Home / Romansa / Jeratan Cinta Kakak Tiri / 05. Tinggal Serumah

Share

05. Tinggal Serumah

Author: LOVAYU
last update Last Updated: 2024-08-08 21:42:32

Harusnya Reno tidak datang ke sini. Harusnya dia tetap tinggal di apartemennya alih-alih kembali ke rumah besar ayahnya dan bertemu setiap hari dengan Luna.

Reno sadar dia sedang menggali lubang kuburnya sendiri!

Tapi, yang terjadi sekarang, pria itu memberhentikan mobilnya di depan rumah sang ayah dan melangkah masuk.

Di depan pintu, Diana dan Lucas tampak sudah siap untuk pergi, mereka akan berbulan madu ke Switzerland selama satu minggu, itulah alasan kenapa dia berakhir kembali ke rumah.

Ayah dan ibu barunya itu memintanya untuk menemani Luna selama mereka pergi.

Sangat konyol! Setelah dia setengah mati berusaha melupakan perasaannya pada Luna dan tinggal di apartemen selama dua minggu. Orang tua itu malah memaksanya kembali!

“Akhirnya kau datang juga. Aku sudah berniat untuk menyeretmu dari kantor sebelum aku ke bandara.” Kedatangan Reno disambut omelan Lucas.

“Maaf, tadi banyak berkas yang harus aku tangani.” Sebenarnya bukan berkas yang menahannya, tapi Reno harus menangani hatinya dulu. Ia belum siap bertemu Luna setelah dua minggu mereka tidak bertemu maupun berkomunikasi.

“Bu, kau melupakan syalmu.” Luna datang menghampiri mereka dari dalam dan memberikan sebuah syal pada Diana.

Reno tertegun menatap Luna. Untuk pertama kalinya dia melihat gadis itu hanya mengenakan dress pendek rumahan bermotif bunga. Terlihat sangat manis dan lucu. Jujur Reno sangat merindukan adik tirinya itu.

“Oh, astaga. Terimakasih, sweety. Ibu hampir tidak membawanya.”

Luna hanya mengangguk kemudian matanya menangkap kehadiran Reno yang tengah menatapnya dalam. Mereka bertatapan beberapa detik. Seolah melepas kerinduan yang tak bisa diutarakan.

“Sayang, sepertinya kita harus berangkat sekarang kalau tidak kita akan ketinggalan pesawat,” ujar Lucas.

Diana mengangguk lalu memeluk Luna. “Ibu dan Ayah pergi dulu, jaga dirimu baik-baik, ya.”

“Jangan khawatir, Bu. Nikmatilah bulan madu kalian. Tenang saja, ada Kakak yang akan menjagaku,” jawab Luna seraya tersenyum pada Reno.

“Kakak…” desis Reno sangat pelan, hingga tak ada seorangpun yang mendengarkan.

Diana tersenyum kemudian dia memeluk Reno juga. “Ibu titip Luna, ya.”

Reno hanya menganggukan kepala. Mereka kemudian mengantar Diana dan Lucas hingga orang tua mereka masuk ke dalam mobil dan pergi meninggalkan halaman rumah.

Begitu mobil ayahnya sudah tidak terlihat, Reno segera menarik tangan Luna ke dalam rumah dan mendorongnya hingga punggung adiknya itu membentur tembok. Luna terkejut karena gerakan Reno, nafasnya tercekat.

“Apa-apaan itu? Seingatku sudah dua kali kau memanggilku Kakak. Ternyata tidak sesulit itu kan bagimu untuk melupakanku, a-dik?” tanya Reno seraya mengukung tubuh Luna.

Kedekatan mereka yang tiba-tiba membuat jantung Luna berdegup kencang. Terlebih mereka hanya berdua di rumah. Meski ada beberapa pelayan yang bekerja disana, tapi tidak ada seorangpun yang berada disekitar mereka sekarang.

