Beranda / Romansa / Jerat Pesona Pengacara Tampan / Bab 4. He is Oliver Nicholas

Share

Bab 4. He is Oliver Nicholas

Penulis: Abigail Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-28 23:53:47

Selena melangkah meninggalkan ruang meeting dengan raut wajah yang jelas menunjukan menahan rasa kesalnya. Tampak Mika dan Ezra—kakak beradik pemilik tanah yang dia ingin beli berusaha berbicara pada Selena. Sayangnya, Selena mengabaikan kakak beradik itu. Selena tak mau banyak berbasa-basi. Emosi yang terbendung dalam dirinya seolah begitu membakar dan nyaris meledak.

“Kau sepertinya terlihat sangat marah, Selena.”

Suara berat dari arah belakang sontak membuat Selena segera mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu. Ya, kini Selena tengah berada di halaman parkir mobil gedung perkantoran milik sang pemilik tanah yang tadi dia temui. Dia ingin segera kembali ke kantornya. Namun, langkah Selena harus terhenti melihat sosok pria berwajah iblis ada di hadapannya. Tampak sepasang iris mata Selena menatap dingin dan lekat iblis itu.

“Untuk apa aku marah hanya karena tidak bisa mendapakan tanah yang aku mau? Di London banyak lokasi yang sangat bagus. Aku bisa meminta asistenku mencarikan lahan baru. Selamat kau berhasil mendapatkan tanah itu dengan harga yang fantastis. Semoga kau tidak mengalami kerugian, Tuan Maxton.” Selena menjawab dengan suara tenang dan tersirat anggun serta tegas. Dada Selena memanas. Mati-matian wanita itu mengendalikan dirinya.

Senyuman samar di wajah Samuel terlukis kala mendengar jawaban Selena. Rupanya wanita di hadapannya itu banyak sekali perubahan. Dari segi cara bicara dan tatapannya tak lagi sama. Bahkan Samuel merasa seperti tak mengenal sosok wanita di hadapannya itu.

Well, rupanya kau banyak berubah. Aku tidak menyangka kau bisa menjawab pertanyaanku,” jawab Samuel dengan tatapan tak lepas menatap Selena.

“Aku tidak butuh komentarmu, Tuan Maxton,” jawab Selena lagi dengan suara tenang.

Samuel mengangkat bahunya tak acuh. “Alright, I have to go. Aku berharap kau bisa menemukan lahan untuk pengganti tanah yang telah aku beli.”

Samuel tersenyum sinis. Lantas pria itu melangkah masuk ke dalam mobil sport mahal miliknya. Detik selanjutnya, Samel mulai melajukan mobil meninggalkan Selena yang masih bergeming di tempatnya. Tubuh Selena nyaris ambruk kala Samuel sudah pergi. Napas Selena memburu. Jantungnya melemah. Tampak mata Selena memanas dan hendak mengeluarkan air mata. Lagi. Selena berjuang untuk tak menangis. Dia tidak mau untuk kembali menjadi wanita lemah dan bodoh seperti dulu.

***

“Nona Selena?” Jenia—asisten Selena berlari menghampiri Selena dengan terburu-buru kala Selena baru saja keluar dari lift.

“Jangan menggangguku, Jenia. Kepalaku pusing.” Selena melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya, mengabaikan kebaradaan Jenia. Refleks, Jenia segera mengikuti Selena masuk ke dalam ruang kerjanya.

“Nona, tunggu ada hal penting yang ingin saya sampaikan pada Anda,” ujar Jenia cepat.

Selena menghempaskan tubuhnya ke kursi kebesarannya. Wanita itu memijat pelipisnya. Kepalanya nyaris pecah. “Ada apa, Jenia?” tanyanya kesal pada sang asisten yang terus mengganggunya itu.

Jenia menggaruk kepalanya tidak gatal. Dia tampak ragu untuk mengatakan. Akan tetapi dia tidak mungkin menunda untuk berbicara. Karena jika sampai dia menunda maka Selena akan semakin marah padanya.

“Nona, tadi saat Anda pergi saya baru saja mendapatkan kabar dari manager marketing kalau kita memiliki project baru. Ada sebuah perusahaan yang ingin menyewa jasa design interior kita untuk gedung kantornya yang baru mereka buka di London. Project ini bernilai besar, Nona. Jadi manager marketing kita langsung menyetujui mengambil project ini. Pembayaran uang dimuka pun sudah kita terima sekitar lima puluh persen, Nona.” Jenia menjeda sebentar, raut wajahnya semakin ketakutan dan dilanda kebingungan hebat. “Tapi, Nona … hm …” Lidah Jenia tiba-tiba saja kelu. Tidak bisa merangkai sebuah kata.

