Share

Kumpul Keluarga Singkat

“Apa-apaan itu tadi?” sang Ayah bertanya dengan ekpresi dingin.

“Apanya yang apa-apan sih, Ayah sayaaaang.” Kejora mencolek dagu sang Ayah tanpa segan.

Di antara kelima anak-anaknya, hanya Kejora yang berani bersikap demikian kepada Rendra.

Lidah sang Ayah berdecak. “Kamu itu perempuan Kejora, masa ngejar-ngejar cowok sih? Mau disimpen di mana muka Ayah?” Rendra merubah cara bicaranya, lebih lembut agar mengena di hati Kejora.

“Itu namanya emansipasi, Yah ... enggak masalah cewek maju duluan karena cowok kadang enggak peka, apalagi Abang Juna ‘kan pengusaha sukses, otaknya terlalu banyak mikirin kerjaan dari pada perasaan! Wiiiiiih ... mantep enggak tuh, pengusaha sukses jadi calon menantu Ayah?”

“Trus kalau cowoknya enggak mau gimana?” Bunda Aura yang baru saja bergabung di ruang televisi setelah merapihkan meja makan, bertanya demikian.

“Abang Juna itu bukan enggak mau, Bun ... tapi enggak sadar sama perasaannya, sebentar lagi juga sadar kok kalau cintanya hanya untuk Kejora seorang ... tenang, nanti Kejora yang nyadarin.” Kejora menepuk dadanya dua kali, menirukan gaya preman pasar.

Rendra dan Aura hanya bisa geleng-geleng kepala meningkahi ucapan Kejora.

“Besok Abang Kama sama Kak Lila mau dateng.” Sang Bunda memberi tau.

“Ngapain?” Kejora memekik, tampang terkejut jelas tampak di wajahnya.

“Ya kangen sama kamu lah sayang, sekalian kita ngumpul di sini,” Bunda Aura menjawab.

“Tapi besok kita mau makan siang di rumah Uncle Ben sama Aunty Alisha, kan?” 

“Iya, kenapa?” sang Ayah bertanya bingung.

“Duuuuuh, jangan donk Yah ... nanti Bang Juna malah sukanya sama Kak Lila,” Kejora melirih sambil mengerjapkan matanya, memohon agar sang Ayah meminta Kalila balik lagi kalau bisa meski sudah dalam perjalanan udara.

Ayah dan Bunda tergelak. “Kamu kok insecure sama Kak Lila, sih!” Ayah Rendra mengusap kepala si bungsu penuh sayang.

“Kak Lila tuh cantik, dewasa, sukses, hebat, pokoknya semua deh diborong sama dia ... Miss Universe aja kalah sama Kak Lila mah,” racau Kejora merasa rendah diri.

“Katanyaaaaa cinta Bang Juna hanya untuk Kejora seorang,” sang Bunda mulai nyinyir.

Ucapannya dibalikan seperti itu, Kejora kehilangan kata-kata. Menghela napas panjang, ia bersandar lemas dengan raut nelangsa pada sandaran sofa.

“Kak Lila itu sayang sama Kejora, enggak mungkin ngerebut calon pacar adiknya.” 

Kejora menoleh menatap sang Ayah, berubah semangat dengan sebuah senyum setelah mendengar sang Ayah menyebut Arjuna sebagai calon pacarnya.

“Jadi Ayah setuju kalau Bang Juna jadi calon mantu Ayah?” Kejora menaik turunkan kedua alisnya berkali-kali menunjukan wajah jenakanya.

“Setuju enggak Bun?” Rendra malah bertanyamkepada sang istri tercinta.

Bunda Aura mengangkat kedua bahunya. “Buuuuun,” rengek Kejora.

“Gimana ya, Mommynya Arjuna mantan pacar Ayah ... Bunda takutnya malah yang jadian orang tuanya bukan anaknya,” ujar Bunda Aura sambil pura-pura berpikir.

“Ooooh, jadi mau dibahas ... memangnya Ayah enggak takut kalau malah Bunda yang jatuh cinta sama Ben karena penasaran dulu enggak pernah jadian.” Tidak mau kalah, Ayah Rendra pun mengungkapkan kekhawatiran terburuknya.

“Iiih ... Bunda enggak ya! Emang Ayah, dulu pernah janji mau nikahin Alisha.” Bunda Aura beranjak dari sofa.

“Tapi kalau Ben masih suka sama Bunda sampe sekarang, ya Bunda bisa apa?” sambungnya sombong penuh percaya diri kemudian melenggang pergi meninggalkan ruang tamu menuju kamar.

“Ayah mau kasih pelajaran sama Bunda dulu ya, kalau kamu denger nanti Bunda jerit-jerit ... itu berarti Bunda lagi Ayah hukum.” Rendra yang kemudian berdiri pun berpesan demikian lalu menyusul sang istri yang hampir sampai di pintu kamar.

Ayah Rendra menderapkan langkahnya, tidak lama suara pintu terdengar di tutup kencang.

