Home / Romansa / Jerat Pesona Wanita Panggilan / Tuduhan yang Menyakitkan

Share

Tuduhan yang Menyakitkan

Author: Dwina
last update Last Updated: 2023-07-06 18:04:30

"Bagaimana dengan tawaran mamamu kemarin lusa?"

Langkah Rinai terhenti di ujung tangga saat mendengar pertanyaan yang meluncur dari mulut Angkasa, ayah mertuanya.

Rinai baru saja pulang dari rumah sakit dan dia pikir, tidak ada seorangpun di rumah ini. Toh juga Rinai pulang menggunakan taksi tanpa ada yang menghiraukan kepulangannya. Rinai membalikkan badan dengan ragu dan juga sedikit canggung, khawatir kalau Shakira tiba-tiba datang dan kembali menghajarnya seperti empat hari yang lalu.

Sejujurnya, ada luka dan trauma di hati Rinai. Membayangkan bagaimana Shakira memukulnya tempo hari, masih bagai mimpi buruk baginya.

"Nai," panggil Angkasa dengan lembut.

Rinai memejamkan matanya untuk beberapa detik, sebelum akhirnya ia memberanikan diri untuk bertemu tatap dengan Angkasa. "Saya nggak mau ada salah paham lagi," lirih Rinai pelan.

"Saya minta maaf, Nai." Angkasa mendekat ke arah Rinai dan menatap perempuan itu dengan teduh. Terlihat ketulusan dari pancaran matanya saat ini. "Maaf untuk semuanya—maaf untuk masa lalu yang ternyata membuatmu jadi menderita dan juga maaf untuk kejadian kemarin."

Rinai tak menanggapinya sama sekali.

"Maaf karena kegilaan saya, kamu jadi kehilangan banyak hal dalam hidupmu. Saya benar-benar menyesal dan—"

"Andaikan permintaan Anda bisa mengembalikan Ibu saya… andai ucapan maaf itu bisa menghidupkan kembali anak saya… mungkin saya akan memaafkan Anda, Pak Angkasa…"

Angkasa terbelalak kaget. Meskipun telah empat tahun berlalu, tapi Angkasa tidak pernah tahu bagaimana nasib Rinai setelah terjebak skandal dengannya dan mereka kembali dipertemukan saat Kala mengenalkan perempuan ini sebagai calon istrinya, enam bulan yang lalu.

Angkasa kembali mendekat dan berniat untuk meraih jemari Rinai, namun ditepis oleh menantunya dengan cepat. "Nai, lebih baik kamu terima tawaran Shakira. Tinggalkan Kala dan kamu bisa mulai hidup yang lebih baik di luar sana. Setidaknya, kamu nggak akan disakiti lagi."

Mendengar penuturan Angkasa, Rinai langsung tergelak dan menjawab, "Agar Anda merasa bebas dari semua rasa bersalah? Ingat ya… saya kehilangan Ibu dan anak saya karena ulah Anda, saya nggak akan—"

"Tapi saya menyukai kamu, Nai." Angkasa berkata dengan lugas dan tegas, berusaha meyakinkan Rinai. "Bahkan sejak pertama kali kita bertemu lima tahun yang lalu. Nggak ada yang berubah sama sekali, kalau pun dulu saya sengaja jebak kamu di ruang kokpit, ya karena saya nggak tahu lagi harus melakukan apa agar bisa memiliki kamu. Tapi bukan berarti kamu justru jadi milik anak saya, Nai…"

Rinai menggelengkan kepalanya berulang kali. Entah kenapa, Rinai rasanya begitu jijik mendengar pengakuan yang keluar dari mulut lelaki paruh baya di hadapannya ini.

Entah untuk keberapa kalinya juga, Rinai mengutuk pertemuannya dengan Kala. Siapa sangka, lelaki yang membuatnya jatuh cinta ternyata anak dari bajingan yang telah merenggut segalanya dari hidup Rinai. Bahkan, ketika Rinai menyangkal perasaannya dan kabur dari Kala—semesta menyatukan mereka kembali dengan segala drama yang ada di dalamnya.

