Jonathan duduk di gudang di mana senapan-senapan untuk berburu di simpan di sana. Pria itu berniat ingin mengajak Hazel pergi dari villa untuk memenangkan diri."Jonathan, apa kau tidak ingin menyerah saja? Ya, agar semuanya kembali kondusif." Ucapan yang datang dari Peter seperti angin. Keputusannya sudah bulat untuk mempertahankan Hazel. Jika dirinya harus meninggalkan kekuasaan ini, ia tentu akan melakukannya demi mendapatkan apa arti kenyamanan hidup bagi dirinya. "Peter, percuma kamu menasehati orang yang sedang jatuh cinta. Apakah kau lupa kata pepatah? 'Hal sia-sia akan engkau dapatkan jika kamu menasehati orang yang sedang jatuh cinta dan orang gila'. Jadi, menurutmu, sang pewaris ini akan mendengarkanmu?" kali ini, Hubert yang berbicara. Peter mengendikan bahunya acuh. "Hmm... Aku hanya tidak ingin jika usaha dan pencapaian sia-sia hanya karena seorang wanita. Lihatlah Natasya, bukankah dia Jauh lebih cantik—" ucapan Peter spontan terhenti.Jonathan, menodongkan moncong se
"Nomor yang anda tuju tidak menjawab." Mike menghembuskan nafas berat. Untuk kesekian kali, nomor telpon seluler yang Mike hubungi tidak ada jawaban. Pria yang baru pulang bekerja itu kini sedang merebahkan tubuhnya sambil menatap langit-langit pada kamarnya yang temaram. "Kemana Hazel? Apakah dia baik-baik saja? Dua hari ini, kenapa dia tidak masuk kantor dan juga, nomornya tidak dapat dihubungi." pikir Mike bertanya-tanya. Mike adalah pria yang hanya tinggal sendiri di rumahnya. Sementara orang tuanya bekerja di luar kota dan dua adiknya juga ikut bersama orang tuanya. Rumah yang di tempati Mike adalah rumah warisan. Karena tidak ada yang mengurus dan dirinya besar di rumah tersebut, Mike memutuskan untuk menempatinya. "Apa aku ke rumahnya? Sudah lama juga aku tidak berkunjung. Sekalian membawa buah tangan untuk tante Amy," kata Mike, pria itu segera bangkit, turun dari ranjang dan melangkah ke arah kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum ia berangkat. ***Di Villa, Jonatha
Bugh! Satu tendangan Jonathan layangkan di perut Carl. Jonathan begitu marah saat asistennya itu tidak dapat mengawasi Hazel dengan baik. "Apa saja yang kau lakukan, hah?! Di mana Hazel?!" bentak Jonathan murka. Carl memegangi perutnya yang terasa sakit luar biasa ketika mendapatkan tendangan dari atasannya itu. "T-Tuan, maafkan saya. Tadi, tuan besar memintaku untuk menyiapkan berbagai perlengkapan kemah dan kuda. Jadi, saya langsung pergi ke gudang untuk mengambilnya. Saya sudah menugaskan beberapa orang untuk mengawasi nona Hazel selama saya pergi, tapi sepertinya mereka tidak bisa mengikuti dengan baik. Tuan, maafkan saya," jelas Carl sambil terus memegangi perutnya.Jonathan menghela napas panjang sambil memperhatikan Carl yang terlihat sangat menyesal. "Baiklah, ini kali terakhir kau membuat kesalahan semacam ini, Carl. Aku tidak ingin Hazel terluka atau terancam oleh siapa pun," ujar Jonathan dengan nada tegas."B-baik, Tuan. Tapi, tadi saya sempat melihat jika nona Hazel s
"Tuan, anu ... Kata para pelayan, mereka melihat nona Hazel berlari masuk le hutan." lapor Carl yang berlari kecil menghampiri Jonathan. Jonathan yang hendak ke kamarnya itu berhenti. Kedua alisnya bertautan mendengar laporan asistennya itu. Hutan? Apa yang dilakukan Hazel di hutan? Apa dia tidak memikirkan bahaya yang akan terjadi pada dirinya sendiri? Pikir Jonathan. "Carl, apa kau yakin? Kau tidak salah memberikan informasi?" tanya Jonathan. "Tidak Tuan. Saya sudah melacak kemera keamaan. Namun Nyonya Hazel memang hanya berbicara dengan tuan besar. Setelah itu, nona Hazel sudah tidak lagi terpantau oleh kamera."Kekhawatiran dan ketakutan mulai merayap di dalam diri Jonathan. Bagaimana tidak? Hutan adalah tempat yang paling bahaya di villa teman mereka akan menghabiskan waktu beberapa hari. Namun, semua menjadi kacau hanya karena insiden Hazel menjadi target penembakan. "Siapkan senapan dan kuda! Kita ke hutan sekarang!" perintah Jonathan. "Baik, Tuan!" jawab Carl yang segera