“Tapi apa, Jenia?” tegur Selena mulai kesal. Selama ini memang Selena memercayakan keputusan pengambilan project design interior pada manager marketing-nya. Tentu karena sang manager marketing sudah cukup lama bekerja dengannya dan memahami bidang design interior. 

Jenia menelan salivanya susah payah. Lalu dia berkata, “Perusahaan yang menyewa jasa design interior kita adalah Maxton & Maxton Company. Perusahaan pengacara terbesar di Amerika, Nona. Saya juga baru saja memeriksa kalau pengacara yang membeli tanah milik Anda adalah Samuel Maxton, pemilik Maxton & Maxton Company. Pengacara ternama itu membuka kantor pengacara di London, Nona.”

Selena membeku kala mendengar ucapan Jenia. Wajah wanita itu tampak begitu terkejut mendengar ucapan Jania. Lagi dia harus kembali terlibat dengan Samuel Maxton. Dia tidak akan mau bekerja sama dengan iblis sialan itu!

“Tolak project ini! Kembalikan uang mereka! Aku tidak sudi bekerja sama dengan pengacara itu!” seru Selena dengan nada satu oktaf lebih tinggi.

“Nona, sebelumnya saya harus minta maaf. Tapi kita tidak bisa menolak project ini. Terlebih kita sudah menerima uang dari mereka. Bukankah itu tidak bagus, Nona? Maksud saya … saya hanya tidak mau kalau sampai Maxton & Maxton Company mengatakan kita tidak professional dalam berbisnis. Saya tahu Nona pasti marah karena tanah yang Anda beli telah dimiliki oleh orang lain. Tapi, pikirkan sisi nama baik Nicholas Design Interior. Belakangan ini perusahaan milik Anda memiliki cukup nama dijajaran pengusaha besar. Akan sangat berdampak buruk jika Anda sampai membatalkan project secara sepihak, Nona.” Jenia berujar memberi nasihat pada Selena.

Ya, Nicholas Design Interior adalah perusahaan milik Selena yang bergerak di bidang jasa design interior. Salah satu perusahaan Selena ini belakangan memang cukup memiliki nama yang dikenal banyak perusahaan besar. Adapun nama Nicholas diambil dari nama keluarga dari Ibu Selena. Sudah lima tahun Selena meninggalkan nama ‘Geovan’ nama besar sang ayah.

Terpaksa Selena meninggalkan nama Geovan sesuai permintaan sang ayah. Menolak permintaan sang ayah yang ingin menjodohkannya, membuat Selena telah kehilangan banyak hal. Termasuk segala kemewahan yang diberikan sang ayah. Selena memulai semuanya dari bawah. Merintih usahanya dengan jerih payahnya sendiri. Meski ibu dan kakaknya selalu ingin membantu tapi Selena menolak. Wanita itu tinggal di London karena dia ingin membuktikan kalau dirinya mampu berdiri dengan kedua kakinya sendiri.

Namun, ketika Selena telah berdamai dengan takdir; semesta kembali mempertemukannya dengan sosok iblis yang telah menghancurkan hidupnya. Sosok iblis yang membuangnya layaknya seonggok sampah. Apa yang harus dilakukannya saat ini? Mampukah Selena terus-terusan bertemu dengan iblis itu?

“Keluarlah, Jenia. Biarkan aku memikirkan ini,” ucap Selena dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi.

“Baik, Nona.” Jenia segera menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Selena.

Selena menyandarkan punggungnya di kursi seraya memejamkan mata lelah. Pikiran Selena begitu kacau. Hatinya seolah tercabik. Apa yang Selena rasakan saat ini seperti luka bakar yang terkena siraman alkohol. Begitu perih tapi luka itu tidak akan pernah mampu melumpuhkannya.

“Mama…” Suara bocah laki-laki dengan wajah begitu tampan melangkah masuk ke dalam ruang kerja Selena. Refleks, Selena membuka matanya kala mendengar suara yang menyebutnya ‘Mama’

“Oliver?” Selena tampak terkejut melihat putra kecilnya berada di kantornya.

“Mama … I miss you, Mama. I miss you so much.” Bocah laki-laki itu langsung memeluk erat tubuh Selena. Luluh. Kemarahan Selena lenyap kala Oliver—putranya memeluk dirinya.