"Terima tawaran Shakira ya, Nai," bujuk Angkasa sekali lagi. Ia raih kedua tangan Rinai dan menggenggamnya dengan erat. "Hiduplah dengan tenang di luar sana, soalnya kamu nggak akan pernah menang melawan Shakira. Dia bukan lawan yang sepadan untukmu, percaya sama saya."

Rinai menghela napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. "Saya nggak pernah mundur, apalagi setelah istri Anda membu—"

Angkasa langsung memotong kalimat Rinai, "Pergi dari sini dan tinggalkan Kala selamanya. Saya ngomong begini, karena saya menyayangi kamu. Saya mencintai—"

"Mencintai Rinai, maksudnya?!"

Spontan, Rinai memejamkan kedua matanya dengan kuat ketika telinganya menangkap suara Kala dari arah pintu utama rumah itu. Derap langkah tergesa-gesa dari arah sana juga terdengar jelas olehnya, membuat Rinai sudah bisa menerka apa yang akan terjadi.

"Pa!" bentak Kala melepas genggaman tangan Angkasa dari tangan Rinai. "Jawab aku, Pa!" tambahnya lagi dengan nada tinggi dan ada kilatan emosi di wajahnya. "Papa mencintai istriku? Kalian saling mencintai?!"

Perlahan, Rinai memberanikan diri untuk menatap kenyataan yang ada di hadapannya dan secara bersamaan Kala pun melirik ke arahnya dengan kening mengkerut. Rinai pun menggeleng untuk membantah ucapan suaminya.

"Menyayangi dan mencintai… apa maksud semua ini, Nai?" lirih Kala menatap kecewa ke arah istrinya. "Ada apalagi yang aku nggak tahu di rumah ini, hm?" Kala menatap Angkasa dan Rinai secara bergantian, tatapan yang menuntut jawaban dari dua orang di hadapannya.

Belum sempat Rinai dan Angkasa menanggapi, mata Kala terpaku pada perut Rinai. Kala terkejut. Perlahan, tangannya bergerak untuk memastikan apa yang ia lihat.

"Nai, anak kita…" Suaranya terdengar berat dan juga bergetar. Kala berdiri dengan kedua lututnya di depan Rinai, tangannya masih meraba untuk memastikan tidak ada lagi calon buah hatinya di sana.

Lirikan pada Rinai mengiringi gerak tangan Kala dan saat itulah tangisnya kembali pecah.

"Kamu sengaja menggugurkan anak kita, Nai?" tuding Kala menatap nanar ke arah perut istrinya, sebelum akhirnya mendongak agar tatapannya dan Rinai saling bertemu. "Bisa-bisanya kamu nggak kasih kabar apapun ke aku—bahkan setelah dengan sengaja kamu bunuh anak aku, Nai?" Ia guncang tangan Rinai sekuat tenaga, tidak peduli dengan suara isak tangis istrinya.

Rinai makin meraung dan tangisnya tidak bisa dikendalikan lagi.

"Kamu aborsi setelah usia kandungan sebesar itu, Nai? Kenapa, Nai? Kenapa?!" desak Kala yang terus mengguncang tubuh Rinai hingga perempuan itu kehilangan keseimbangan. Rinai terhenyak di lantai, tapi Kala terus meremas bahunya dengan keras.

"Kal, ini bukan salah Rinai. Ini salah papa," ucap Angkasa menarik lengan Kala yang langsung melotot ke arahnya. "Semua nggak seperti yang kamu pikirkan."

Kala makin tersulut emosi saat mendengar ucapan sang ayah. Kedua tangannya dengan refleks berpindah ke kerah kemeja Angkasa. "Jadi kalian sepakat untuk menggugurkan bayi itu? Hubungan kalian sudah sejauh mana, hah?!"