“Maaf, Reno. Itu perintah Ibuku, kau kesal?”

“Sangat, astaga! Apa kau tidak kesal aku memanggilmu adik? Kau tahu selama dua minggu ini aku berusaha menyibukkan diri untuk melupakanmu, tapi semakin aku mencoba untuk melupakanmu, hatiku semakin merindukanmu. Dan mendengarmu memanggilku kakak, membuatku tersadar akan kenyataan konyol ini!” tukas Reno dengan rahang yang mengeras.

Luna menghela napas lemah. “Maafkan aku, aku tidak tahu harus berbuat apa jika di hadapan Ibu dan Ayah.”

“Aku tahu, aku juga merasakannya. Yang aku tidak habis pikir, setelah aku berusaha untuk menjauh darimu kenapa Ayah membuat kita dekat lagi.” Reno memalingkan wajahnya, terlalu lama menatap Luna, membuatnya berpikir yang tidak-tidak.

“Sejujurnya aku yang meminta pada Ayah agar kau menemaniku di rumah.”

Mendengar itu mata Reno sontak menyorot tajam pada Luna, dia menyeringai tak habis pikir dengan ucapan gadis itu barusan. “Kau?” Reno menggeleng tak percaya, sementara Luna mengangguk sambil tersenyum meyakinkan. “Kau benar-benar sesuatu, Luna. Apa maumu sebenarnya?”

Mengikuti kata hati, Luna melingkarkan tangannya di leher Reno. Mereka semakin tak berjarak dan Luna suka posisi seperti ini. Dia senang Reno bersamanya sekarang.

“Aku juga merindukanmu, Reno.” Luna berterus terang. Dia kesulitan mengatasi rindunya selama dua minggu, tinggal di rumah yang sejak kecil ditempati Reno, banyak hal di rumah itu terisi tentang Reno dan Luna tak kuasa menahannya lagi.

“Kau sungguh membuatku bingung, Luna. Akan semakin sulit untukku jika kau bersikap seperti ini, kau tahu?” Reno membenahi rambut panjang Luna ke belakang telinga lalu matanya menjelajah tubuh ramping berbalut dress bunga yang tak menutupi paha mulus dan kaki jenjang gadis itu.

Reno menelan salivanya. ‘Sial! Tetaplah sadar, Reno!’ Dia mengumpat dalam hati.

Luna tidak bermaksud menggoda, ia hanya ingin perhatian Reno hanya tertuju padanya. “Bisakah kau memelukku?”

Permintaan Luna seolah angin segar ditelinga Reno. Pria itu akhirnya mengangguk karena ia pun sangat ingin melakukannya. Tangan kokoh Reno tanpa canggung melingkari pinggang ramping Luna. Saling memberi kehangatan dan melepas kerinduan.

“Reno?” panggil Luna.

“Ya.” Suara rendah Reno di lehernya membuat Luna memejamkan mata. Oh Tuhan… dia ingin terus seperti ini.

“Apakah kita bisa terus seperti ini? Apa aku salah bila aku ingin terus berdekatan denganmu?”

Reno mempererat pelukannya. Mendengar pertanyaan Luna membuat hatinya terpukul sekaligus bertanya hal yang sama. Adakah jalan agar mereka bisa bersama? Mereka merasa seperti berjalan di atas bara api. Meski tahu akan terbakar, mereka tak peduli. Asalkan tetap bisa bersama.

“Tidak ada yang salah dengan perasaan kita. Ini hanya soal waktu, karena kita bertemu di waktu yang terlambat. Aku harap kita bisa terus seperti ini.”

Luna mengangguk. “Aku juga.” Ia begitu menikmati pelukan mereka.

“Tuan dan Nona, makan malam sudah siap.”

Suara itu membuat Luna dan Reno sama-sama tersentak. Reno mendesis kesal kala pelukan mereka harus terlepas. Luna juga kecewa. Untungnya posisi mereka tidak terlalu intim, hanya berpelukan. Adik kakak wajar berpelukan, bukan?