“Nona Selena … maafkan saya tapi Tuan Muda Oliver memaksa ingin ke sini,” ucap sang pengasuh seraya menundukan kepalanya pada Selena.

Selena mengangguk singkat. “Keluarlah, biarkan putraku di sini bersaama denganku.”

Sang pengasuh itu kembali menundukan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Selena.

“Oliver, kenapa kau di sini, Nak? Mama kan kerja, Sayang.” Selena tersenyum begitu lembut. Dalam sekejap emosi Selena sirna melihat putra tampannya ada di depannya.

I’m here because I miss you, Mama. Aku tidak mau bermain. Aku hanya ingin memeluk Mama.” Oliver semakin mengeratkan pelukannya pada Selena.

Senyuman di wajah Selena terlukis mendengar ucapan putra kecilnya. Ya, selama ini sumber kekuatan Selena adalah Oliver. Tidak ada yang lain. Putranya itu adalah hidupnya. Selena bisa sekuat sekarang semua serta merta bertahan demi Oliver.

“Maaf belakangan ini Mama sibuk, Sayang. Mama berjanji akan lebih banyak meluangkan waktu untukmu,” ucap Selena pelan dan begitu lembut.

It’s okay, Mama. Aku mengerti Mama sibuk karena Mama ingin memberikanku yang terbaik. I love you, Mama.” Oliver menjawab dengan suara polosnya.

I love you more, Sayang.” Selena mengeratkan pelukan Oliver. Wanita itu memberikan kecupan bertubi-tubi di puncak kepala putra kecilnya itu.

Sejenak, Selena terdiam. Dalam benak Selena memikirkan kembali pertemuannya dengan Samuel—ayah biologis putra kesayaangannya. Apa jadinya kalau sampai Samuel mengetahui tentang Oliver? Tidak. Selena tidak akan pernah membiarkan itu terjadi.

‘Sampai kematian menjemputmu, kau tidak akan pernah tahu tentang Oliver, Samuel. Tidak akan pernah,’ batin Selena dengan sorot mata yang memendung kebencian.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 263 – Ending Scene (Tamat) 

    Beberapa bulan kemudian … Zurich, Swiss. Langit begitu biru dan indah membaur dengan perkebunan buah anggur yang ada di Swiss. Cuaca pagi di musim semi sangatlah indah. Angin yang berembus ke kulit begitu menyejukan. Tampak tatapan Selena sedari tadi menatap Oliver yang tengah bersama dengan Javier memetik buah anggur di perkebunan. Meski ada empat pengawal yang menemani Oliver dan Javier tetap saja Selena tak bisa melepaskan tatapannya dari kedua anak laki-lakinya itu. “Sayang, Oliver bisa menjaga Javier dengan baik. Kau tenang saja.” Samuel membelai pipi Selena dengan lembut. Selena menghela napas dalam. Tatapan Selena mulai teralih ke dua bayi perempuan kembarnya yang tertidur lelap di stroller. Senyuman di wajah Selena pun terlukis hangat melihat Stacy dan Sierra tertidur pulas. Sekarang usia Stacy dan Sierra sudah 7 bulan. Tubuh kedua bayi perempuannya sangat gemuk dan sehat. Stacy yang lahir lebih dulu memiliki rambut berwarna cokelat tebal dan mata biru. Sedangkan Sierra—s

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 262 – Extra Part V 

    Miller International School, London. “Aw.” Seorang gadis kecil cantik terjatuh akibat bermain lari-larian dengan teman-temannya. Tampak lutut gadis kecil itu terluka dan mengeluarkan darah. Dengan pelan, gadis kecil itu berusaha untuk bangun tapi tubuhnya malah tak seimbang dan nyaris jatuh. Tepat dikala tubuh gadis kecil itu nyaris terjatuh, sosok bocah laki-laki yang memiliki postur tubuh tinggi menangkap gadis kecil itu. “Terima kasih,” ucap gadis kecil itu melangkah menjauh dari laki-laki yang membantunya. Namun, tiba-tiba manik mata gadis kecil itu melebar terkejut kala menatap sosok laki-laki yang telah membantunya itu. “Oliver? Kau di sini?” Mata Nicole mengerjap beberapa kali menatap Oliver. Oliver menarik tangan Nicole, mendudukan tubuh Nicole di kursi, lalu bocah laki-laki itu mengambil kotak obat yang letaknya berada di ruang kesehatan. Beruntung ruang kesehatan tidak terlalu jauh dari posisi di mana Oliver dan Nicole berada. Saat kotak obat sudah ada di tangan Oliver,

