke jendela dan mendapati sang istri berada di halamanan depan sedang melakukan peragangan menggunakan stelan olah raga untuk Ibu hamil lengkap dengan sepatu.“Sayaaaang?” panggil Arjuna setelah membuka jendela dengan tergesa-gesa.Kejora mendongak, menghalau pandangannya dari sinar mat
“Gadismu sudah tidur ... dia menyenangkan,” ujar Celena saat keluar kamar.Ditutupnya pintu dengan sangat hati-hati agar tidak membangunkan Kejora yang baru saja terlelap setelah menangis dan mencurahkan kembali isi hati kepada Celana setibanya mereka di Griya Tawang karena Marvin harus kembali ke kantor.“Dia menyukaimu,” balas Marvin, berdiri tepat di depan Celena dengan satu tangan masuk ke dalam saku celana.Pakaiannya sudah lusuh selusuh raut wajahnya yang tampak lelah.Sebelum kembali ke kantor, Marvin membawa Kejora dan Celeneake Griya Tawang lalu meninggalkan mereka berdua di sana.Ia tidak mengira jika Celena mau menemani Kejora hingga dirinya pulang bekerja.“Aku pulang,” kata Celena dengan senyum manis.Langkahnya tertahan saat hendak melewati Marvin, pria itu mencengkram tangannya.“Terimakasih Celena,” ucap Marvin sambil menatap dalam bola mata hazel milik Celena.“Kamu ingat namaku?” Celena tampak terkejut.“Tentu ... baru siang tadi kamu memuaskanku.” Ekspresi menyebalk