"Carl, ayo! Kita harus menemukan Hazel. Jangan sampai Hazel tersesat!" teriak Jonathan sambil terus menarik tali pengekangan kuda yang ia tunggangi."Sepertinya, ke arah Utara, Tuan!" jawab Carl. Jonathan dan Carl melintasi hutan dengan hati-hati, berusaha mencari jejak Hazel. Mereka mengikuti jejak kaki yang terlihat di tanah dan mencoba menghindari duri-duri dan semak-semak yang menghalangi jalur mereka.Pria bermanik biru itu merasa semakin khawatir dan gelisah. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada wanita pujaan hatinya itu di dalam hutan yang gelap dan berbahaya ini. Saat melewati jalan bercabang, Carl tidak sengaja melihat ada bekas tampak kaki saat cahaya senter pada dahinya menyoroti bekas tapakan itu. "Tuan!" panggil Carl. Jonathan menarik tali kekang kudanya, membuat kuda yang ia tunggangi itu berhenti. Jonathan menoleh ke arah Carl. "Apa kau menemukan sesuatu?" "Ada bekas kaki yang terlihat masih baru di sini, Tuan!" seru Carl. Jonathan membimbing ku
"Hazel, kau harus hadir dalam acara perusahaan malam ini," kata Jonathan Parker, pria itu tertunduk dengan tangan sibuk menekan keyboard. "Kau sebagai sekretarisku sudah bekerja selama dua tahun. Namun, kau tidak pernah berpartisipasi dalam acara perusahaan yang diselenggarakan. Jadi, malam ini, kau harus hadir."Jonathan Parker, pria 30 tahun, merupakan seorang Presdir di perusahaan, Parker & Whitlock International Trade Inc. Merupakan perusahaan perdagangan global dari negara Eldoria yang terkenal dalam mengekspor barang-barang mewah dan mengimpor bahan baku berkualitas tinggi.Jonathan Parker, pria yang memiliki mata biru dingin dan sikap yang cuek. Bahkan, ia jarang menatap lawan jenisnya ketika sedang berbicara. Tidak heran, banyak karyawan mengatakan jika direktur mereka tidak menyukai wanita."Tapi, Tuan, sa-saya tidak biasa dengan acara seperti itu. Apalagi dengan keramaian," ucap Hazel, tampak ragu-ragu.Bagi wanita berkacamata tebal seperti Hazel Bennett yang berusia 24 tahu
"Ah, kenapa wanita itu harus datang?" umpat Jonathan, kepalanya terasa ingin meledak malam ini.Jonathan yang sudah mabuk berat, melangkah gontai di atas lantai marmer lorong koridor, melewati pilar-pilar megah kediamannya. Beberapa jam yang lalu, dirinya menerima telepon dari sang ibu yang mengatakan jika Natasya, wanita yang kelak akan menjadi istrinya, akan tiba besok siang di negara Eldoria, negara di mana Jonathan berada.Bagi penerus Parker, perjodohan untuk sebuah bisnis bukan sesuatu yang asing. Hal itu dilakukan agar memperkuat kekuatan dan kekuasaan, hal seperti ini sudah menjadi tradisi bagi kalangan konglomerat."Pesta ini seharusnya menjadi menyenangkan. Gara-gara telepon, aku kehilangan kesenanganku," gumam Jonathan.Langkah gontai Jonathan terhenti ketika pemilik iris mata biru itu menangkap siluet seorang wanita sedang berdiri menyandarkan punggungnya di salah satu pilar dengan penampilan norak dan tampak begitu kolot. Ya, itu adalah Hazel. Wanita yang ingin sekali Jon
"Uuhh..."Hazel melenguh, membuka mata, iris matanya yang hijau tampak buram ketika dia mencoba membuka matanya lebih lebar menyisir keadaan ruangan."Kenapa tubuhku terasa begitu nyeri?" keluh Hazel mencoba menggerakkan tubuhnya. "Aduh, tubuhku seperti di amuk separuh penduduk kota." Hazel mencoba mengangkat kepalanya.Saat dia menoleh ke samping, pupil matanya membelalak melihat Jonathan tidur di sampingnya dalam penglihatan yang tidak baik. Sontak, kepala Hazel mundur dengan refleks.Dengan panik, tangan Hazel meraba area meja kecil di samping tempat tidur. "Kacamataku," dia tampak panik.Akan tetapi, ia tidak menemukan kacamatanya. Hazel merasakan detak jantungnya meningkat, kepanikan semakin menjadi. Wanita itu mengingat-ingat, mencoba mengumpulkan potongan-potongan memori yang kabur dari malam yang sudah berlalu."Astaga, aku tidak percaya jika aku melakukannya dengan atasanku sendiri." Hazel menggigit bibir, gelisah. Dia ketakutan.Semalam, bukan hanya satu kali Hazel dan atasa