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 261 – Extra Part IV

    “Bye, Sayang. Jaga diri kalian. Jangan membuat Grandpa William dan Grandma Marsha kerepotan. Ingat kalian harus patuh pada Grandpa dan Grandma.” Selena berseru pada Oliver dan Javier yang masuk ke dalam mobil. Terlihat Oliver dan Javier kompak mengangguk patuh merespon ucapan ibu mereka. Ya, hari ini Oliver dan Javier harus pergi ke rumah William dan Marsha. Menjelang Selena melahirkan, William dan Marsha memang berada di London. Sedangkan kakak dan adik Selena lain akan tiba di London dalam waktu beberapa hari lagi. Mengingat kakak dan adik Selena tak tinggal di negara yang sama, membuat Selena tak terlalu sering bertemu dengan kakak dan adiknya. Meski demikian, komunikasi selalu terjalin dengan sangat erat. “Bye, Papa, Mama.” Oliver dan Javier melambaikan tangan mereka kompak pada Selena dan Samuel. Pun Selena dan Samuel membalas lambaian tangan anak-anak mereka. Dan ketika mobil yang membawa Oliver dan Javier sudah pergi, Selena segera masuk ke dalam rumah tanpa mengatakan pada S

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 260 – Extra Part III 

    “Oh, My God! Raven, Rosalie, kenapa kalian merusak make up Mommy? Astaga! Ini make up kesayangan Mommy, Sayang.” Juliet rasanya ingin menjerit melihat semua perlengkapan make up miliknya hancur berantakan. Mulai dari koleksi lipstick, eyeshadow, foundation, dan masih banyak lainnya. Semua sudah berantakan di lantai kamar. Baru beberapa detik Juliet ke kamar mandi karena mengambil ponselnya yang tertinggal di wastafel, tapi dalam hitungan detik juga kamar sudah seperti kapal pecah. Memang kedua anaknya itu sudah sangat aktif. Sore ini, Juliet sengaja tak meminta pengasuh untuk masuk ke dalam kamarnya, pasalnya Juliet ingin mengajak kedua anaknya itu bermain sambil menunggu sang suami pulang dari kantor. Tapi alih-alih niatnya terealisasi malah kekacauan sudah lebih dulu tiba menghampiri dirinya. Sungguh, Juliet bisa-bisanya lupa kalau kedua anaknya sangatlah aktif. Alhasil koleksi make up miliknya hancur lebur. Bedak saja sudah berceceran di lantai. Terutama lipstick yang tak lagi ber

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 259 – Extra Part II 

    “Mommy, aku pulang.” Joice melangkah masuk ke dalam rumah dengan raut wajah yang muram. Gadis kecil cantik itu nampak lesu seperti tengah memikirkan hal yang mengusik pikirannya. Joice meletakan tas sekolah ke sofa, dan duduk di sofa itu. Jika biasanya Joice selalu riang gembira, kali ini gadis kecil itu tak seceria biasanya. “Sayang? Kau kenapa?” Brianna yang baru saja selesai menyiram tanaman, dikejutkan dengan putri kecilnya yang pulang dari sekolah dalam keadaan wajah yang muram. Padahal setiap hari, Joice selalu pulang sekolah dalam keadaan wajah yang riang gembira. “Tidak apa-apa, Mom. Aku hanya lelah saja,” jawab Joice pelan. Brianna menghela napas dalam. Brianna yakin pasti ada yang tidak beres dengan putri kecinya itu. “Katakan pada Mommy ada apa, Nak?” tanyanya seraya duduk di samping Joice. “Mommy aku ingin bertanya padamu.” “Kau ingin tanya apa, Sayang?” “Hm, apa aku ini tidak cantik, Mom?” Joice menyandarkan kepalanya di lengan Brianna. Bibir Joice mengerut, menunj