Reno mengelus kepala Luna lembut lalu menoleh pada pelayan yang baru saja mengganggu momen mereka. “Baik. Kami akan segera ke sana.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   88. Terselamatkan

    Luna terus duduk di tepi sungai hingga menjelang sore. Beberapa hal yang terjadi antara ia dan Reno terus mengusiknya. Sesekali Luna memainkan cincin berlian di jari manis. Luna merasa cincin mahal itu semakin tak pantas dia miliki. Ia telah mengkhianati Brian sedemikian buruk. Sungguh pria itu tidak pantas menerima perlakuan seburuk ini darinya. Brian pantas mendapatkan wanita yang terbaik, dan itu bukan dia. Luna menarik napas panjang. ‘Tuhan, aku tidak ingin menyakiti hatinya lebih dalam lagi …’Dalam hati Luna berjanji pada dirinya sendiri, jika dia berhasil selamat dari hutan ini, ia akan bicara dengan Brian dan menyelesaikan hubungan mereka secara baik-baik. Luna tidak mau terus berpura-pura dan membohongi perasaannya. Seberapapun dia memaksa untuk mencintai Brian, nyatanya dia tidak pantas bersanding dengan pria itu. Dia akan jujur dan melepas Brian untuk menemukan wanita yang lebih baik darinya. Tiba-tiba Luna merasa seseorang duduk di sampingnya. Dan tanpa melihat, tentu

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   87. Obat Ternikmat Di Air Terjun

    Luna masih terengah dengan rasa panas di sekujur tubuhnya. Pertanyaan Reno sejujurnya sangat mudah untuk ia jawab, tapi mengapa lidahnya terasa sangat kelu sekarang. Akhirnya tanpa memberi jawaban, Luna mendekatkan wajahnya ke wajah Reno untuk berciuman kembali karena itulah yang saat ini benar-benar ia inginkan. Luna melingkarkan lengannya di leher Reno dan hanya mengangguk saat Reno kembali menatapnya untuk menuntut jawaban. Bibir Reno melengkung ke atas setelah mendapat persetujuan dari Luna. Lalu dengan perlahan dia melepas seluruh benang yang melekat di tubuh Luna, hingga kini wanita itu telanjang di bawah kungkungannya. “Aku sangat merindukan ini.” Tatapan memuja Reno padanya membuat gairah Luna semakin meningkat. Dia juga ingin melihat tubuh telanjang Reno, jadi Luna segera bergerak menarik dua tepi kaos lengan pendek Reno ke atas kepala, setelah itu ia menghela napas dalam-dalam saat Reno melepas celananya juga, hingga akhirnya Luna bisa mengagumi tubuh atletis Reno seutu

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   86. Saling Menginginkan

    “Reno, tolong ada ular. Aku takut!” Mendengar jeritan Luna, Reno tidak berpikir dua kali untuk mendekat. Tak peduli wanita itu hanya mengenakan tanktop dan celana dalam. Keselamatan Luna nomor satu untuknya. “Dimana ularnya, Luna?!” Luna dengan mata terpejam ketakutan, menunjuk ke arah sesuatu yang mengambang di atas air. Reno melihat ke arah yang sama dan keningnya mengernyit. Dengan perlahan ia masuk ke dalam air lalu mendekat untuk memastikannya. Dan seutas senyum terbit di bibir kala ia sadar bahwa sesuatu yang mengambang di atas air itu hanyalah seutas tali. Reno mengambil tali panjang berwarna hitam kemudian membuangnya ke pinggir dan mendekat ke arah Luna. “Luna, tidak apa-apa, buka matamu.” Luna membuka mata perlahan. Tubuhnya gemetar, bahkan matanya berkaca-kaca karena saking takutnya. “Tidak apa-apa. Itu bukan ular hanya seutas tali. Tidak ada yang berbahaya. Kau aman,” ucap Reno dengan lembut, berusaha menenangkan. “Aku takut, Reno. Itu seperti ular sun