"Kal…"

"Jangan bilang kalau kalian berdua udah lama selingkuh di belakang aku dan juga mama," tuduh Kala dengan geram, menoleh ke belakang dan menatap Rinai dengan marah. "Tega banget kamu, Nai…"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Kecemburuan Dua CEO

    "Kita kan nggak bisa memilih, pada siapa hati ini akan jatuh."Rakha menatap mata Rinai dengan lekat. "Ya, kita nggak pernah bisa memilih tentang jatuh cinta. Tapi kita bisa memutuskan, siapa yang akan menetap dan bertahan di hati kita. Dan aku tahu, aku nggak cukup berarti untukmu kan, Nai?""Hm?""Karena pada akhirnya kamu memilih untuk pergi dan meninggalkanku tanpa penjelasan," jawab Rakha dengan tenang."Untuk kebahagiaan kamu, Kha.""Untuk kebahagiaanmu, bukan aku."Rinai mengulas senyum tipis seraya mengangguk pelan. Seakan tengah mengiyakan pernyataan Rakha barusan. "Kamu harus melepaskan sesuatu agar kamu bisa memulai hal yang baru.""Seperti kamu yang memulai semua dengan Sambara?" tembak Rakha."Mungkin," dusta Rinai yang sebenarnya belum memulai hubungan dengan siapa pun.Mendengar jawaban Rinai, tentu saja itu membuat pikiran Rakha langsung menggila. Ia condongkan wajahnya pada perempuan itu, lebih dekat dan lebih rapat lagi. Rakha tancapkan tatapan matanya, tepat di mani

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Tidak Adil Rasanya, Nai...

    "Nai…" Langkah Sambara terhenti di ambang pintu masuk hotel mewah, tempatnya akan bertemu klien penting hari ini. Tangannya bergerak cepat menahan pergelangan Rinai, lalu tersenyum bimbang ke arah perempuan yang justru mengerutkan keningnya dengan heran. "A—aku boleh minta tolong, nggak?""Hm? Kenapa? Tolong apa?" balas Rinai dengan balik bertanya. "Kamu sakit? Pusingnya kumat? Atau gimana? Diare lagi? Panic attack-nya kumat-kah?" todong Rinai dengan cemas, mengusap-usap lengan dan bahu Sambara dengan khawatir.Di tempatnya, Sambara mengangguk samar. Meminta Rinai menggenggam jemarinya—seperti biasa setiap kali dia panik—hanya saja, kali ini Sambara tidak benar-benar sedang mengalami gejala panic attack seperti biasa.Dengan cemas, Rinai menautkan jemari mereka tanpa ragu sedikitpun. "Tenang, Sam… Ada aku di sini, kamu nggak sendiri kok. Tenang ya, tarik napas dalam dan lepaskan perlahan," ucap Rinai berusaha menenangkan Sambara yang mengikuti ucapan wanita itu tanpa pikir panjang.Beb

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Cintaku Tertinggal di Masa Lalu

    Tiga tahun telah berlalu…"Jangan takut membuka hati hanya karena masa lalumu. Trauma bisa dipulihkan, jadi jangan abaikan orang-orang yang ingin mendekatimu hanya karena ketakutanmu mengulang kisah pahit di masa lalu."Rinai tetap fokus pada layar laptopnya, mengabaikan pria yang sedari tadi berdiri di sampingnya—bahkan, berada di sisinya puluhan bulan terakhir."Rinai… semua orang ada masanya, setiap masa, pasti ada orangnya. Kamu pernah dengar itu, kan?" bisiknya lagi meksipun dia tahu, Rinai akan tetap mengabaikannya. "Nai, biarkan aku menjadi orang yang akan menghapus jejak-jejak luka di hatimu. Siapa tahu, akulah orang yang dijadikan Tuhan sebagai jawaban dari doa-doa yang selalu kamu minta."Suara tawa Rinai memecahkan keheningan yang sedari tadi berusaha diciptakan olehnya. Beberapa kali pukulan pelan melayang ke lengan lelaki yang ikut terkekeh melihat bagaimana kedua mata Rinai terpicing karena tawanya. Meskipun berulang kali menyatakan cinta, dan berulang kali juga diabaika