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 258 – Extra Part 

    Tiga tahun berlalu … Miller International School, London. “Oliver Maxton! Pulang sekarang! Tidak ada main basket!” Selena berkacak pinggang mengomel pada putra sulungnya yang berusia 8 tahun. Tampak mata Selena menatap dingin dan tegas putranya itu. Aura kemarahan begitu terlihat jelas di paras cantik wanita itu. Dengan keadaan perut yang membuncit, Selena mengomeli putranya di tengah jalan. Ya, saat ini Selena tengah mengandung untuk ketiga kalinya. Ulah Samuel membuat Selena hamil lagi. Hanya saja kali ini berbeda. Kehamilan ketiga ini, Selena hamil bayi kembar. Sungguh, Selena berjanji setelah ini dia akan steril tak ingin lagi memiliki anak. Tubuhnya baru saja langsing tapi sudah harus bengkak lagi. Padahal niat Selena adalah memiliki dua anak. Tapi ternyata malah kecolongan. “Ck! Ma, guru sudah menghukumku time out. Mama kenapa menghukumku juga? Nanti aku akan menghubungi Grandpa William. Aku akan meminta Grandpa William memecat guru yang sudah berani menghukumku,” tukas Oli

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 257 – Perfect Ending 

    Beberapa bulan kemudian … Fistral Beach, Newquay, UK. Deburan ombak menyapu kaki telanjang Juliet. Angin berembus menerpa kulit Juliet membuatnya Juliet memejamkan matanya sebentar, menikmati keindahan musim panas. Tampak Rava begitu setia mengikuti langkah kaki Juliet. Sesekali Juliet menatap banyak anak muda yang siap-siap untuk berselancar. Fistral Beach memang salah satu pantai di Inggris yang menjadi tempat favorite untuk berselancar. Kandungan Juliet kini telah memasuki minggu ke dua puluh tiga. Perut Juliet sudah membuncit. Tubuhnya pun mulai mengalami kenaikan berat badan, namun tak terlalu parah. Pasalnya selama hamil, Juliet tak terlalu nafsu makan. Meski sudah dipaksa oleh Rava, tapi tetap saja Juliet menolak. Trimester pertama, Juliet mengalami mual hebat sampai tak bisa makan apa pun. Rava sampai harus meminta dokter mengontrol Juliet setiap hari karena Juliet tak bisa makan. Dan beruntung sekarang kondisi Juliet sudah jauh lebih baik. Ngomong-ngomong, anak yang ad

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 256 – Dean and Brianna’s Sweet Moment 

    Seoul, South Korea. Angin berembus di kota Seoul begitu menyejukan. Musim semi adalah salah satu musim terbaik di Seoul. Bunga Sakura banyak tumbuh dengan indah. Salah satu kota di Benua Asia yang menyajikan keindahan dan budaya setempat yang kental. Kota ini adalah kota yang dipilih oleh Dean dan Brianna menikmati bulan madu indah mereka. Selama di Seoul, Dean dan Brianna selalu mengabadikan moment-moment indah mereka. Moment di mana tak akan pernah mereka lupakan. Dua insan itu akhirnya telah menjadi satu setelah banyaknya rintangan. Meski tak mudah, tapi Dean dan Brianna membuktikan mereka mampu bersatu. “Sayang, ayo bangun. Kenapa jam segini kau belum bangun juga?” Brianna menggoyangkan bahu Dean, meminta suaminya itu untuk bangun. Waktu menunjukan pukul 10 pagi. Brianna ingin segera jalan-jalan menikmati indahnya kota Seoul. Meski lelah karena selalu olahraga malam, tapi Brianna tak mau menyia-nyiakan moment bulan madunya dengan sang suami tercinta. Dean menggeliat mendengar

  • Jerat Pesona Pengacara Tampan   Bab 255 – Dean and Brianna’s Wedding

    Sebuah hotel mewah di London telah dipadati oleh wartawan yang lebih dulu hadir. Dekorasi ballroom hotel itu tampak memukau. Hiasan mawar dipadukan bunga lily dan batu Swarovski begitu indah menawan. Red carpet yang terpasang di lantai seakan memberikan sentuhan mewah. Ballroom hotel megah ini telah disulap layaknya tempat di mana pangeran dan putri akan menikah. Nuansa tema kental kerajaan melekat di ballroom hotel megah itu. Ya, hari ini adalah hari yang telah dinanti-nantikan oleh Dean dan Brianna. Hari di mana mereka akan segera melangsungkan pernikahan. Setelah banyaknya rintangan yang mereka hadapi akhirnya Dean dan Brianna dapat melewati badai masalah yang hadir. Takdir memang memiliki caranya sendiri menunjukan siapa belahan jiwa kita yang sebenarnya. Harusnya Dean menikah dengan Juliet, tapi ternyata takdir Dean adalah Brianna. Sedangkan Juliet menikah dengan Rava. Pun dulu Samuel tak menyetujui hubungan Dean dan Brianna. Samuel adalah satu-satunya orang yang menentang hubu

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status