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   85. Perhatian Kecil

    Luna hampir frustasi karena tak kunjung melihat Reno, dia ingin menyusuri hutan untuk menemukan Reno, tapi ia takut kemungkinan dia pun akan ikut menghilang karena tersesat di hutan. Luna benar-benar tidak ingin hal buruk terjadi pada Reno karena ia yakin tanpa Reno, dia tidak akan bisa bertahan di sana sendirian. Namun, jantung Luna yang sejak tadi berdegup kencang itu seketika berhenti berdetak saat ia mendengar langkah kaki di belakang. Luna dengan cepat berbalik dan detik itu dia langsung berhadapan dengan Reno. Tangisan Luna pecah saat itu juga bersamaan dengan perasaannya yang begitu lega melihat Reno kembali dalam keadaan hidup. “Hei, kenapa kau menangis? Apa kau mencariku?” Reno terkejut saat melihat Luna menangis histeris dan lebih terkejut lagi ketika dalam hitungan detik Luna memeluk tubuhnya dengan sangat erat. “Kau benar-benar gila, Reno! Kau membuatku ketakutan setengah mati!” Kening Reno mengernyit. “Ketakutan karena apa?” Dia juga memeluk Luna, berusaha memenangk

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   84. Ucapan Terima Kasih

    Hari telah beranjak malam. Beruntung dingin yang kian menusuk kulit sedikit terhalau dengan hangatnya api. Reno menatap pancaran wajah cantik Luna yang diterangi api unggun di hadapannya. “Maaf, aku janji besok akan mendapatkan ikan lebih banyak untuk kita makan,” ujar Reno, sedikit merasa bersalah karena Luna terlihat sangat lapar dan dia hanya bisa menangkap satu ekor ikan untuk mereka makan berdua. “Tidak apa, tubuhmu masih lemas. Setidaknya perut kita tidak kosong lagi.” Luna mengangguk, lalu dia menguap. “Sepertinya kita harus tidur karena aku merasa lelah dan seluruh tubuhku benar-benar sakit.”“Ya, aku juga merasakannya … kita memang perlu tidur. Aku sudah menyiapkan beberapa lembar daun besar di atas rumput. Tidak empuk, tapi semoga saja kita bisa tidur,” ujar Reno. Reno kemudian berbaring lebih dulu di atas rerumputan yang telah ia lapis daun pisang yang ditumpuk menjadi lebih lebar dan tebal.Kemudian dia mengambil

  • Jeratan Cinta Kakak Tiri   83. Terdampar Berdua

    “Sshhttt … aw …”Luna tidak berhenti meringis sejak tadi. Akibat gengsinya yang terlalu tinggi dan tak mau menerima uluran tangan Reno, kaki Luna tidak sengaja terkilir saat berjalan. Jalan hutan yang curam membuat langkahnya tidak seimbang dan akhirnya kaki sebelah kiri Luna yang menjadi korbannya. “Apa kau bisa berdiri?” tanya Reno dengan khawatir. “Kakiku sakit sekali.” Luna mengeluh kesakitan dan Reno tak punya pilihan selain menggendong tubuh Luna. “Ayo, naik ke punggungku,” ucap Reno sambil berjongkok memunggungi Luna. “T-tapi lenganmu?”Reno menghela napas kasar. “Cepatlah naik, lebih baik kita kembali ke mobil sebelum hari mulai gelap.”Tak memiliki pilihan lain membuat Luna menerima tawaran Reno dan kini ia berada di atas punggung pria itu. “Kenapa kita kembali?” tanya Luna ketika Reno berbalik arah. Tidak menuju ujung tebing lagi. “Kita tidak bisa memanjat tebing dalam keadaan seperti ini, Luna. Kakimu terkilir, dan kondisiku juga tidak sefit itu untuk memanjat tebing

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status