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Dia Mati, Tapi Tidak Dengan Traumaku

    "Nai.""Hm?" Rinai bergumam pelan, tanpa menoleh ke arah Rafko yang berdiri tepat di belakangnya.Tampak ragu, tapi akhirnya Rafko menceritakan apa yang baru saja ia temukan di layar gawainya. Sembari mengarahkan portal berita yang sejak tadi ia baca. "Angkasa ditemukan tewas di kamarnya," jelas Rafko.Awalnya Rinai terlihat enggan untuk mengamati layar ponsel yang Rafko sodorkan ke arah matanya, tetapi kalimat sepupunya itu berhasil menyita perhatian Rinai hingga dia bergerak refleks untuk meraih benda pipih itu dan menggulir layarnya.Keningnya mengerut, lantas menggigit ujung bibirnya berulang kali. Jemarinya terus mencari-cari berita yang berkaitan dengan insiden tersebut."Pihak kepolisian sudah menyatakan kalau Angkasa bunuh diri, tapi beberapa rumor aneh juga lagi beredar di Indonesia."Rinai mengangkat wajahnya, menatap Rafko dengan wajah bingung dan penuh tanda tanya.Seolah tahu maksud dari tatapan itu, Rafko pun segera mengatakan, "Ada rumor yang mengatakan kalau Angkasa se

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Menghamili Wanita yang Sama

    "Jawab pertanyaanku, Pa!" desak Kala setelah mendorong ayahnya ke arah balkon kamar pria tersebut. "Apa benar papa telah memerkosa Rinai dan membuatnya hamil?!"Sorot amarah dan kebencian tidak bisa dipungkiri dari tatapan mata Kala saat ini. Ia melotot, seolah akan memakan Angkasa hidup-hidup saat ini juga."Jawab!" hardiknya lagi."Omong kosong macam apa itu, Kal?" Angkasa berusaha untuk membantahnya. "Mana mungkin papa melecehkan istrimu sendiri. Kamu tahu sendiri kan kalau Rinai itu mantan pelacur, jadi—"Kala mencekik leher sang ayah, membuat pria paruh baya tersebut tidak bisa melanjutkan kalimatnya. "Papa melecehkan dia jauuuuh sebelum Rinai menjadi wanita panggilan," tuding Kala kembali berapi-api. "Dan papalah yang membuat Rinai terjerumus dalam dunia gelap itu. Papa yang menghancurkan hidup Rinai, sampai dia putus asa dan akhirnya memilih jalan untuk melacur. Karena papa, semua karena papa!"Mendengar bagaimana lantangnya suara putranya ketika menguak tentang dosa-dosanya, A

  • Jerat Pesona Wanita Panggilan   Pelacur Pribadi

    +628137232—Nai, kamu ke mana? Kamu kok nggak ngomong kalau kamu akan pergi?+628137232—Nggak begini caranya Nai… Aku nggak akan cegah kamu untuk meninggalkanku, tapi aku terlalu khawatir tentang keadaanmu. Kabari aku begitu kamu baca pesan ini. Kamu tahu kan, kamu adalah duniaku. Kamu adalah impianku, dan aku menunggumu tak peduli harus menghabiskan jutaan menit untuk bisa memilikimu.Rakha menghela napas panjang setelah mengirimi pesan yang tidak pernah mendapat respons, bahkan setelah sebulan berlalu dan Rakha masih terus melayangkan pesan itu pada Rinai.Lelaki itu mendekatkan gawai ke telinganya, dan tetap sama… Nomor Rinai di luar jangkauan dan bahkan whatsapp-nya pun tidak pernah aktif lagi. Membuat Rakha frustasi berulang kali, setiap hari."Kamu ke mana sih, Nai?" lirih Rakha melirik ke arah jendela ruang kerjanya. Menatap gedung menjulang tinggi yang sejajar dengan tempat duduknya saat ini, namun pikirannya tidak berada di tempat tersebut.Makin frustasi, Rakha mencengkram ke

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status