“Ayaaaah ... iya ampu, ampun ... Bunda enggak akan ngomong gitu lagi ... ampuuun,” teriak Bunda Aura dari dalam kamar disela gelak tawanya yang terdengar renyah.

Gantian Kejora yang sekarang menggelengkan kepala, kelakuan Ayah dan Bundanya tidak pernah berubah, selalu menunjukan kemesraan di depan anak-anaknya.

Nanti malam sepertinya ia harus tidur di kamar belakang karena jika sang Ayah sedang ‘menghukum’ Bundanya, jeritan Bunda sering tidak terkontrol.

*** 

“Abang Kama!!” Kejora berseru senang tatkala melihat sang Abang sedang berdiri di depan dinding kaca membelakanginya.

Sepagi ini sang Kakak yang begitu sulit ia temui ternyata sudah berada di apartemennya.

Kama menoleh kemudian tersenyum merentangkan kedua tangan dan detik berikutnya Kejora berada dalam gendongan sang Kakak seperti bayi Koala.

“Kejora kangen tau, Bang ... Abang tuh kerja terus sampe lupa sama Kejora,” keluh Kejora yang sudah menurunkan kedua kakinya berpindah menggelayuti lengan sang Kakak.

“Abang enggak lupa, buktinya Abang dateng ...,” tukas Kama, mengusak puncak kepala sang adik kesayangan.

“Bunda udah masak, sarapan yuk!” Bunda Aura memanggil kedua anaknya yang berada di ruang televisi.

“Bang ... kok si jutek ikut sih,” bisik Kejora saat melihat Kakak kembar yang satunya sedang duduk dengan kaki menyila di atas kursi makan, memakai kaos oversize dengan rambut diikat bun.

Kalila sedang sibuk mematuti layar macbook dengan gelas kopi di tangannya.

“Gue denger ya, Kejora!” Kalila berseru dengan nada ketus tanpa mengalihkan tatapannya dari macbook.

Kejora melengkungkan bibirnya ke bawah sambil mengangkat bahunya merasa bersalah karena telah mengatai sang Kakak dan terdengar langsung oleh yang bersangkutan.

“Baru ketemu udah saling lesek,” sindir Ayah Rendra yang juga sibuk dengan macbooknya.

“Anak bungsu Ayah tuh, enggak sopan ...,” tuduh Kalila kesal.

“Maaf Kak, abis Kakak jutek-jutek gitu sama Kejora ... kaya Bang Juna,” tukas Kejora sambil memajukan bibirnya.

“Bang Juna siapa?” Kama bertanya, tangannya menarik kursi dari bawah meja kemudian duduk di sana.

“Eeemm ... kasih tau enggak yaa, entar deh kalau udah resmi,” kata Kejora, wajahnya memerah karena tersipu.

Ayah Rendra dan Bunda Aura tertawa menikahi Kejora yang begitu percaya diri.

“Paling Bang Juna itu tukang batagor langganannya,” ledek Kalila malas.

“Sembarangan, mana ada tukang batagor namanya Arjuna ...,” Kejora bersungut-sungut.

“Bisa aja nama samaran ‘kan?” kata Kalila sok tau.

“Ya ampun Kak-li-la ... anak Presiden sama anak Sultan aja Kejora tolak, masa sekarang Kejora naksir tukang batagor?” Kejora tidak terima.

Ia sampai mengeja nama sang Kakak, mengejeknya secara terselubung agar Ayah dan Bunda tidak menegurnya.

Kalila merotasi bola mata, bibirnya mencibir mengikuti ucapan Kejora.

Sejak dulu Kalila dan Kejora sering terlibat pertengkaran, meski begitu mereka saling menyayangi.

“Udah yuk, kita sarapan ... sebentar lagi Ben sama anaknya yang ganteng itu mau dateng, mereka mau ajak kita jalan-jalan ... .” Bunda Aura menengahi.

“Di Jerman mau jalan-jalan kemana?” gumam Kalila.

Sebagai anak yang lahir dari klan Gunadhya, semua negara telah ia kunjungi membuatnya mengetahui betul bagian terbaik dari setiap Negara tersebut.

Bagi Kalila, Jerman bukan Negara yang menarik untuk di kunjungi ketika liburan tapi merupakan Negara yang memiliki potensi besar jika sang Ayah membuka perusahaannya di sini.

“Kita mau diajak berkeliling perusahaan Arjuna setelah itu makan siang di rumahnya, Kalila sama Abang ikut ya ... kemarin Ayah sama Uncle Ben bicara tentang satu perusahaan yang collaps, sekalian Ayah mau minta pendapat kalian,” ujar Rendra kepada dua anak kembar yang memiliki passion bisnis yang sama dengannya.

Aura dan Kejora saling melempar tatap, kompak merotasi bola matanya, keduanya pun berbarengan mengembuskan napas kasar.

Entah kenapa para pekerja keras Gunadhya itu seakan tidak menikmati hidupnya.

Selalu saja berusaha menangkap sebuah peluang bisnis meski mereka sedang berkumpul atau berlibur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status